Chereads / Aluna's First Love Story / Chapter 6 - Prinsip atau Phobia (Bagian 2)

Chapter 6 - Prinsip atau Phobia (Bagian 2)

"Tapi, itu bukan alasan untuk mu bersikap seperti itu". Sinis Yudistira.

"Iya Dan, kakek benar kamu jangan seperti itu. Bukan hanya kepada Tasya, tapi semua orang, kamu jangan hanya memikirkan diri mu saja. Terlebih lagi bersikaplah lebih manis terhadap wanita biar kamu bisa cepat mendapat jodoh". Sang mama menimpali.

'Huhh.., kenapa ujung-ujungnya ngomongin jodoh si, bikin kesel aja'. Batin Zaedan.

"Kenapa muka mu ditekuk seperti itu?". Tanya kakek penuh selidik. "Apa yang dibilang mama mu itu benar". Yudistira tau apa yang sedang dipikirkan cucu nya.

"Jelaskan alasan kenapa kamu bersikap seperti itu terhadap Tasya?". Tuan besar keluarga Akbara kali ini benar-benar tidak akan melepaskan si tuan muda.

"Bersikap seperti apa si kek?". Zaedan malah bersikap seperti ia tidak paham.

"Ya seperti yang kakek bilang tadi, perlu kamu ketahui ya Zaedan, Tasya itu gadis baik-baik, wanita pintar, dan berbakat. Kamu tahu, dia itu lulusan Parsons The New School of Design salah satu sekolah design terbaik di Amerika dan dunia, dan dia bisa kuliah di situ pun berkat beasiswa yang dia terima". Mata Yudistira semakin menajam, mengintimidasi sang lawan bicara.

"Lalu apa hubungannya dengan Zaedan?". Zaedan sama sekali tidak merasa takut kali ini, ia berusaha tenang agar kakeknya tidak terus-terusan memojokkan.

"Huhh.., kau ini. Ya kakek menyuruh mu untuk mencoba dekat dengan Tasya, kakek tidak ingin memaksa mu tapi setidaknya cobalah berhubungan dengannya". Hembusan nafas dari mulut pria tua itu sangat terdengar. Mengisyaratkan ia lelah berhadapan dengan si cucu.

"Benar tu Zaedan, mama juga seneng dengan Tasya. Dia baik dan berbakat. Mama juga suka pake baju dari dia, modelnya selalu terbaru dan beda dari yang lain". Jelas Melinda dengan wajah ceria.

"Kau liat, mama mu akan bahagia sekali jika memiliki menantu seperti Tasya". Yudistira seperti menemukan senjata baru kala melihat wajah putrinya sesenang itu saat menceritakan gadis bernama Tasya.

"Zaedan sudah bilang kalo Zaedan belum ada pikiran buat memiliki kekasih lagi". Zaedan sudah mulai jengah.

"Kamu ini kenapa si nak?, dari dulu sampai sekarang kamu hanya 2 kali menjalani hubungan bersama wanita. Mama juga heran, dua-duanya kandas tanpa alasan yang jelas. Mama juga tidak pernah diceritakan secara jelas apa alasan kamu mengakhiri hubungan mu dengan wanita-wanita itu". Binar di mata Melinda lenyap, tergantikan dengan tatapan sendu.

"Iya, bahkan kami belum sempat bertemu langsung dengan mereka. Kami hanya bisa melihat foto nya saja". Suara tuan Yudistira mulai rendah, namun masih terdengar dingin.

"Yang buat mama sama kakek lebih heran lagi, 4 tahun terakhir ini kamu seakan-akan menghindari wanita". Ucap Melinda, tatapannya semakin sendu.

"Ah, itu perasaan mama sama kakek saja. Zaedan bukan menghindar, tapi belum berkeinginan ke arah situ. Lagi pun Zaedan masih muda, baru 28 tahun. Nanti saja kalo udah 30 atau 33. Rencananya si Zaedan ingin menikah di usia 33 tahun". Zaedan mulai berkilah dan membangun alibi.

Roby hanya mematung, melihat diskusi panas keluarga bosnya. Duduk diam memperhatikan sambil diselingi dengan meminum dan memakan kudapan yang tersedia.

"Apa maksudmu mau menikah di usia 33 tahun. Hei, kakek dan mama mu ini sudah tidak muda lagi. Lagian umur itu tidak ada yang tau, jika besok kakek sudah tidak ada kau mau melihat betapa sedihnya kakek mu ini meninggal tanpa melihat cicit kesayangannya. Jangan EGOIS kamu Zaedan" Ucap kakek sengaja menekan kata 'Egois'.

"Huh..,, pokoknya Zaedan mau menikah dengan wanita pilihan Zaedan dan diusia 33 Tahun titik..". Zaedan mulai jengah kembali.

"Zaedan, mama mohon jangan seperti ini. Pikirkan baik-baik lagi nak. Benar kata kakek mu, umur tidak ada yang tahu. Apalagi kamu anak satu-satunya mama, mama pengen kamu bisa menikah dan punya anak selagi mama masih sehat. Mama pengen main sama cucu mama selagi mama masih bisa berjalan dan berjoget". Ucap Melinda dengan mata yang berkaca-kaca.

"Hmm.., tapi itu sudah menjadi prinsip Zaedan ma". Zaedan tetap kekeh dan mengalihkan pandangan, tidak tega melihat wajah sang mama.

"Prinsip apanya". Sinis kakek.

"Ya seperti yang Zaedan bilang tadi". Zaedan santai membalas pertanyaan kakek.

"Itu bukan prinsip, bahkan itu jatuhnya ke phobia". Yudistira menatap Zaedan dengan tatapan jijik. "Kamu seakan-akan takut terhadap wanita, apa lagi kalo bukan namanya phobia". Bahkan sekarang tatapan berubah menjadi tatapan yang mengejek.

"HAHAHAHA". Kini manusia bak manekin sudah mulai mengeluarkan suaranya kembali.

Semua orang di ruangan tersebut sempat terkaget mendengar suara tawa yang menggelar tersebut.

"Kenapa kau tertawa?". Sang pria yang kondisinya seperti terdakwa bertanya kepada manusia manekin.

"Hah.hah.hah.hah, emang ada ya kek orang yang phobia sama wanita?". Roby mencoba mengatur nafas sambil melirik ke arah Zaedan.

"Ada, buktinya pria aneh bin ajaib ini orangnya". Sindir kakek dengan wajah meremehkan.

"Aku tidak phobia wanita kek". Zaedan membela diri.

"Lalu apa!!?, apakah orientasi mu yang salah!? kau kaum penyuka sesama jenis!??. Pernyataan tuan Yudistira malah membuat pupil mata semua orang di ruang tersebut melebar. Bahkan Roby bergidik sembari melirik si Bos.

"Astaga, kenapa kakek bisa berbicara seperti itu?. Kenapa kakek suka sekali menuduh cucu kakek sembarang seperti itu?". Kini volume suara Zaedan naik, tersinggung dengan ucapan yang keluar dari mulut kakek.

"Lalu apa alasan kau selalu menghindar jika mengenai masalah wanita, pernikahan, dan keturunan?". Pertanyaan ini sontak membungkam lawan bicara.

Sang ibu sudah tidak dapat berkata-kata lagi. Jika kondisi sudah seperti ini, ia mulai mengikuti jejak Roby menjadi manusia manekin.

"Kau tidak bisa menjawab kan. Hehh.., sudah kuduga". Final statement kakek sambil beranjak ke kamarnya.

Seketika hening...

"Mama masuk ke kamar dulu ya nak. Sebaiknya kamu pikirkan lagi perkataan Kakek mu, jika memang ada masalah di masa lampau yang membuat mu takut memulai kembali, maka kamu harus melawannya. Jika tidak, kamu sendiri yang akan rugi". Ucap Melinda sebelum berlalu.

"Bos saya pulang dulu ya". Manusia manekin kembali normal dan meninggalkan bosnya. Paham jika si bos butuh waktu setelah pedebatan alot dengan keluarga.

Pria yang dianggap phobia terhadap wanita itu terdiam sebentar, kemudian naik ke atas menuju kamarnya untuk mengistirahatkan tubuh, otak, dan hatinya yang sangat lelah dan kalut.

***

Author butuh support ini, caranya gampang

1. Jangan Lupa sedekah batu kuasa nya setiap hari

2. Kasih author gift

3. Komentar positif dan membangun

Cerita ini tidak akan berkembang tanpa dukungan kalian semua....