Mae kembali lagi di aplikasi ini, senang rasanya bisa menulis kembali.
lama tidak menulis dan update, karna Mae ada kesibukan yang harus diselesaikan.
Oke, kita lanjut ya. Otw halal pangeranku. Mae harus berpikir, akhirnya Mae dapat ide untuk mengobrak-abrik cerita ini.
Sudah ya, kita lanjut aja.
***
Sesuai kesepakatan, Dinda telah menunggu Furqon disudut pojok kanan kafe itu.
Dinda menggunakan jilbab berwana biru dan kerudung berwarna biru juga. Dinda kelihatan cantik.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam, kamu?"
"Saya Furqon, teman masa kecilmu."
"Tunggu, rumahmu dekat Bi Inah?"
"Iya, rumahku memang dekat disana."
"Apa kabar Din, lama tidak berjumpa?"
"Baik."
Obrolan kami, akhirnya nyambung. Tidak ada lagi jaim diantara kami berdua.
Furqon menceritakan banyak hal tentangnya, ia memang teman masa kecilku. Ia pernah menembakku, suatu saat akulah yang akan jadi suamimu.
Mengingat itu, perasaanku mulai deg..deg..deg.
Apalagi Furqon menanyakan hal yang intens bagiku mulai dari apakah sudah punya calon, apakah aku bekerja, apakah aku sudah diizinkan orangtua untuk menikah.
Sampai pada satu kesimpulan, ia langsung mengutarakan isi hatinya, "Din, izinkan aku untuk menghalalkanmu?" Ia memberanikan diri setelah pertemuan ini.
"Maaf Furqon, aku belum bisa memberi keputusan. Minta waktu 1 minggu, dan datanglah ke rumah orangtuaku. Apapun resikonya. Kamu sudah siap?"
"Iya," Kata Furqon sembari memberikan hadiah dipertemuan ini.
***
1 minggu telah berlalu, hari ini adalah keputusanku untuk menerimanya atau tidak.
Dalam satu minggu, banyak hal yang aku lakukan. Mulai dari mengamati jejak digitalnya, bertanya kepada tetangganya serta sholat istikharah.
Hatiku pun mengiyakan, ia berhak menghalalkanku.
Deru suara mobil telah terdengar, Dinda semakin gugup dengan kedatangan Furqon.
Tok..Tok..Tok
Tunggu..
Assalamu'alaikum..
Wa'alaikumussalam..
Silahkan masuk Furqon.
Orangtuaku sudah menghadapi Furqon, ku lihat ia begitu gugup. Tapi, ia memberanikan diri untuk memulai.
Ayah dan ibuku sudah tahu, ayah memberikan pertanyaan kepada Furqon. Ia menjawab dengan begitu mudah.
Saat yang dinanti-nanti, Furqon melirik ke arahku. Ia berkata, "Apapun keputusanmu, aku menerimanya."
"Iya, aku menerimamu sebagai Imam dalam hidupku." Kata Dinda, yang tersenyum kepada Furqon. Serasa disambar, penantian yang selama ini ia tunggu, akhirnya terbayarkan dengan kebahagiaan.
Furqon menyiapkan cincin untukku, cincin yang pernah aku impikan. Kini telah terpampang nyata di jari manisku.
Furqon izin pamit, karna minggu depan ia akan mengajak orangtuanya untuk melamar Dinda.
***
_Terimakasih banyak, kaulah pangeran yang berhak untukku.
_Memang aku bukan yang terbaik, tapi aku berhak untuk memantaskan diri.
_Janji ucapmu pada penghulu sangat ku nantikan.
Tulisan itu ia post di dinding FB nya.
Baru berapa menit, sudah 500 like yang menyukai. Dan bahkan sudah 30 komentar. Berbagai ucapan diterimanya, Dinda sangat bahagia.
Satu komentar lagi muncul, itu dari Furqon. "Tentu."
Aku tidak membalas, tapi hanya menyukai balasan darinya.
***
Tinggalkan jejak ya, like and vote ya..