Kamar 08
Setelah lulus SMA aku mencoba mengadu nasib dengan mengantarkan lamaran ke berbagai perusahaan. Berpindah dari pabrik satu ke pabrik lain hingga menjadi Caddy golf pernah kulakoni.
Jenuh, aku ingin merantau!
Tibalah saatnya aku diterima bekerja di salah satu restaurant Jepang di kota sebelah
Dengan modal nekat saat usia ke 17 tahun, aku merantau kedaerah CKR, aku mendapatkan kamar kost yang kuinginkan, bagaimana tidak? Kost di tengah perumahan elit dengan fasilitas lengkap serta harga terjangkau membuatku sedikit tergiur. Atas dasar rekomendasi temanku itulah aku mendapatkan kost'an tersebut.
Saat memasuki pelataran kost'an disebuah kawasan real estate tersebut, aku mulai merasakan banyak keanehan. Kost'an dengan arsitektur modern tersebut terdapat 15 kamar dengan berlantai dua. Kost'an tersebut tidak seperti banyak kost'an lainnya, karena seluruh penghuninya disibukkan dengan pekerjaan mereka masing-masing hingga terlihat sepi.
"Ini kost'an baru Dek. Ada 8 kamar kosong, 5 kamar kosong di bawah, sisanya 3 kamar kosong diatas." Ungkap mas Dwi penjaga Kost'an.
"Boleh saya lihat-lihat dulu mas?" Tanyaku kala itu.
"Boleh, silahkan." Ucapnya ramah dengan membuka satu persatu anak kunci kamar kost'an yang belum terisi.
Kamar no 10 adalah kamar paling ujung di kostan tersebut, letaknya tepat dekat dapur.
"Udah, mending dikamar ini aja Yan. Jadi kalo lu mau kedapur kan enak deket." Ucap Widy sahabatku.
Aku mengangguk menyetujui anjurannya, sahabatku Widy dan Susan mulai membantuku menurunkan tas dan koperku dari dalam mobil yang kami rental sebelumnya. Figura foto dan pakaian-pakaianku mulai mereka tata dilemari, sementara itu aku membereskan tempat tidur.
"San, Wid, lu nyium bau hanyir gak?" Ucapku kala itu.
Mereka mengendus untuk memastikan bau apa yang tercium olehku. "Iya, gue nyium.!" Ungkap Susan. Widy segera membuka pintu kamar kost'an dan mengendus didekat dapur.
"Ada yang bekas motong ikan kali disini!" Ungkap Widy sambil menunjuk kearah dapur dan kembali menutup pintu kost kamarku.
Aku sangat hapal, bau amis ini bukanlah bau ikan. Lebih tepatnya ini bau darah.
"Kalian haus gak?" Tanyaku pada kedua sahabatku.
"Haus lah, tolong ambilin minum dong." Ucap Widy.
"Sekalian gue yaa." Ucap Susan sambil menyalakan TV yang tersedia di kamar kost'an.
Aku segera bergegas kedapur kost'an dan berniat mengambil air minum dari galon dispenser yang tersedia didapur. Terlihat sesosok wanita dekat pintu utama kost'an dengan rambut panjang terurai menutupi wajahnya. Kupikir dia mungkin salah satu penghuni kost'an kamar depan, aku tak terlalu memperhatikan wajahnya seperti apa. Aku hanya menoleh sekilas dan kembali mengucurkan air dispenser digelas, saat kumenoleh kearah wanita tadi, terlihat ia berjalan mendekat. Wajahnya tak terlalu jelas, namun semua bajunya dipenuhi oleh noda darah. Makhluk tersebut terus mendekat hingga jarak antara kami berkisar 3 meter.
Kucoba mengalihkan pandangan kearah lain, namun wanita tadi terus mengikutiku dari belakang. Saat kumemasuki kamar, bau hanyir semakin tercium menyengat dihidung semua temanku.
"Bau hanyir banget sih! Tutup pintu kamarnya cepet." Ucap Susan sambil menyemprotkan pengharum ruangan dikamarku. Makhluk tersebut terus menempel dipunggungku, hingga aroma hanyir masih menyengat dihidungku meski pengharum ruangan telah disemprotkan disudut-sudut kamarku.
"Lu pindah kamar aja dah, kalo deket dapur bau." Ucap Susan.
"Gue panggil Mas Dwi dulu supaya lu pindah kamar." Ucap Widy sambil memanggil penjaga kost'an tersebut.
Dengan bantuan kedua sahabatku, akhirnya aku pindah kekamar no 08 tepat didepan pintu tangga lantai 2.
Entah mengapa wanita dengan bercak pakaian bersimbah darah tersebut mendekat dan terus menggelayuti punggungku hingga kakinya terseret-seret.
"Eh, lu kenapa? Kok jalannya begitu?" tanya Susan keheranan karena melihat posisi jalanku yang terseok-seok.
Aku hanya menggeleng lemah, mulut terasa terkunci, bagaimana tidak? Makhluk wanita dengan pakaian bersimbah darah itu seolah tak mau melepaskan gelendotannya di punggungku.
"Lo kenapa Yan? Sakit? Ya udah lo istirahat aja, biar gue sama Susan yang bantuin beresin barang-barang Lo." ucap Widy, terlihat raut wajah khawatir yang di tunjukan oleh sahabatku tersebut. Aku hanya mengangguk sambil merebahkan tubuhku dalam posisi miring karena makhluk tersebut belum lepas menggelendoti punggungku.
Didalam hati aku terus berdoa agar makhluk tersebut segera pergi menjauh, setidaknya melepaskan dirinya dari tubuhku. Tak berselang lama makhluk tersebut menghilang dan punggungku kembali terasa ringan.
"San, Wid, nanti malam kalian pada nginep disini yaa?" Aku berharap bahwa kedua sahabatku mau menemaniku di kost'an baru ini walau semalam.
"Duhh, gimana yaa" terlihat raut wajah Susan yang tengah kebingungan sambil sesekali menggaruk kepalanya.
"Gini lho Yan, masalahnya ini kost'an kan gak boleh nginepin orang lain?" ucap Widy menegaskan.