2. KEJADIAN (1)
WOE! LO GAK MAU MAAFIN GUE ? YAKINN ?" Azka mengejar di belakang tubuh Oliv karena langkah Oliv yang dipercepat. Cewek itu sama sekali tidak mau menoleh ke belakang untuk memanggapi Azka. Sekali ini. Baru kali ini Azka terlihat mengejar maaf dari seorang cewek. Terlihat sangat aneh.
"LIV! LO GAK DENGERIN GUE APA ?!"
"Seneng lo liat gue ngejar-ngejar lo terus! Tinggal maapin aja ribet. Lo gak perlu mikir langsung tinggal bilang iya aja gamau."
Itu sih mau lo, batin Oliv.
"Ngomong donggg! Diem aja lo! Berasa ngomong sama patung gue! Capek ngejar-ngejar lo dari gerbang sampe sini." Keluh Azka bermonolog sejak tadi.
"Gue tau kita gak pernah akur! Tapi gak usah nyusahin gue deh buat dapet maaf dari lo." Ucap Azka dengan nada nyinyir di telinga Oliv namun ia sama sekali tidak menjawab.
Olivia Meisya Ramadhanie. Hidup Azka yang semula tenang saja jadi terganggu karena cewek aneh ini. Muka yang terlihat imut tapi dingin. Oliv adalah sosok cewek dingin yang selalu menguasai dari segi akademik maupun non akademik. Cewek dengan notaben nya cukup terkenal di sekolahan.
Azka dan Oliv tidak pernah dekat sebelumnya. Mungkin karena mereka satu organisasi, dan Azka sering melihatnya sendirian di ruang OSIS yang berada di lantai dua. Azka juga selalu memperhatikannya kala ada pekerjaan yang harus diselesaikan dalam OSIS. Kadang Azka heran mengapa cewek ini sangat cuek terhadap cowok.
"Ohhhh jadi ini siswi populer yang gak bisa hargain orang lagi bicara? Lo masih inget kan kalo gue KETUA OSIS disini ?!" Tanya Azka dengan penuh penekanan. Azka pun berhenti mendadak karena cewek yang sedang berjalan didepannya berhenti dan berbalik badan. Menatap wajah Oliv yang senyum di hadapannya.
"Gitu kek daritadi." Azka memasang wajah dingin di depan Oliv karena sudah direspon olehnya.
"Segitunya lo mau dapet maaf gue?" tanya Oliv. Bibirnya yang tebal, merah. "Gue udah bilang gak usah dibahas lagi soal kemarin. Lagian gue juga gak mau dikejar-kejar sama lo. Lo ketos, gak malu lo?" Oliv bertanya dengan menaikkan alis. Heran bercampur kesal karena cowok itu.
"Kenapa? Gue gak malu. Karena gue salah gue harus minta maaf."
"Gak perlu dibahas gak penting." jawab Oliv singkat, dan sangat jelas terdengar di telinga Azka. Pedas nadanya.
"Gak mau ! Kalau lo anggap itu gak penting harusnya lo mau maafin gue. Gak usah pake cara menghindar kaya gini! Lo pikir gue gak capek apa perang dingin sama lo? Kalau gitu lo salah nilai gue. Gue ngejar lo karena gue mau damai sama lo. Simpel kan! Lo maafin gue, gue pergi."
Azka mendekati Oliv. Menatap nya dengan tatapan sangat teduh.
"Kalau lo masih kesel sama gue. Gue tunggu sampe lo mau ngomong sama gue."
"Terserah lo!" Oliv tetap bersikukuh
Azka menatap gemas perempuan yang ada didepannya ini. Rasanya ingin sekali mencubit pipinya kalau tidak memikirkan banyak murid yang sudah melihat kejadian itu. "Berapa kali gue harus minta maaf ke lo?"
"Gak usah ngikutin gue lagi. Kuker banget," ucap Oliv membuat Azka terlihat sebal. Cewek itu berbalik arah, dengan cepat melanjutkan langkah nya ke kelas.
Azka pun mengacak rambutnya gregetan pada Oliv.
Untung gue masih sabar berhadapan sama cewek kaya lo, batin Azka.
--------
Di lorong depan kelas XII IPA 4 sedang sangat rusuh. Banyak yang sengaja lewat karena cowok-cowok populer ada di kelas itu. Jelas mereka berempat ada di kelas yang sama. Di bangku belakang Septian yang selalu jadi incaran ke temannya kalau ada tugas ataupun ulangan. Tetapi lain hal dengan Azka terkadang jika tugas atau ulangan nya tidak terlalu sulit dia akan mengerjakan nya dari rumah. Karena diantara mereka berempat Septian dan Azka lah yang akan jadi rebutan. Dipastikan kalau sekelompok dengannya bisa langsung mendapat nilai bagus. Karena selain pintar Septian dan Azka juga rajin.
Mereka berada di pojok belakang kanan. Posisi yang sangat nyaman untuk mereka ribut dan juga menyontek. Septian dan Irgi duduk tepat di deret bangku Azka dan Guntur. Kadang Azka yang paling pelit jawaban namun kali ini dia berbaik hati memberikan contekan kepada teman-temannya.
"Kira-kira Oliv marah gak ya sama gue?" tanya Azka pada teman-temannya.
"Waduhhhhh-waduhhh! Pak ketu kita perhatian banget cuy!" goda Irgi pada Azka
Azka tidak menghiraukannya. Tatapan matanya tertuju pada Septian. Ia menganggap Septian bukan hanya teman, dari banyak orang yang bersedia mendengar cerita panjang bagaimana kejadian itu namun Azka akan memilih Septian. Tidak mau buang-buang waktu untuk bercerita sebanyak itu pada orang lain yang tidak mengerti.
"Kenapa?" Septian bertanya sambil menutup bukunya.
"Segala nanya lo! Ya pasti masalah Oliv lah." ucap Guntur padahal matanya masih sibuk pada buku Irgi yang sudah lebih dulu menyalin jawaban Septian tadi.
"Lemah lo Ka. Digituin sama Oliv aja baper." ujar Irgi membuat Azka mendengus.
"Kayanya emang gak ada maaf buat gue. Gue ngerasa ada sesuatu yang ditutupin sama dia. Apa gue cari tahu aja kali ya?" Azka meletakkan pulpennya.
"Beneran lo ngomong kaya gitu tadi? Gue gak salah denger nih?" Guntur menoleh kaget.
"Lo budeg ya Tur!" balas Irgi meski ia juga bingung.
"Makanya kalau diajak diskusi tuh fokus!"
Azka jadi makin kepikiran. Bagaimana caranya mendapatkan informasi pribadi Oliv?
Jelas cewek itu akan marah setelah tau kehidupan nya diusik apalagi masalah pribadi yang teman-teman dekatnya belum tentu mengetahuinya.
"Cari tahu aja dulu. Jangan mikirin dia bakal marah atau gimana nantinya," ujar Septian.
Benar-benar hanya Septian yang bisa memecahkan masalahnya.
"Gue setuju sama Septian." ucap Guntur paling pertama.
"Lo gimana Gi?" tanya Azka meminta pendapat.
"Gimana lo aja. Kalau lo masih mau mencoba memperbaiki semuanya ya silahkan," ucap Irgi. "Semua keputusan hanya lo yang tau," ucap Irgi bersikap dewasa.
"Eaaaaa masuk pak ekoo!" Guntur menyeru. "Gue kira lo mau jawab yang aneh-aneh. Ternyata Irgi sudah dewasa,"
Irgi tertawa karenanya. "Apasih lo Tur! Gak jelas."
"Tumben," cetus Azka pada Irgi
"Tumben apanya nih?"
"Tumben otak lo berfungsi Gi."
"Sialan lo semua!" Irgi melempar tip-ex Septian ke arah bangku Guntur yang digunakan Irgi tadi saat menyalin jawaban nya tadi
"Udah Tur lo jangan gangguin si Irgi mulu." Komentar Septian pada Guntur.
"Santai bro. Peace deh! Gak bakal deh godain si Irgi lagi." Guntur melirik Irgi yang sedang memperhatikannya.
"DIH JIJIK BANGET GUE KAYA HOMO!" Irgi berujar kesal pada Guntur.
--------
XII IPA 1 sedang sangat ramai karena jam-jam belajarnya tidak ada guru yang masuk. Oliv sudah tiba di dalam kelas, tidak lagi di perpustakaan. Oliv sudah tidak tahu lagi bagaimana Azka setelah kejadi tadi. Dia tidak peduli hanya membuatnya tidak tenang. Dengan muka datar peremupuan itu masuk ke dalam kelas.
Di dalam kelasnga ada tipe-tipe anak yang suka pilih-pilih. Cowok-cowok nakal duduk di belakang berkumpul jadi satu deret entah apa yang dilakukannya kadang bermain kadang terlihat ribur dengan kaum-kaum julid yang berkumpul membicarakan life style dan barang-barang yang dipakainya mulai dari barang olshop sampai barang-barang branded. Terakhir ada anak-anak pintar yang rela belajar untuk ulangan di jam pelajaran kedepan. Mereka rela tidak istirahat hanya demi mendapat nilai bagus. Salah satunya Oliv dan teman-temannya masuk dalam kategori ini.
"Oliv! Lo kemana aja sih?!" Fanni, salah satu teman Oliv memperhatikan Oliv yang sedang duduk di samping Sasha.
"Diva! Bantuin gue supaya Azka jauh-jauh dari gue! Lo minta bantuan si Septian kek!" Oliv mengadu pada Sasha.
"Duh, ada yang marah nih," Diva melirik Oliv yang sedang memperhatikannya. "Gak mau gue bantuin lo. Udah tau sifat Septian kalo marah jadi cuek. Lo baikan aja sama dia. Gak capek lo diem-dieman terus. Lo kan ada LINE Azka. Lo chat aja lewat situ."
"Masalahnya gue gak suka diganggu!"
"Itu sih mau lo." Febby yang duduk disamping menghadap pada Oliv ikut berbicara. "Lo sampe kapan diem-dieman begitu? Masih kurang puas?"
"Sampe sekarang gue masih mau kerja buat OSIS!"
"Udah-udah lo jangan marah-marah kaya gitu dong. Lo tau kan Azka pasti tanggung jawab sama apa yang udah dia lakuin. Mungkin dia niat baik."
"Bener tuh kata Febby, Liv," ucap Sasha. "Mending lo duduk nih. Bentar lagi pelajaran Bu Reno."
Oliv membuka buku paket di meja nya.
"Tapi gue masih penasaran sama tuh cowok! Baru kali ini dia mau berurusan sama cewek kaya lo!" ucap Sasha berapi-api.
"Kaya nggak kenal Azka aja. Azka dari dulu emang gitu dari dulu Sha. Cuek tapi perhatian sama Oliv. Gue rasa Azka emang pengin deketin lo kali," ungkap Diva
Oliv merenung lama, memandang Diva dengan tatapan kosong. Oliv harus mengakui bahwa memang sikap Azka selama ini cukup membuatnya merasa terkesan.
"Yang bener aja!" ucap Oliv pada Diva. "Gak mungkin dia suka sama gue, bisa-bisa ada gosip gak bener di sekolah tentang gue."
"Kita buktiin aja nanti." ucap Sasha. Perempuan itu menatap Oliv dengan tatapan pasti. Oliv terdiam mengajukan perkataan yang tadi ia ucapkan untuk Sasha.
"Gimana? Lo berani nggak?" tantang Febby pada Oliv yang sejak tadi diam dan berpikir sambil memandangnya.
"Ok," jawab Oliv singkat. Cewek itu kembali membaca buku paket di mejanya dengan raut wajah bingung.
Oliv berdecak, tidak pernah ia merasa begini sebelumnya. Tapi kenapa sekarang dia berubah? Apa karena menyesal menerima tantangan itu?