Eh liat deh! Anak mami udah dateng."
"Untung gue nggak punya temen manja kayak dia, ribet banget dah."
"Kalaupun gue punya, udah gue tinggalin tuh anak. males banget punya temen sifatnya kayak dia ngerepotin tau nggak?!"
"Siapa sih yang mau temenan sama dia? Paling juga anak-anak yang sering dibully."
Suara sindiran para siswi itu terdengar jelas di telinga seorang cewek yang sedang berjalan di sebuah koridor sekolah. Namun nyatanya cewek tersebut bersikap seolah tak pernah terusik dengan suara mereka. Karena sebenarnya hampir setiap hari sindiran dilontarkan kepadanya sehingga kata-kata tersebut bukan lagi hal baru dalam hidupnya. Tidak hanya di bangku SMA dia bahkan telah terbiasa mendengarnya sejak duduk di bangku SD.
Cewek itu terlalu asik berjalan tanpa beban sampai akhirnya ia tiba di ruangan bertuliskan XI MIA 4. Walaupun masih sangat pagi, kelas sudah berisi banyak siswa yang datang hanya demi mencari contekan untuk tugas rumah yang belum terselesaikan. Begitulah rajinnya para siswa-siswi ketika tugas sudah bertumpukan dan tak pernah rampung karena terus bertambah seiring waktu.
"Woy, Adelia udah dateng!" Heboh Ryan yang setiap pagi bertugas memantau kedatangan Adelia.
"Akhirnya sang dewi penyelamat yang kita tunggu datang juga!" Ujar seorang cewek bernama Jeje dari bangkunya.
"Kita? Lo aja kali gue enggak, kan gue udah selesai dari tadi." Ketus Viki yang duduk di sebelahnya.
"Lo tuh sebenernya pinter. tapi sayangnya lo nggak mau berbagi, jadi ilmu lo itu percuma tau nggak?!"
"Dih pake bilang sayang." Kata Viki yang mulai merasa risih.
"Eh denger ya Jeje, bodoh amat gue sama lo, kan gue sekolah juga bukan buat lo. Lagian sekolah tuh cari ilmu bukan contekan!"
"Terserah!"
Jika berada diluar kelas Adel sering dibully oleh kakak kelas, teman seangkatan, dan bahkan adek kelas yang tidak tahu apapun. Maka, berbanding terbalik dengan solidaritas antar teman sekelasnya yang selalu memebuat Adel merasa dilindungi dari sikap iri sekaligus benci para siswi di sekolah.
Dalam ruang kelas ini, Adelia tidak pernah dianggap berbeda oleh teman sekelasnya. Karena sikapnya yang ramah, otak yang cerdas, dan fisik yang menawan tak jarang membuat sifat kekanak-kanakannya diabaikan oleh teman sekelasnya. Namun jangan salah, Adelia juga memiliki kepribadian ganda yang akan tampak saat dirinya sedang kesal.
Berita juga sudah tersebar seantero sekolah bahwa berapa saat yang lalu Adel terlibat perkelahian dengan seorang cowok yang tidak lain kakak kelasnya sendiri. Vemas Aditya, nama cowok yang paling dihindari saentero sekolah.
Wajar saja jika cewek pasti kalah saing dengan kekuatan cowok. Tetapi berbeda dengan Adelia yang bahkan membuat Vemas dan anggota gengnya tunduk di hadapannya. Entah apa yang Adel lakukan pada Vemas sampai orang yang paling ditakuti saentero sekolah justru takut pada cewek kekanak-kanakan sepertinya.
"Udah selesai ributnya?" Tanya Adel ketika sudah duduk di bangkunya yang berada tepat di depan bangku Jeje.
"Kalau belum silahkan dilanjut biar nggak usah ngerjain dan dihukum aja sekalian" Jawab Adel dengan santai.
"Eh enggak kok, jangan gitu dong kita kan sahabatan. Sesama sahabat harus saling bantu dong" Rayu Jeje dengan wajah melasnya.
"Del, lo kok mau aja sahabatan sama cewek kayak dia? lo masih waras kan? atau lo punya gangguan kejiwaan? Fix lo harus ke dokter sih." Sela Viki.
"Udahlah, lo ngomong terus kapan selesainya gue kalo gini caranya" Lerai Ryan yang duduk di samping Adel.
"Nah, udah nggak usah didengerin pusing tau dengernya."
"Siapa juga yang ngomong sama lo!?"
Mendengarnya Adelia hanya bisa tertawa, karena sepertinya sahabatnya ini sudah tertular sifat kekanak-kanakannya. Selang beberapa menit tiba-tiba ada seorang wanita paruh baya berjalan memasuki kelas.
"Pagi anak-anak sekalian." Ujar bu Ajeng.
Seluruh murid yang berada di kelas menjawab dengan serentak, "Pagi bu."
"Kok gurunya cepet banget? Mana tugas belom kelar lagi." Bisik para murid di kelas dan masih bisa di dengar.
"Oh iya, seingat ibu kemarin kalian ada tugas ya?. Ayo sekarang dikumpulkan tugasnya ke depan."
"Tuh kan lo sih ngomongnya kenceng banget, jadi kedengaran deh ibunya."
"Sudah jangan ribut! ayo dikumpulkan biar cepet ibu koreksinya."
Seluruh murid telah mengumpulkan semua tugas dimeja bu Ajeng tak terkecuali Adelia. Para murid kini sedang menunggu hasil nilai dengan perasaan was-was.
Nilai pun akhirnya dibagikan dan dibacakan oleh guru tersebut. "Adelia, Jeje, dan Ryan kenapa nilai kalian kosong? Jawaban kalian juga kenapa bisa sama, kalian menyontek!?" Marah bu Ajeng kepada tiga orang tersebut.
"Ya nggak akan kosong nilainya, kalo ibu mau berbaik hati mengisi angka di kolom nilainya." Gumam Ryan yang nyatanya terdengar sangat jelas.
"Saya tidak perlu alasan kalian, intinya saya tahu kalian bertiga saling menyontek dan saya akan..."
"Maaf bu, tapi sebenarnya, kami hanya ingin menjaga solidaritas antar teman saja. Kalau salah satu dari kami dihukum maka kami semua juga harus ikut dihukum. bener nggak temen-temen?." Potong Jeje dan di iringi tepuk tangan para murid.
"Bener bu!" Teriak seluruh siswa di kelas.
"Terus sekarang ibu mau tanya, yang mau ikut mereka di hukum siapa saja? ayo angkat tangan kalian!" Perintah bu Ajeng.
Seketika kelas menjadi hening tanpa suara sedikitpun, "Loh, tadi katanya solidaritas, mana? Tunjukkan dong."
"Sudah bu, tidak apa saya dengan senang hati menerima hukuman anda atas perbuatan kami ini." Jawab Adelia dengan senyum bahagia.
"Baiklah, sekarang kalian bertiga pergi dan berdiri di tengah lapangan lalu hormat menghadap bendera sampai pelajaran saya selesai. Jangan coba-coba untuk kabur dari hukuman karena saya mengawasi dari sini."
Akhirnya mereka bertiga menjalani masa hukuman dari bu Ajeng sampai pelajaran guru tersebut selesai lebih tepatnya saat bel istirahat telah berbunyi.
"Eh Adel, gue penasaran deh sama lo, kok tumben banget jawaban lo bisa salah semua kayak gitu?" Tanya Ryan heran.
"Iya, itu adek gue yang ngerjain tugasnya." Jawab Adel dengan santainya.
"Wah, gara-gara tipu muslihat lo kita berdua juga ikut jadi korban hukuman bu Ajeng." Ketus Jeje.
"Loh katanya solid, kok gini aja ngambek. Lagi pula sinar matahari kan mengadung vitamin D yang bagus untuk tubuh terutama buat bayi yang...."
"Kita bukan bayi!" Potong kedua temannya kompak dan Adel pun tertawa mendengarnya.
✨✨✨
Dilain sisi ada tiga orang cowok sedang memperhatikan Brayn, Jeje, dan Adel yang sedang berdiri di tengah lapangan. Mereka yang tidak lain adalah Vemas dan anggota gengnya yang beberapa hari lalu sempat berkelahi dengan Adel.
"Vemas, lo nggak ada niatan buat bantuin Adel dan temen-temenya gitu?" Tanya Kevin.
"Ngapain juga gue harus repot-repot bantuin mereka? Lagian mereka bukan siapa-siapa gue."
"Eh lo lupa? Dia tuh sekarang jadi temen kita woy! sadar dong lo." Peringat Aldo. "Yaudah kalo lo nggak mau biar gue sama Kevin aja yang bantu. Ayok Vin!" Lanjutnya.
Mereka berdua pun memutuskan untuk pergi meninggalkan Vemas sendiri dan menghampiri tiga orang yang kini tengah dihukum di lapangan upacara sekolah.
"Bro! Nggak capek berdiri terus?" Tanya Aldo dengan menepuk pundak Ryan.
"Sok asik lo kak." Balas Ryan yang membuat Aldo pun menanggapi dengan tertawa santai .
"Del, udah lo pergi aja sana! Lagian tuh ibu-ibu nggak akan liat." Saran Kevin.
"Lo nggak liat apa? itu bu Ajeng lagi ngeliat kalian berdua." Kata Jeje sambil melirik ke arah bu Ajeng untuk mengisyaratkan Kevin dan Aldo agar segera pergi.
"Al gimana dong? itu guru kayaknya mau jalan kesini deh, duh gawat kita kehuan." Panik Kevin.
"Mana gua tau! Udah gausah dipikirin. Kalaupun dihukum, hukum ajalah, nggakpapa gua ikhlas." Jawab Aldo pasrah.
"Lo enak banget ngomong ikhlas, kalo gua juga kena hukuman berarti ini salah lo."
"Eh, tapi kok bu Ajeng bareng sama cowok ya?." Tanya Adel.
Semua pandangan mereka berlima tertuju pada seorang cowok berperawakan tinggi yang berdiri disamping bu Ajeng. Semakin berjalan mendekat semakin terlihat bahwa cowok itu tidak lain adalah Vemas. Perasaan seketika menjadi gugup karena bu Ajeng telah berdiri dihadapan mereka dengan mata yang mengintimidasi bersama Vemas disampingnya yang terlihat begitu santai.
"Aldo, Kevin? ngapain kalian ada disini bukannya kalian ada jam pelajaran sekarang?!" Tanya bu Ajeng sembari menengok Aldo dan Kevin secara bergantian.
"Hehehe, iya bu saya sama Aldo lupa kalo sekarang ada kelas. Saya sama Aldo permisi dulu bu." pamit Kevin dan hendak pergi.
"Mau kemana kalian? Belum disuruh sudah pergi saja." cegah bu Ajeng.
"Anu.. bu, ehm ada... ada apa ya? Oh iya ada ujian di kelas saya jadi harus cepet balik ke kelas, maaf bu." Bohong Kevin.
"Bohong bu, nggak ada ujian di kelas saya." Kata Vemas jujur.
"Yasudah, terserah kalian saja. sekarang pergi ke kelas sana!"
"Siap laksanakan bu." Jawab Aldo dan Kevin kompak dan meninggalkan lapangan termasuk Vemas.
"Dasar orang nggak berpendirian! katanya mau bantuin. Eh sekarang malah ninggalin." Ketus Jeje.
"Udahlah biarin aja." Kata Adel dengan sedikit lesu karena capek.
"Kalian bertiga juga kembali ke kelas sekarang. Ada materi yang harus saya bahas." Tegas bu Ajeng.
"Tapi tadi ibu bilang kalau tidak boleh masuk sampai bel istirahat berbunyi?" Tanya Adel.
"Kalian kalau tidak mau diberi materi yasudah disini saja sampai pulang sekolah kalau perlu."
"Jangan bu." Kata mereka kompak dan berlari menuju kelas.
Mereka bertiga bahagia. Tetapi sungguh Adelia bingung apa yang dilakukan Vemas sehingga membuat bu Ajeng yang terkenal tegas dan disiplin itu bisa berbaik hati seperti sekarang.
✨✨✨
Pembelajaran di kelas bertuliskan X MIPA 4 sekarang sedang berlangsung. Kelas yang tadinya begitu hening tiba-tiba berubah menjadi riuh. Akibat seorang cowok bergelar most wanted bernama Vemas itu memasuki kelas tersebut.
"Aduh, gue udah nggak bisa fokus belajar kalo udah kayak gini." Ujar salah seorang siswi kepada temannya.
"Mau ketemu gue ini pasti, nggak mungkin dong dia jauh-jauh kesini buat hal yang nggak penting." Ujar siswi lainnya.
Begitu reaksi para siswi yang membuat kelas begitu riuh dan mengganggu para siswa yang sedang mengerjakan tugas yang diberikan.
"Pemisi bu, maaf ganggu waktunya sebentar." Izin Vemas kepada bu Ajeng dengan sopannya.
"Iya tidak apa-apa, memangnya kenapa kamu bisa sampai kesini? Apa ada yang penting?"
"Iya bu, saya kesini mau bilang sama ibu kalo saya kasihan melihat mereka bertiga yang berdiri disana." Tunjuk Vemas pada tiga orang yang sekarang berdiri di tengah lapangan.
"Lalu apa urusannya sama kamu, ada pacar kamu juga disana?" Tanya bu Ajeng sinis.
"Ya enggaklah bu, saya kan murid teladan. Jadi tidak mungkin dong saya pacaran. Cuman saya kasihan saja sama mereka."
"Terus saya harus ngapain? Membebaskan hukuman mereka gitu? Dengar ya Vemas, saya ini guru PKN jadi sudah menjadi tugas saya mendisiplinkan murid."
"Tapi bu, saya juga sering dengar bahwa mapel PKN juga mengajari cara menghargai orang lain bu." Jawab Vemas tidak mau kalah.
"Lalu apa hubungannya?" Tanya Bu Ajeng penasaran.
"Tidak mungkinlah seorang guru hebat seperti ibu tidak tahu maksud saya." Kata Vemas sambil tersenyum kaku.
"Jawab yang jelas Vemas, saya tidak punya banyak waktu." Tegas bu Ajeng.
"Oke, begini loh bu. Mereka dihukum karena tidak mengerjakan tugas kayak saya dulu kan? Nah terus... "
"Bukan begitu, mereka memang sudah mengerjakan tugasnya tapi dengan menyontek dan hasil dari nilai itu juga nol." Jelas bu Ajeng.
"Nah, berarti sudah jelas dong bu, kalau mereka sudah berusaha. Menyontek itu nggak gampang loh bu. Ibu seharusnya menghargai usaha mereka."
"Menyontek itu kesalahan Vemas mereka harus di hukum agar tidak mengulanginya lagi."
"Tapi mengakui kalau mereka bersalah bukankah juga sebuah hal baik yang patut dipuji? bahkan mereka rela menerima konsekuensinya. Mengapa kesalahan kecil harus tetep diungkit dari pada besar kebaikannya bu?." Bela Vemas.
"Kamu ini mengganggu waktu pelajaran saya saja. Yasudah saya akan bebaskan mereka dari hukumannya nanti." Pasrah Bu Ajeng.
"Yah, kalau nanti keburu pingsan dia bu."
"Dia siapa yang kamu maksudkan?"
"Tidak bu, bukan siapa-siapa."
"Jawab yang jelas, biar saya tau harus bagaimana."
"Ehm, hanya sekadar info buat ibu, si Adel punya penyakit darah rendah. Bisa-bisa kalau dia pingsan, ibu mau berurusan sama ayahnya yang tentara?"
"Hah? Aneh-aneh saja kamu ini. sudah, sekarang kamu ikut saya kelapangan sekalian kamu kembali ke kelas. Jangan bolos kamu!" Perintah bu Ajeng
"Siap bu." Jawab Vemas dengan sigap.