Chereads / TELEPON TENGAH MALAM / Chapter 63 - Mystery Begins-3

Chapter 63 - Mystery Begins-3

Berbeda dengan May, Daran percaya dengan hantu, kisah misteri dan semacamnya itu memang ada atau mengandung kebenaran. Meski begitu, ia tidak ingin melihat atau mengalaminya sendiri. Cukup tahu dan menikmatinya dari film horor atau bacaan-bacaan misteri kegemarannya, alias penakut.

"Nggak jadi, deh, May. Nggak enak sama Om dan Tante, malem-malem keluar," kelit Daran kemudian, berharap May mengurungkan niatnya.

"Nggak apa, bilang aja mau temenin kamu latihan band, beres," tegas May.

"Tap-tapi…"

"Halah, udah, biasanya juga nggak papa."

Daran pun manggut-manggut pasrah.

Malam itu, mendekati tengah malam, mereka berdua mendatangi gedung sekolah SMA mereka. Gedung sekolah yang sebagiannya masih berupa gedung lama peninggalan jaman Belanda. Sama seperti umumnya, gedung sekolah mereka memiliki beberapa kisah Urban Legend yang dilestarikan turun temurun, antara lain penampakan sosok gadis berbusana sekolah jaman dulu di toilet yang terletak di bagian belakang sekolah. Selain itu, suara langkah kaki di koridor bagian gedung lama yang konon sering terdengar jelas oleh murid kelas tiga yang mengikuti pelajaran tambahan persiapan Ebtanas di malam hari, padahal ketika dilihat tidak ada seorang pun di koridor itu.

Setelah memarkirkan motor trailnya di depan gerbang sekolah yang terkunci, Daran dan May mengetuk-ngetukkan gembok membangunkan Pak Toyo, Penjaga Sekolah, yang biasanya tidur di dalam Pos Satpam. Benar saja, beberapa ketukan kemudian, Pak Toyo yang berbadan tambun muncul dari balik pintu Pos Satpam dan melangkah ke pintu gerbang.

"Lho, Mas Daran? Mbak May? Ada apa malem-malem ke sekolah?" sapanya heran dari balik gerbang.

"Maaf, Pak, mau ambil efek sama kabel gitar, ketinggalan di ruang Unit Musik," jawab Daran berbohong. May turut mengangguk.

"Kenapa nggak besok pagi aja ambilnya, Mas?"

"Ini masih latihan terus efekku rusak, Pak. Lha, pentase kan minggu ngarep. Nanti nek maine elek terus Pak Mudi marah, piye?" bujuk Daran menyebutkan nama Kepala Sekolah. Grup band Daran dan teman-temannya memang seringkali menjadi wakil sekolah dalam lomba-lomba ataupun mengisi acara di sekolah lain.

Akhirnya sembari manggut-manggut, Pak Toyo membukakan pintu gerbang dan mempersilahkan mereka masuk. "Yo wis, tapi ora arep macem-macem, to?

"Nggak, lah, Pak! Lagian ngapain juga macem-macem sama dia, huh!" jawab May sengit.

"Iya, iya, percaya, Mbak. Ya sudah, jangan lama-lama, ntar ada Mbak itu nongol," pesan Pak Toyo dengan merendahkan volume suara. Raut wajahnya berubah serius membuat Daran tersenyum kecut mendengarnya.

May dan Daran bergegas berjalan menyusuri koridor gedung baru yang terletak di depan gerbang sekolah kemudian berbelok ke arah ruangan Unit Musik dan unit-unit kegiatan sekolah lainnya yang persis berada di depan gedung lama dan dibatasi oleh koridor bangunan lama yang terkenal angker itu. Suara langkah kaki mereka terdengar menggema di sepanjang koridor yang dilalui.

Daran melirik ke kanan tubuhnya, tempat berjajar ruangan-ruangan kelas tiga, dimana ia dan May sehari-hari menghuni salah satu kelas itu. Ia di kelas Tiga Bio Dua sedangkan May yang berotak lebih encer di kelas Tiga Fisik Satu, kelas unggulan. Dilihatnya deretan daun jendela setinggi dua meteran dengan kisi-kisi pada dua pertiga bagian atas badan jendela bercat putih, tipikal model bangunan peninggalan jaman Belanda, yang tak pernah ia lihat sebelumnya semalam ini. Gelapnya bagian dalam ruangan kelas-kelas itu terlihat dari kaca bening yang tersusun di pintu ganda yang terkunci rapat. Angin malam yang berhembus membuat salah satu atau lebih dari pintu dan jendela tadi mengeluarkan suara berderak, biarpun tidak terlalu kencang namun di antara sepinya malam hal itu cukup membuat bulu kuduk meremang.

Ia mengelus lengannya dan berjalan semakin cepat.

"Ran, jangan cepet-cepat jalannya, ah!" Tiba-tiba suara melengking May menyadarkannya.

"Takut, ya?" susul gadis itu lagi. Ia meraih lengan Daran dan mendekatkan tubuhnya.

"Nggak. Kamu kali..?" Daran tersenyum kecil.

"Enak aja!"

"Lha ini, megang kenceng banget?!"

May sontak melonggarkan pegangannya. "Mana? Enggak, tuh."

Sekejap kemudian mereka sampai di depan ruang Unit Musik. Daran merogoh saku jaket dan bergegas membuka pintu ruangan itu. May masih tetap merapat di belakangnya. Biarpun ia tak percaya hal perhantuan dan sejenisnya, tetapi berada di tempat sepi dan remang di waktu tengah malam begini tetap saja membuat nyalinya menciut.

Setelah pintu terbuka setengahnya, Daran meraba dinding ruangan dalam gelap mencari saklar lampu. Sesaat sebelum jari tangannya menekan saklar lampu, sesuatu yang dingin terasa menyentuh kulit tangannya dan bergerak seperti bermaksud menggenggamnya.

"May, jangan main-main, ah!" serunya kaget.

"Daran, apaan, sih!" protes May di belakangnya.

Daran terkejut untuk keduakalinya sekaligus merinding ketika menyadari ternyata May berada tepat di belakangnya. Kedua matanya bergerak menyusuri seisi ruangan berukuran tiga kali lima meter persegi itu saat lampu menyala. Tak ada siapapun selain mereka dan alat-alat band.

Fiuuhh. Tapi, siapa tadi yang pegang tanganku?! Hantu? Ah, mungkin perasaanku aja. Daran bertanya-tanya dalam hati dan menghibur diri.

"Ketemu, Ran?" May menyeret sebuah kursi kemudian meraih gitar akustik di dekatnya dan memainkannya asal-asalan.

Daran meraih rak di hadapannya lalu menjawab May dengan anggukan kepalanya. Sebuah benda kecil berwarna hitam bertuliskan Metal Zone tergenggam di tangannya. "Sip, ketemu."

"Udah, yuk," ajak May cepat sembari beranjak keluar. Entah mengapa tiba-tiba seperti ada sesuatu yang membuatnya merasa semakin kurang nyaman berada di dalam ruangan itu.

Setelah mematikan lampu, Daran pun mengunci kembali pintu ruangan. Saat itu tanpa sengaja efek gitar yang ia pegang terlepas dari genggaman dan jatuh ke lantai. Suaranya cukup keras memecah keheningan.

"Monyong! Apaan tuh, Ran?" teriak May kaget.

"Nggak, ini lho jatuh," jawab Daran sembari membungkukkan badan untuk mengambil kembali efeknya yang jatuh.

Namun belum sempat jemarinya menyentuh benda itu, tiba-tiba sudut matanya melihat sesuatu melintas di balik kaki May yang berdiri hanya selangkah di belakangnya.

Nampak sepasang kaki seorang wanita tengah berdiri melayang sekitar sejengkal dari permukaan lantai. Kaki berwarna putih pucat, menyembul dari bawah gaun putih panjang yang ujung-ujungnya koyak dan usang.

Siapapun jika tiba-tiba melihat penampakan seperti itu pasti akan terpana ketakutan. Begitu pun Daran, hanya bisa menatap ngeri sementara sekujur tubuhnya seakan kaku tak dapat bergerak.

Melihat sahabatnya hanya terpaku pada posisi setengah terbalik seperti itu, May pun bingung. "Ran, kamu ngapain?"

"Han-hanttt-..!" tergagap Daran mencoba memberitahu May.

May merasakan sesuatu yang tidak beres melihat reaksi sahabatnya ini. Dengan takut-takut ia membalikkan badannya dan langsung berhadapan dengan sesosok hantu perempuan yang melayang hanya beberapa jengkal darinya.

"Hhh-hhaann-....." desisnya. Sekujur tubuhnya gemetar dan lututnya lemas seolah tak dapat menahan beban tubuhnya. Ia pun ambruk.

"Maayy..!" sontak Daran berteriak dan menghambur menangkap tubuh May sebelum jatuh menghantam lantai.