"Sahabat adalah bukti, bahwa masih ada orang yang selalu menemani kita tanpa meminta balas budi"
***
"Saya panggilkan, Sabiq Kusuma Atmaja." Seorang laki-laki masuk ke dalam laboratorium dan berdiri di samping Pak Arie. Semua anak perempuan di laboratorium memekik tertahan. Kecuali aku tentunya. Siapa yang tidak mengenal Sabiq, ketua OSIS di SMA Galaksi. Selain tampan dan baik terhadap perempuan, Sabiq juga terkenal mempunyai otak yang encer. Beberapa waktu yang lalu, aku dan Sabiq mengikuti lomba cerdas cermat perwakilan Negara di tingkat ASEAN yang diadakan di Manila. Alhasil, kami membawa medali perak sebagai oleh-oleh.
Aku mengangkat tangan dan menatap datar Pak Arie. "Pak, maaf menyela, apakah Bapak percaya dapat mengganti posisi penting Aaron dengan Sabiq? Kami belum tahu kemampuan dia sejauh apa. Walaupun Bapak yang merekomendasikannya untuk kami bukankah sebaiknya dia menunjukkan kemampuannya di depan kami?" usulku. Semua tim fisika mengangguk menyetujui usulanku.
"Lo nggak percaya sama gue Rish? Bukannya kita pernah lomba bareng ya?" tanya Sabiq.
"Bukannya nggak percaya sama kemampuan kamu, kita cuma mau tahu keunggulan kamu itu dimana. Aku juga nggak mau semuanya kacau balau kaya waktu itu." Aku menjawab pertanyaannya dengan tenang. Yang aku pikir, jawabanku tadi akan memancing emosi Sabiq untuk tersulut dan sekarang, dia mati-matian menahan emosinya. Kemarin ketika cerdas cermat, Sabiq merusaknya. Negara yang harusnya membawa medali emas, malah membawa medali perak karena ulahnya.
Dan sejak saat itu, aku membencinya.
"Sudah-sudah Irish, tidak perlu mengungkit hal yang sudah terjadi. Sebelumnya, saya beritahu kalau Sabiq juga mengerjakan soal test yang sama dengan kalian. Nilanya pun 92. Cukup memumpuni untuk masuk ke dalam tim fisika kita" Pak Arie melerai kami. Aku mendengus kesal. Aku belum puas untuk memojokkannya.
"Lalu, nilai Aaron berapa? Apa dia pantas untuk menggantikan Aaron? Kita membutuhkan anggota yang sudah jelas kemampuannya. Atau mungkin, kita membutuhkan anggota yang sama pintarnya dengan Aaron untuk dijadikan sebagai penggantinya." tanyaku dengan sinis. Semua teman-temanku terpaku. Tidak pernah mendengar nada bicaraku yang se-sarkastik ini. Aku terus ingin memojokkan Sabiq hingga dia meminta maaf padaku. Karena sejak kejadian itu, Sabiq sama sekali tidak berniat meminta maaf padaku.
"Nilai Aaron 95. Nilai kamu 97. Sedangkan nilai terendah kalian ada pada Aurora dengan nilai 90." Pak Arie sabar menjelaskan.
Aku tersenyum sinis. "Cih, bahkan nilai dia lebih rendah daripada Faris yang 94. Harusnya dia tidak pantas untuk menggantikan Aaron. Lebih baik Aleah atau Alfiana yang memang mereka mengikuti pelatihan bersama kami sejak awal." sindirku tajam.
"Irish, segitunya kah lo benci sama gue?" tanya Sabiq. Aku berdiri dan mengangguk mantap. "Iya! Dan aku nggak mau, kompetisi yang harusnya aku menangkan, dirusak lagi sama orang yang nggak bertanggung jawab kaya kamu!" bentakku.
"Mau lo apa?" tantangnya.
"Aku akan berjuang semaksimal mungkin buat narik Aaron masuk ke tim inti lagi. Aku nggak sudi posisi penting Aaron, digantiin sama orang nggak penting kaya kamu."
"Irish. Aaron tidak akan kembali ke tim." Pak Arie melerai.
"Maaf Pak, kalau saya terkesan egois. Tapi saya lebih sudi masuk ke tim astronomi, kalau seorang Sabiq harus masuk ke dalam tim inti fisika ini. Sekali lagi, maaf kalau saya egois. Saya permisi." Aku keluar dari laboratorium fisika. Moodku buruk begitu melihat sosok Sabiq masuk ke dalam tim inti OSN Fisika.
***
Aku tak henti-hentinya memukuli samsak didepanku. Semua kekesalanku benar-benar aku lampiaskan padanya. Hari ini, aku tidak ikut bimbingan fisika. Untuk sementara, aku benar-benar akan bersikap manis kepada Aaron agar dia mau masuk ke dalam tim inti lagi agar Sabiq si pengacau itu tidak masuk ke dalam tim inti. Aku bahkan meminta Melia untuk membujuk Aaron agar mau kembali bergabung ke dalam tim inti fisika Galaksi.
"Kayaknya lo lagi kesel amat Rish, mukul samsaknya gitu amat. Dua samsak udah lo robek, ini samsak ke tiga. Nggak kasihan sama tangan cantik lo apa? Udah lecet berdarah gitu. Gue ngeri sendiri liatnya" Kak Kenzie, seniorku, mendekatiku dan menontonku yang sedang memukuli samsak. Karena merasa diperhatikan, aku menghentikan kegiatanku dan duduk di depan Kak Kenzie dan menenggak botol minum hingga separuh habis.
Aku mengelap mulutku yang basah. "Iya nih kak, tadi ada masalah di labor fisika. Mana orang paling nyebelin di dunia ada disana lagi. Tambah benci aja aku sama dia." curhatku.
"Oh, gitu ya, kalo ada masalah aja, lo baru mau main ke sini. Main jotos-jotosan sama samsak. Kalo nggak ada masalah, ya sibuk sendiri di labor. Kita serasa udah nggak ada. Dateng kalo butuhnya doang." Kak Kenzie tertawa. Menertawaiku.
Aku terkekeh geli. "Iya deh, sori nggak pernah main kesini. Aku jarang kesini karena mau fokus ke olimpiade. Emang sih, tahun lalu aja aku udah jarang ikut gara-gara olimpiade juga. Ya, sesekali lah, aku bikin prestasi di pelajaran. Jangan di bela diri terus. Nanti orang-orang malah berpikiran aku itu cewek tukang pukul. Bisanya cuma main otot. Iya kan? Makasih atas samsak yang mau menjadi tempat pelampiasan emosiku."
Kak Kenzie tertawa. "Kali aja kalo ada masalah, pelampiasannya sama soal-soal fisikanya."
"Nggak suka digituin."
"Hehehe, iya maaf deh."
Keheningan terjadi. Aku memilih menarik tasku dan mengambil perban dari sana. Memberikan alkohol pada lukaku dan melapisinya dengan perban. Setelah selesai, aku kembali memasukkan alkohol dan perban serta plesternya ke dalam tasku.
"Lo nggak mau cerita masalahnya sama gue?" tanya Kak Kenzie.
"Tadi, eliminasi babak terakhir. Aaron keterima, tapi dia ngundurin diri. Pak Arie malah ganti posisi Aaron sama Sabiq. Aku tahu, Sabiq itu pengacau banget. Lagian juga nggak sepintar Aaron kalo lagi bahas fisika. Belum lagi, aku udah benci mati sama Sabiq sejak balik dari Manila. Aku nolak dia mentah-mentah buat masuk tim inti. Ini aku masih usaha buat narik Aaron masuk tim lagi."
"Lo masih ngungkit masalah Manila aja. Pak Presiden aja ikhlasin, masa lo enggak?"
"Pak Presiden ikhlasin karena beliau nggak ikut berjuang. Susah payah jadi skor tertinggi, eh dia malah ngerusak. Mana orangnya nggak ngerasa bersalah banget lagi. Nggak minta maaf. Aku bisa sih, nggak mengungkit masalah itu lagi, tapi aku itu mau lihat penyesalan dia. Aku mau kata maaf dari dia. Karena dia yang udah hancurin semuanya."
"Elo mah sukanya ngungkit-ngungkit masa lalu."
"Kak Kenzie, aku ini bukannya ngungkit, tapi aku nggak mau Sabiq merusak semuanya seperti dulu."
"Terserah lo deh."
"Ye.. Kak Kenzie di curhatin bukannya cari solusi malah panas-panasin hati. Nyesel aku cerita sama kakak." Aku bangkit dari duduk, berniat meninggalkan Kak Kenzie.
"Maafin gue yang nggak bisa bantu apa-apa ya."
"It's okay" Aku menarik tas dan melambaikan tangan pada Kak Kenzie lantas keluar dari ruang latihan.
"Rish! Jangan terlalu benci sama musuh lo. Lo bisa aja tiba-tiba suka sama dia." Teriak Kak Kenzie kepadaku. Jantungku terasa berhenti berdetak.
###