Chereads / Airplane Crash / Chapter 8 - Unforgettable Night Vol. 2

Chapter 8 - Unforgettable Night Vol. 2

"Ray, kayaknya mereka nyariin kita deh," ucap Sera.

Rayena pun bangun dengan mata yang tidak sepenuhnya terbuka. Tadinya Sera hanya ingin pergi ke toilet, tapi ia tidak sengaja melihat ke jendela dan mendapati teman-temannya sedang memandang ke arahnya.

"Lo mau ke toilet, kan?" tanya Rayena yang diangguki oleh Sera. Ia kemudian menyuruh Sera untuk cepat pergi. Jika teman-temannya sudah disini akan sulit baginya untuk pergi. Mereka berdua pasti diinterogasi karena tiba-tiba berada di pendopo tanpa kabar.

"Ray, kok bisa disini? Tadi Atlan liat tenda lo bocor ya?" tanya Janina.

"Iya. Pas banget abis balik dari curug tadi kita liat udah bocor, jadi langsung kesini deh," balas Rayena.

"Maaf banget ya, Ray. Kalo aja gue nggak pake acara nangis tadi, kalian pasti minta bantuin gue kan," lirih Malik.

Rayena sama sekali tidak masalah, apalagi mereka menjelaskan kalau Malik dan Janina tidak lagi berselisih paham. Rasanya lega sekali seperti sehabis buang air. Bicara soal buang air, sedaritadi Sera belum juga kembali. Karenanya, Rayena, Binar, dan Janina memilih untuk menyusul.

Saat tiba di toilet, mereka menemukan Sera yang terduduk lemas di depan bilik toilet paling ujung. Wajahnya pucat, badannya juga panas. Keringat dingin mengucur dari dahi dan lehernya, cukup banyak membuat ketiga temannya panik.

"Ra, lo sakit? Ayo balik ke pendopo. Kuat jalan nggak?" tanya Janina.

"Gue takut," lirih Sera masih dengan kepala yang menunduk.

"Cerita di pendopo aja ya, jangan lama-lama disini," usul Binar.

Setelahnya, Rayena membopong Sera karena tubuh gadis itu terlalu lemas untuk berjalan. Tidak ada yang tahu Sera kenapa. Rayena pikir tidak mungkin orang sakit tidak ada tanda-tanda apapun. Saat pergi ke toilet tadi, Sera terlihat segar bugar, karena itu Rayena membiarkannya pergi sendirian.

Sesampainya di pendopo, Sera tidak langsung menceritakan apa yang terjadi. Binar membuatkannya cokelat panas dan membiarkan Sera untuk meminumnya. Minuman hangat dan manis ampuh untuk menenangkan seseorang.

"Kayaknya Sera abis liat penampakan deh," bisik Malik pada Atlan. Namun ia tidak pernah sadar bahwa suara bisik-bisik miliknya tetap saja bisa didengar oleh orang lain di sekitarnya. Mendengar kalimat Malik membuat Sera tambah menangis.

Benar adanya, Sera melihat hantu. Walaupun hanya sekilas, tapi sukses membuatnya seperti ini sekarang. Harusnya Sera lari, tapi tubuhnya langsung jatuh ke tanah dan tidak sanggup untuk bangun. Ini adalah kali pertama Sera melihatnya, wajar saja.

"Ra, kita kan capek banget hari ini. Belom lagi kita sempet keujanan tadi. Mungkin aja halusinasi," ucap Rayena.

"Apapun itu, yang penting kita kan udah sama-sama disini. Ketakutannya dilupain aja ya," sambung Binar.

Atlan dan Malik tentu tidak diam saja, mereka bergantian menceritakan hal-hal lucu yang mampu membuat seisi ruangan tertawa. Samudera sendiri, ia duduk bersama mereka, tapi pandangannya mengarah ke jendela. Sesekali ia terlihat menahan tawa, tapi mereka semua tahu. Aneh memang laki-laki satu itu. Entah level kegengsian dirinya setinggi apa.

"Gue balik ke tenda ya," sahut Samudera tiba-tiba disaat Atlan sedang mencoba jokes baru yang ia lihat beberapa waktu lalu dari media sosial. Tentu saja, karena kalimatnya dipotong membuat jokes yang akan disampaikan Atlan menjadi tidak lucu. Namun itu yang membuat mereka tertawa. Menertawai Atlan, tentu saja. Bukan karena jokesnya, tapi karena omongannya dipotong begitu saja oleh Samudera di momen yang pas.

"Mau ngapain sih ke tenda? Sendirian, sepi tahu," balas Malik.

"Ini udah mau tengah malem, gue harus tidur," tegas Samudera yang langsung melengos begitu saja.

Setelah Samudera benar-benar pergi, Rayena yang sedaritadi diam mulai membuka suara, "Ini malem terakhir kita sama-sama disini. Liburan berikutnya masih setahun lagi. Jadi kita harus buat malam ini spesial."

"That's a brilliant idea," balas Janina.

"Games?" usul Malik.

"Sure," balas Sera yang juga disetujui oleh mereka semua disana.

Selagi keenam temannya sibuk bermain games di pendopo, Samudera sendiri sudah berada di dalam sleeping bag. Sudah dua puluh menit ia bulak-balik berganti posisi, tapi tetap tidak nyaman juga. Ia terus berpikir apa yang membuatnya tidak bisa tidur. Kalau karena sendirian, itu tidak mungkin. Dirinya sudah terbiasa bahkan terbilang lebih suka menyendiri.

Ada satu bayangan dimana otaknya terus memutar wajah Binar yang sedang tertawa saat mendengar jokes milik Atlan dan Malik tadi. Melihat Binar tertawa lepas membuat hati Samudera makin sakit. Ia teringat bagaimana ibunya selalu bercerita tentang masa sekolahnya dulu. Dimana tidak ada yang menyukai atau mengerti ibunya sebagai seorang tuli.

Semenjak bertemu dan mengenal Binar, ia marah. Mengapa ibunya tidak mendapatkan perlakuan seperti yang Binar dapatkan dari lingkungannya. Mengapa nasib dua orang tuli itu berbeda, bahkan sangat berbeda. Karena itu, Samudera memilih untuk tidak pernah mempedulikan Binar. Tidak berbuat jahat pada temannya itu, tapi ia hanya memilih untuk tidak usah peduli.

Sudah pukul satu lebih empat belas menit dinihari. Samudera merasa dirinya butuh ke toilet, maka ia bangun, tapi tidak mendapati Malik ataupun Atlan disampingnya. Teman-temannya pasti masih berkumpul di pendopo, entah apa yang mereka lakukan, Samudera tidak peduli.

Satu hal yang membuat Samudera kesal adalah ia hanya butuh ke toilet, tapi malah menemukan Binar yang sedang menangis di depan tendanya sambil meniupi lututnya yang penuh darah. Dirinya ingin sekali mengabaikan gadis itu, tapi nasehat ibunya untuk selalu berbuat baik, juga Binar yang sudah menolong dirinya tadi dengan mie instan.

Dengan terpaksa ia kembali masuk ke tenda untuk mengambil P3K di tasnya. Ia berjalan malas ke arah Binar dan duduk di samping gadis itu.

"Gue obatin biar nggak infeksi," ucap Samudera tanpa menatap Binar sedetik pun.

Binar sendiri sangat terkejut. Kalau diingat-ingat ini pertama kalinya Samudera menolongnya secara sengaja. Jantungnya berdetak lebih cepat karena panik dan kaget. Ia takut Samudera yang sedang sibuk membalut lukanya bisa mendengar detak jantungnya dan berpikir macam-macam.

"Kenapa bisa jatoh?"

"Gue balik sendirian, lari-lari, terus kesandung," jawab Binar terbata-bata.

Mereka tidak ada yang tahu, kelima temannya melihat mereka dari kejauhan. Awalnya, tidak ada yang menyadari hal itu karena mereka semua mengantuk. Namun mata elang Malik mampu melihatnya tanpa bantuan senter. Untuk itu mereka memilih berhenti dan bersembunyi di belakang tenda milik pengunjung lain. Berusaha tidak menimbulkan suara agar tidak ada yang terbangun.

Tapi sayangnya, Atlan melihat seekor hewan yang lompat dari pohon besar dan hal itu otomatis membuat dirinya berteriak heboh. Binar dan Samudera pun langsung menoleh dan menyadari kelima temannya sedaritadi mengintip. Samudera cepat-cepat membalut luka Binar dengan kain kasa.

"Sebenernya nutupin luka pake kasa itu nggak bagus, tapi sementara waktu aja. Besok pas sampe Jakarta langsung beli foam dressing di apotek," jelas Samudera.

Belum sempat Binar berterima kasih, Samudera sudah pergi begitu saja. Mungkin ia malas jika teman-temannya itu mengatakan hal-hal aneh yang ujung-ujungnya akan memancing emosinya nanti.

"Bi, kok bisa?" tanya Sera.

"Ih, Ra. Harusnya tanya dulu Binar kenapa sampe lututnya diperban gitu," balas Janina.

Binar menceritakan apa yang terjadi padanya tadi. Mereka semua merasa bersalah karena membiarkan Binar kembali sendirian ke tenda. Binar sendiri mengatakan ia sudah tidak apa-apa. Ia ceroboh karena berlari-lari tanpa hati-hati.

"Kayaknya Sam itu bakal care sama Binar kalo kita nggak ada deh," sahut Janina.

Entah apa yang salah dengan Rayena, tapi perasaannya menjadi tidak enak. Rasa cemburu itu belum pernah ia rasakan sebelumnya. Namun kali ini? Apa perasaan yang ia rasakan saat ini yang disebut orang sebagai cemburu? Rayena tidak pernah berpikir ia akan menyukai Samudera, laki-laki dingin yang diakui sebagian banyak orang tidak memiliki hati.

Malam ini, malam yang tidak bisa dilupakan baik untuk Binar, Samudera, ataupun Rayena. Malam dimana Binar dan Samudera saling tolong menolong, juga malam dimana Rayena merasakan ada yang salah dengan hatinya ketika melihat Samudera untuk pertama kalinya menunjukkan sikap peduli pada Binar.