Berlari, menghindari dari kejaran beberapa pria dibelakangnya.
Bibir tebalnya mengumpat sedari tadi, begitupun pengunjung pasar yang memakinya karena ia tabrak dengan sangat keras.
Membantu wanita tua yang membawa barang bawaannya terjatuh karenanya dan bergumam minta maaf dengan mata bergerak waspada.
Teriakan dari belakang tanpa tahu malu menggelegar di dalam pasar membicarakan uang dan uang padanya yang terus berlari dikelok-kelok kios menuju tempat yang ia tuju.
Melempar beberapa kardus didepan kos yang masih tertutup guna menghambat beberapa pria dibelakangnya. Ia seperti menjadi bintang film saja, pikirannya buyar saat kembali mendengar makian dari pengunjung pasar padanya.
Peluh memenuhi wajah tampannya bahkan disekujur tubuh sudah lembap sedari masih pagi yang sejuk ini.
Bagaimana tidak? Tiga pria yang mengejarnya itu sudah menunggu dari rumah kumuhnya dan mengejar hingga kemari sejauh 2,5 km jauhnya.
Sial.
Ia lelah, nafasnya berderu keras.
Melihat tiga pria tadi masih berjuang mengejarnya, setia sekali mereka, ia mempercepat pergerakan kakinya persekian detik.
Belok kanan, memasuki kios tumpukan beras, bersandar di sana dengan dada naik turun bak rollercoster. Mata tajamnya kembali menoleh lalu membuang nafasnya kasar melihat tiga pria itu kehilangannya dari pandangan mereka.
Melepas pengikat kepala seraya mengatur nafasnya. Baju merah tanpa lengan itu basah membuat lekuk tubuhnya tercetak jelas. Kakinya ia tekuk menumpu kedua sikut, menyisir rambut panjangnya yang basah dengan jari-jari dikedua tangannya.
"ya! Hwang Hyunjin?!" seorang pria paruh baya menghampirinya yang masih terduduk dilantai dengan tumpukan karung beras menjadi sandarannya.
"pagi paman," ucapnya datar.
"apa kau habis berolahraga lagi eoh?" yang dipanggil 'paman' tertawa keras, ia memasang sarung tangan serabutnya seraya mengangkat karung didekat pintu kiosnya untuk ia masukkan kedalam bak mobil.
"hm. Kemana aku harus mengantarnya?" berdiri, ia mengikat rambutnya dengan karet hitam yang ada ditangannya, tercepal kecil rambutnya karena itu.
Pengikat kepala tadi ia simpan di celana jeans koyak-koyak nan kumuh itu di saku.
"25 karung, kau antar kerumahsakit Jeguk grup." pria itu kembali mengangkat karung berukuran sedang berjalan kembali kearah mobil, sebelum itu menendang tulang kering si pemuda itu yang hanya memandangnya bekerja sedari tadi.
"aw!" rintihnya mengangkat kaki yang menjadi korban tendangan super Messi. Maksudku Ronaldowati rambut digunting kepala botak. Ah maksudku Ronaldo pemain bola yang berubah profesi menjadi duta sampo itu. Oke, lupakan.
"cepat kau angkat sisanya! Jangan memikirkan rentenir itu! Kerja yang rajin, maka hutangmu yang 365 tahun lagi baru lunas terbayarkan." canda pria itu.
"sial! Kakiku sakit karenamu paman!" adunya dengan terpincang ia menuruti dan mulai mengangkat 2 karung dengan mudah diatas pundaknya.
"hidup jangan banyak mengeluh bocah! Kerjalah yang keras dan lembur bagai kuda!"
"apa hubungannya?" gumannya dan terus mengangkat karung-karung itu ke bak mobil. Sebenarnya tidak ingin meladani si pria tua itu.
"kau tidak tahu kalau kuda itu pekerja keras?!" pria tua itu mengikat sapu tangan pada kepalanya, singlet putih yang ada ditubuh kekarnya kotor oleh debu.
"paman Siwon, kunci mobilnya?" tanya pemuda itu, yang dipanggil Siwon terus berbicara menjurus berpidato tidak jelas padanya.
Menghela nafas, ia menghiraukan si pria tua, memasuki kios meraih kunci yang terletak diatas meja kayu dengan alas kaca diatasnya. Terlihat nota-nota penjualan tertumpuk dibawah kaca bening itu.
"ya! Dengarkan aku jika aku sedang menyirami pesan rohani padamu."
"paman, ini masih pagi dan kau sudah berbicara omong kosong begini padaku."
Hyunjin mengambil sisa satu karung dari pria itu dan melemparnya ke bak. Ia memasuki mobil bak itu setelah mengambil Nota pengiriman yang ada disaku celana si pria tua terus berceloteh padanya.
Menghidupkan mesin mobil, tangannya melambai acuh dan segera pergi dari sana menuju rumahsakit tempat tujuan pengirimannya kali ini.
.
.
.
.
.
Tangan kecil itu sedari tadi menarik ujung baju si pemuda yang terduduk di sofa dalam ruangan putih itu.
Ia tersenyum kecil dan menolak dengan lembut ajakan anak perempuan berumur sekitar sembilan tahun.
"kakak, ayo temani aku~" gadis kecil itu menarik lengannya.
"Yuna belum sarapan," ujarnya berusaha menolak, ia mengusap rambut panjang itu dengan lembut.
"tapi Yuna mau ketaman itu kak, ayo~" masih membujuk, gadis kecil itu melepaskan tarikannya dan terduduk merajuk di samping.
"tunggu sarapan dan perawat datang ya? Baru kakak menemani Yuna ketaman belakang yang Yuna bilang hm?"
Ia menarik tubuh kecil itu untuk ia peluk dari samping dengan gemas, ia terkekeh membuat matanya menyipit dengan indah serta alunan tawa kecilnya.
Tepat mengatakan itu, perawat datang dengan troli makanan, mendekat kearah gadia kecil yang masih merajuk ditempatnya.
"nah Yuna makan dulu, kakak janji akan menemani dan bermain bersama Yuna."
"janji??" Yuna bangun dari duduknya, menghadap si pemuda itu. Tersenyum lagi, ia mengangguk cepat.
"kak Jeongin juga makan dengan Yuna!"
Gadis kecil itu tertawa, perawat yang masih di sana tersenyum kecil melihat interaksi pasien-pasiennya dan mengatakan mereka harus meminum obatnya setelahnya. Menatap gemas, Jeongin dan Yuna mengangguk serentak dengan pipi penuh.
.
.
.
.
.
Hyunjin memarkirkan mobilnya tepat digerbang belakang rumah sakit, meminta izin pada penjaga untuk membiarkannya masuk mengantar kiriman beras.
Setelah ia menunjukkan nota, ia diizinkan masuk dan siap mengangkat karung beras itu kedalam ruangan yang sudah dipastikan dapur rumah sakit.
Membungkuk sebentar pada kepala dapur di sana dan menuruti perkataan wanita paruh baya itu untuk ia letakkan disudut ruangan.
"terimakasih nak," ucap wanita itu.
Hyunjin hanya membungkuk kecil, ia pergi dari sana dan kembali membereskan mobil baknya.
"kak!! Yuna melihat kupu-kupu di sini!"
Mata tajamnya tidak sengaja menoleh disebelah kanan yang terdapat taman kecil di sana.
Taman kecil itu terletak pada sayap belakang rumah sakit. Tepian taman di kelilingi tumbuhan yang berbunga setinggi paha orang dewasa.
"kak kemarilah!" Hyunjin masih menatap gadis kecil itu yang menyeret seorang pemuda yang duduk dikursi tidak jauh jaraknya dari Yuna yang Hyunjin yakini itu namanya.
"bunganya sangat indah kak!! dan banyak kupu-kupu cantik di sini." seruannya semangat.
Yuna menarik tangan pemuda itu untuk berjongkok di sampingnya.
"benarkah?"
"wah! Kupu-kupunya mengelilingi kak Jeongin!!" gadis itu melompat senang.
Hyunjin menukik alisnya sebentar, dan ia baru menyadari maksud dari perkataan gadis kecil itu.
Ia menatap iba pada pemuda itu yang masih bertanya-tanya pada gadis kecil dengan pakaian yang sama mereka kena.
Jarak mereka tidak terlalu jauh dari Hyunjin, pembicaraan mereka berdua bahkan dapat Hyunjin dengar dengan jelas.
Pemuda itu tertawa.
Melihat itu, Hyunjin tidak bisa mengalihkan atensinya. Mata indah itu menyipit, senyum diwajahnya lebar, rambut hitam kelamnya di sapu dengan lembut.
Ia seolah terhipnotis dengan pemandangan didepannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
TO BE CONTINUE
See you💚