Dari arah kejauhan, sang mentari tampak tenggelam diujung kaki langit sana. Mencoba untuk mengucapkan selamat tinggal pada dunia lantas mengucapkan selamat datang pada sang rembulan malam. Halilintar yang tengah termenung sembari terduduk disamping jendela tampak setia memejamkan kedua netranya dalam-dalam dan menikmati terpaan angin ringan yang iseng memainkan anak rambutnya pelan, tanpa sadar ia membuang napas lelah.
Kembali teringat dengan obrolan bersama Paman Chen tadi sore, mendadak mood Halilintar hancur seketika. Bukan karena terjadi sesuatu hal buruk atau bagaimana tetapi tentang kondisi perusahaan Paman Chen yang semakin meningkat pesat. Membuatkan Halilintar yang juga bertugas menjadi wakil cadangan Paman Chen pun harus ikut masuk kedalam urusan perusahaan yang berada di Amerika Serikat atau biasa disebut dengan AS.
Permintaan kerja sama dan kontrak yang semakin banyak, tentu saja itu akan membuat Paman Chen kerepotan bukan kepalang. Apalagi melihat hasil kerja Halilintar yang hanya melalui online, tentu saja itu tidak akan cukup.
Mau tidak mau, bisa tidak bisa, Halilintar harus secepatnya untuk pergi mengunjungi perusahaan tersebut dan mengurusi beberapa persyaratan atas kontrak kerja sama antara dua perusahaan itu sendiri.
'Tok-tok-tok-tok'
Tersentak sejenak, pikiran Halilintar yang sempat melayang tak jelas pun pada akhirnya kembali juga. Terseret kedalam dunia nyata yang menyedihkan ini, Halilintar menoleh kearah daun pintu yang berbunyi.
"Siapa?" Tanyanya datar.
"Ini aku Kak, Gempa. Erk...maaf ya Kak kalau Gempa mengganggu waktu Kakak tapi sekarang sudah waktunya makan malam. Mari turun dan makan dulu, Kak" Jawab Gempa dari balik pintu.
"Hn oke, aku turun sebentar lagi"
"Oke Kak, Gempa tunggu dibawah ya?"
"Hn"
Selintas bergumam lirih, sepasang indera pendengaran Halilintar mulai menangkap hentakan langkah kaki yang terdengar samar-samar. Ternyata Gempa memang sudah turun kelantai bawah.
Huh baiklah, dari pada dia harus diteriaki dua kali oleh kedua saudara kembarnya lebih baik Halilintar menuruti kehendak mereka terlebih dahulu. Kalau saja ia menuruti kemauan dari hawa nafsunya, Halilintar lebih baik memilih untuk menahan rasa laparnya dan kembali mengerjakan urusan kantor. Lagipula urusan makan bisa nanti-nanti saja, tak terlalu penting juga.
Memutar permukaan kenop pintu, Halilintar mulai melenggang pergi dari kawasan kamarnya. Berjalan santai menuruni anak tangga, ia mulai melangkah menuju area dapur. Dimana kedua adiknya tengah bosan sembari menunggu kehadiran darinya.
Taufan yang pertama kali menyadari akan kedatangan sang Kakak pun berdecak pelan, sedikit memajukan bibirnya. "Nah datang pun akhirnya, cepetan Kak. Aku lapar"
"Lapar tinggal makanlah" Sahut Hali cuek, menarik pangkal kursi lantas mendudukinya.
"Nyeh, Gempa melarang ku untuk makan sebelum Kak Hali kesini" Cibir Taufan.
"Habisnya Kak Taufan gak sopan sih" Bantah Gempa yang tak ingin disalahkan begitu saja oleh Taufan.
"Ish, nyebelin. Taulah, aku ngambek nih" Membuang muka kearah lain seraya melipat kedua tangan didepan dada, Taufan menggelembungkan kedua pipinya yang terlihat tembam.
Sedangkan Halilintar dan Gempa pun hanya sekilas melempar pandangan saja, memberikan beberapa intruksi melalui kontak mata. Walau pada detik berikutnya Halilintar mulai menyentuh piring dan berbagai macam lauk-pauk yang terhidang disana. Menaruhnya diatas piringnya tersebut.
"Bagus deh kalau begitu, itu tandanya makanan ini untukku dan Gempa saja kan? Ayo Gem makan, Taufan tidak lapar katanya"
"Oh oke Kak, bagus deh. Kita jadi bisa ngirit makanan juga, kan biasanya Kak Taufan yang selalunya menghabiskan semua persediaan" Sambung Gempa yang juga mulai menikmati hasil masakannya sendiri.
Setelah pulang sekolah dan membersihkan seluruh anggota tubuh dari kotoran, Gempa memutuskan untuk memasak menu yang agak berbeda dari biasanya.
Karena ingin mencoba menu baru yang ia pelajari dari resep sebuah buku masakan yang baru saja Gempa beli dari toko, iseng-iseng saja ia ingin mempraktekannya. Memandangi suasana malam ini yang juga terasa sendu nan dingin karena hujan deras yang membanjiri pekarangan rumah mereka, kali ini Gempa ingin memasak sop wortel dengan ayam goreng.
Hn, itu pasti enak sekali apalagi ketika dinikmati dengan nasi liwet panas dan hujan seperti ini.
Semakin menggelembungkan sepasang pipinya, Taufan memicingkan matanya sejenak. Menelan ludah perlahan, entah mengapa masakan Gempa kali ini keliatannya terlihat enak sekali dan menggiurkan. Apalagi Taufan kan memang sedang dalam keadaan kelaparan, semakin lemahlah iman yang dimiliki oleh dia saat ini.
Halilintar yang diam-diam mengamati pergerakan Taufan sedari tadi, tak terasa dia mengulum senyuman tipis.
"Masih mau ngambek, Taufan? Makanannya enak loh" Ejek Hali, sengaja menyuap dengan gerakan slow tepat didepan Taufan.
"Iya Kak, masakan Gem enak loh" Ketularan kelakuan sang Kakak sulung, tampaknya Gempa pun ikut serta untuk menggoda Kakak keduanya. Lumayanlah, momen langka.
"Ish bodo amatlah, aku lapar!" Teriak Taufan setengah jengkel, dengan cepat ia mengambil sendok sayur dan mengisi piringnya yang tadinya tandas hingga penuh.
Gempa terkekeh geli menyaksikan perangai Kakaknya yang terlihat_ mungkin lucu baginya. Jarang juga kan mereka bisa menggoda seorang Taufan yang biasanya dia yang berbuat jahil. Sedangkan Halilintar, dia sudah menduganya. Taufan ini hanya pura-pura merajuk saja, dasar modus.
"Hust, jangan ketawa! Orang lapar malah diketawain, huh menyebalkan" Ketus Taufan, kembali menyuap se-sendok nasi.
Suasana yang tadinya ramai oleh gelak tawa pun perlahan mulai menghilang, tergantikan oleh keheningan yang melanda ketiganya tampak sibuk pada pikirannya sendiri-sendiri.
Tak membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan jatah makan malam yang dimiliki oleh Halilintar, ia bangkit dari duduknya. Hendak mencuci piring makannya didalam wastafel, seketika gerakannya langsung dihalangi oleh Gempa.
Menarik lengan Halilintar yang ingin beranjak dari tempat duduknya, Gempa tersenyum manis kepada sang Kakak. "Biar Gempa saja Kak yang nyuci, Kakak istirahat saja. Sepertinya Kakak banyak pikiran"
"Aku tidak papa Gem, aku bisa sendiri kok. Kau lanjutkan saja makannya, setelah ini aku ingin meminta pendapat kalian tentang perusahaan paman Chen"
"Khe? Memang kenapa dengan perusahaan paman Chen? Ada sesuatu hal yang buruk kah?" Bergabung kedalam percakapan yang terdengar penting baginya, Taufan memutuskan untuk bertanya.
Halilintar menggeleng samar, berbalik membelakangi kedua adiknya. Mulai membasuh piring miliknya, "Tidak papa, tidak ada hal yang buruk kok. Kalian jangan khawatir"
"Lalu, Kak Hali mau minta pendapat apa dengan kita?" Memiringkan kepalanya sejenak, Gempa kembali melontarkan pertanyaan.
"Hooh, kayaknya penting sekali"
"Yeah, sebenarnya paman Chen tadi menghubungiku. Ada beberapa urusan kontrak antara perusahaan kita dengan perusahaan lain dan paman Chen tentu tidak bisa mengurusinya seorang diri" Jelas Hali.
"Hn, lalu?"
"Paman Chen memintaku untuk pergi ke Amerika dan mengurusi semua berkasnya"
"Hah? Amerika?!"
🌺~~**~~🌺