Adrian
Aku tahu semuanya butuh proses, jika biasanya aku akan ikut tidak peduli dengan Tasya.Kali ini aku akan memulai semuanya dari awal.Aku ingin meyakinkan Tasya,aku ingin dia dekat denganku. Aku tak tahu akan seperti apa nantinya.
Hari ini sepertinya hari keberuntunganku, karena kami sama-sama bekerja di shift yang sama di rumah sakit.Tasya memang dokter anak dan aku dokter bedah saraf, keahlian kami berbeda.Hari ini tiba-tiba saja ada kasus kecelakaan ibu hamil, yang menyebabkan aku sebagai bedah saraf,bedah umum, spesialis obygn dan spesialis anak harus bekerja sama.Disinilah aku bersama semua dokter termasuk Tasya.
Aku bisa melihat betapa Tasya cekatan mengurus bayi yang baru saja dilahirkan, dia bahkan dengan teliti memeriksa bayi itu.Namun baru saja kami akan lanjutkan untuk operasi ibu bayi itu,takdir berkata lain.
Kami semua turut berduka apalagi ayah bayi tersebut sudah lebih dulu tiada dalam kecelakaan.Tasya cukup terkejut namun bisa mengendalikan dirinya. Begitu selesai semuanya, aku segera menuju ruang istirahat dokter yang sebenarnya jarang ku lakukan.
Kulihat Tasya dan Galang sedang beristirahat,Galang orang pertama yang melihatku, dan sempat terlihat terkejut.
"Ada angin apa dokter Adrian ikut kami istirahat disini?"
Aku hanya diam tak mempedulikan omongan Galang.Lalu duduk diantara mereka berdua, Tasya tampak asik saja dengan lamunannya.
"Sya, bengong bae lo." celetuk Galang.
"Eh, apa lang?" jawabnya terkejut
"Kenapa?Masih mikirin pasien tadi?" tanya nya, aku hanya mendengarkan pembicaraan mereka saja belum benar-benar ku tanggapi.
"Kayanya kalau bayi tadi tidak akan di jemput sama keluarga nya, gue akan adopsi deh lang. Menurut lo gimana?" tanyanya dan membuatku tersedak sehingga membuat keduanya menoleh kepadaku.
"Kenapa lo?" tanya Galang padaku, tasya memberikan tisue padaku sambil menatapku dengan tatapan bertanya.
"Gue kaget aja."
"Oh." jawab Galang sedangkan Tasya hanya mengendikkan bahu.
"Lo kan sibuk Sya, yakin lo mau adopsi?Nanti tanggapan sodara-sodara gimana?Gue sih dukung aja tapi lo siap dengan semua konsekuensinya, lo kan tahu gue nggak bisa bantuin lo karena lo nggak mau mereka tahu lo itu seorang dokter."
Tasya tampak berpikir, dan aku merasa aneh. Galang mengatakan hal aneh dan membuatku semakin bingung dengan situasi ini.
"Udah ya gue duluan lang."
"Duluan dokter." ucap Tasya padaku.
Galang tersenyum, aku tahu dia sudah bisa menebak pikiranku.
"Lo kenape?"
Aku hanya bisa mengendikkan bahu, "Yakin lo?" tanyanya lagi.
"Oke gue nyerah,maksud lo keluarga lo nggak tahu Tasya dokter apa?"
Galang malah beranjak dari tempatnya lalu menepuk pundakku, "Hidup dia tidak selancar kelihatannya Dri.Kalau lo cuma penasaran, menyerah saja, jangan pernah sakiti dia." jelasnya lalu meninggalkanku sendirian.
Tasya Ariani
Hari ini cukup berat, disaat ada kasus urgent, malah saat itu juga pasien itu tiada meninggalkan anaknya yang baru lahir.Aku menatap bayi yang baru saja di bersihkan oleh perawat dan ku periksa kembali.Aku kasihan tapi aku harus mengendalikan perasaanku, begitu selesai dipriksa aku segera menuju ruang istirahat dokter. Aku melihat Galang sudah lebih dulu disana, menikmati secangkir kopi. Sedangkan aku langsung duduk saja di hadapan Galang tanpa mengatakan apapun.
Galang yang terkejut menepuk tanganku, "Salam dulu ke kaget gue." ujarnya.
Aku menoleh pada Galang dan berkata, "Siang dokter Galang." ujarku.
"Telat lo."
Aku hanya mengendikkan bahu, tak peduli dengan omelan Galang dan menikmati jus yang aku bawa.
Tak lama kemudian ada seseorang masuk, aku tak begitu memperhatikan karena sibuk dengan pikiranku sendiri.
"Kalau bayi tadi tidak ada yang jemput, gue adopsi anak itu menurut lo gimana?" tanyaku pada Galang.
Aku tahu Galang terkejut tapi ternyata dokter Adrian lebih terkejut, Galang sih memang sudah biasa karena aku selalu memintanya melakukan hal yang menurutnya tidak masuk logika.
seperti tidak perlu memberitahu keluarga jika aku dokter dan pura-pura tak tahu pekerjaanku.
Aku membantu Adiran dengan memberinya tissue.
Galang sempat menanyakan keseriusanku dan memberi tahuku semua resikonya.Ya aku tahu perkataan Galang benar, sehingga ku putuskan beranjak dari situ dan segera menuju ke ruanganku setelah pamit pada dr Adrian juga.
Dalam perjalanan aku masih terus berpikir, sehingga sampai ke ruanganku. Entah mengapa ku pikir mungkin lebih baik aku pindah ke rumah dinasku saja agar mereka semua tak bisa mencampuri urusanku.Lalu ibuku?Ah lebih baik aku bertanya saja pada beliau, bagaimana pendapatnya.
Meski hatiku yakin, tapi aku tahu akhirnya yang menjadi nomor satu untukku adalah ibuku.
To Be Continue