Sebelum Citra sempat menjawab pertanyaan Satya, ponsel di tasnya bergetar. Dia mengulurkan tangannya dan mengeluarkan ponsel. Saat melihat layar ponselnya, dia terkejut bukan main. Ternyata yang meneleponnya adalah ibu Miko yang biasa dipanggil Nyonya Melinda.
Citra menjawab telepon tanpa ragu-ragu, dan suaranya menjadi manis, "Tante Melinda? Ada apa tante?"
"Citra, apakah kamu tidak ada kegiatan malam ini?" tanya ibu Miko. "Memangnya ada apa tante?" Citra balik bertanya karena tidak tahu maksud dari ibu Miko.
"Tidak apa - apa, jika kamu tidak ada janji atau kegiatan nanti malam, datanglah ke rumah untuk makan denganku. Bagaimana?" ujar ibu Miko membujuk Citra. Meskipun Citra tidak terlalu mengenal ibu Miko, tapi dia tahu bahwa wanita itu kelihatannya lembut, tetapi sebenarnya dia adalah wanita yang sangat cakap. Pertemuan kali ini pasti ada hubungannya dengan Yulia. Citra menjawab dengan senyuman, "Baik, tante. Aku akan mengunjungi tante jika ada waktu."
Ketika Citra menutup telepon, Satya telah membanting setir dan memutar mobil. Citra berkata, "Kita ke mal dulu. Aku ingin membawa beberapa hadiah."
____
Mobil mewah yang dikendarai Satya berhenti di depan rumah Keluarga Manurung. Sebuah vila dengan cat putih susu itu tampak indah di bawah cahaya matahari yang segera terbenam. Ketika Citra masuk ke ruang tamu, dia tidak terkejut melihat Miko ada di rumah, tapi yang mengejutkannya adalah Yulia juga ada di sana.
Di awal musim hujan ini, Citra hanya mengenakan kaos berwarna ungu muda. Rambut hitam panjangnya tersampir lembut di pundaknya, kepalanya menunduk, jari-jarinya yang putih dipelintir, dan dia terlihat sangat gugup.
Ketika Miko melihatnya muncul, dia langsung mengerutkan kening, "Mengapa kamu ada di sini?" Citra memegang hadiah di tangannya, dan pandangannya berpaling ke Yulia. Dia menjawab dengan ringan, "Ibumu mengundangku untuk makan malam."
Yulia tiba-tiba terbangun, menatap Citra, dan menyambutnya, "Halo, Citra." Citra hanya tersenyum tipis.
Ketika Citra melihat Yulia terakhir kali, meskipun dia memiliki beberapa memar di wajahnya, itu tidak serius, dan dia bahkan tidak terlihat terlalu menyedihkan. Tapi sekarang, sudut matanya berwarna biru tua dan ungu, termasuk sudut bibir, dahi, dan wajahnya. Semuanya memar.
Citra mengerutkan kening. Wajah Yulia dipenuhi dengan permintaan maaf yang menyedihkan, "Citra, aku benar-benar minta maaf atas apa yang terjadi tadi malam."
Citra meletakkan hadiah di atas meja di ruang tamu dan berkata dengan ringan, "Kamu adalah kamu, suamimu adalah suamimu, kecuali kamu meminta suamimu melakukan itu, maka kamu tidak perlu minta maaf. Apa yang terjadi tadi malam tidak ada hubungannya denganmu, dan kamu tidak perlu meminta maaf padaku."
Yulia menatapnya seolah ingin mengatakan sesuatu, tapi dia menundukkan kepalanya lagi. Miko duduk di sofa yang besar sendirian, menatap Citra dalam diam. Citra mengambil teh yang diserahkan oleh pelayan. Dia dengan santai duduk di sofa, menundukkan kepalanya dan meniup teh di cangkir agar tidak terasa terlalu panas. Dia bersandar ke belakang, lalu mengangkat matanya ke pria yang duduk di sisi berlawana. Dia tersenyum, "Apa yang kamu lakukan ketika kamu melihatku? Apakah kamu juga berpikir bahwa aku yang meminta ibumu untuk memanggil Yulia ke sini?"
Miko menatap wajah Citra yang tersenyum cerah. Ada ejekan di wajahnya, "Kamu ingin memberitahuku bahwa itu bukan kamu, huh?"
Citra menjawab dengan ketus, "Bukan aku, karena menurutku situasinya belum mencapai titik di mana aku membutuhkan ibumu. Skandal antara kamu dan Yulia juga tidak ada hubungannya denganku."
Setelah jeda, mata Citra bertemu dengan mata Miko. Dia secara berbicara terus terang, "Aku akui bahwa kamu aku memang mencurigakan, tetapi jika kamu menuduhku, setidaknya kamu harus menunjukkan bukti. Lihat sekarang, apa kamu punya bukti bahwa aku yang menyebarkan rumor itu pada media?"
Wajah Miko menjadi dingin dan tatapannya tajam. Dia bertanya dengan suara yang dalam, "Kalau itu bukan kamu, lalu siapa yang mengatakannya ke media? Hanya kamu yang tahu tentang itu."
Citra menatapnya, "Kamu bisa memeriksanya sendiri. Aku yakin kamu punya kekuatan yang cukup untuk mencari tahu tentang orang yang telah membongkar skandal itu ke media. Kamu adalah bos di perusahaan sekelas Montana, tidak mungkin kamu tidak akan mendapatkan jawabannya."
Yulia duduk dengan tenang di sofa seolah-olah dia tidak ada di sana. Karena terkejut, dia mengangkat kepalanya untuk melihat Citra, wajahnya menjadi sedikit panas. Jari-jarinya tangannya yang ada di lutut perlahan meringkuk. Setelah itu, dia melihat Miko lagi. Namun, mata Miko tertuju pada wajah Citra yang terdiam.
Tiba-tiba pelayan datang dan berkata, "Tuan muda, Nona Citra, Nona Yulia, Nyonya meminta saya untuk memanggil Anda semua ke ruang makan untuk makan malam."
Di ruang makan, ibu Miko mengenakan pakaian sederhana dan anggun. Dia tersenyum tipis, "Duduklah, anggap saja rumah sendiri. Silakan nikmati makanannya, jangan sungkan-sungkan." Citra tersenyum manis, Miko selalu mengerutkan kening dan bersikap acuh tak acuh, sedangkan Yulia merasa tertekan.
Setelah ibu Miko duduk, dia secara khusus menuangkan semangkuk sup dan menyerahkannya kepada Citra, "Ayolah, Citra, ini adalah sup yang dibuat khusus oleh tante untukmu. Kamu pasti suka!" Citra menundukkan kepalanya dan menyesapnya. Dia mencicipi rasanya dan langsung memuji, "Baunya sangat harum, dan rasanya sangat segar. Wah, ini sangat lezat! Tante memang jago memasak!"
"Ah, kamu benar-benar pandai memuji, ya." Ibu Miko tersenyum lebar, "Miko berkata bahwa ujianmu hari ini berjalan dengan baik. Benar begitu?" Mata Citra berputar sedikit kebingungan, "Ya, jika para dosen tidak mempermalukanku, mungkin itu akan berjalan lancar, tante. Aku sedikit kesulitan saat mengerjakan soalnya tadi karena aku sudah cuti selama sekitar enam bulan."
Tentu saja Citra merasa kesulitan. Dia belum belajar sama sekali. Malam sebelumnya, dia memesan Hotel Oceana agar bisa menguntit Miko dan mengikutinya. Jangan lupakan insiden saat dia meminum obat perangsang, tapi Miko justru meninggalkannya. Setelah itu, dia menghadiri pertemuan dengan teman-temannya di Bar Castillo. Mana sempat dia belajar?
Ibu Miko tersenyum dan melirik putranya, "Citra masih muda dan itu normal untuk bermain-main bersama teman-teman. Sebagai tunangannya, jangan desak dia untuk belajar terus dan hidup membosankan. Selain itu, sebagai seorang aktris, kemampuan aktingnya juga sangat bagus."
Yulia menggenggam erat sendok dengan jari-jarinya, dan menjawab dengan lembut, "Ya, aku juga pernah menonton film yang diperankan oleh Citra. Dia terlihat sangat cantik dan kemampuan aktingnya memang sebaik itu. Dia adalah aktris bertalenta yang tidak hanya mengandalkan tampang."
Siapa pun dapat melihat bahwa Yulia sedang tertekan dan gugup. Senyumnya bahkan tampak dipaksakan. Miko memandangnya ke samping, dan berkata setengah berbisik, "Yulia, jangan terlalu gugup. Ibuku hanya salah paham karena skandal baru-baru ini dan tidak akan melakukan apa pun padamu. Makan yang banyak agar kamu tidak kurus."
Ada sedikit rasa kesal di mata ibu Miko, tetapi dia masih tersenyum, "Ya, media memang menjadi semakin tidak profesional akhir-akhir ini. Mereka sangat suka membuat berita yang mengada-ada." Setelah sedikit jeda, dia mengubah percakapan dan bertanya dengan senyum tipis, "Oh, ya, aku sempat membaca koran. Kamu menikah dengan seseorang keturunan Tionghoa yang merantau di Amerika Serikat, ya? Apakah dia berencana untuk kembali ke Sumatera dalam waktu dekat agar bisa menghadiri pernikahan Miko bersama denganmu?"