Citra masih merasa mual. Jika tadi dia tidak muntah di kamar kecil di restoran, dia mungkin akan muntah di dalam mobil Miko saat ini. Dia menyandarkan kepalanya di kursi, matanya setengah menyipit menahan rasa mual. Suaranya serak saat dia berbicara, "Miko."
"Ya?"
"Jangan biarkan Satya tahu."
Miko bukanlah orang yang pemarah. Dia selalu menjadi lembut saat di depan Citra, dan dia tidak pernah kehilangan kesabaran. Tetapi kata-kata Citra barusan akhirnya membuatnya sedikit marah, "Kamu hanya flu dan tidak menderita penyakit mematikan. Apa yang harus ditakuti darinya? Kenapa dalam keadaan seperti ini kamu masih memikirkannya? Pikirkan dirimu sendiri."
Citra membuka matanya dan menatapnya. Di langit yang gelap, matanya kosong. Suaranya yang lemah seperti terjerat oleh sesuatu. Dia berkata dengan suara yang sangat pelan, "Ketika kamu berpikir bahwa kamu sedang merindukan seseorang, apakah kamu akan lebih merindukannya ketika kamu melihatnya, atau saat kamu tidak melihatnya?"