Mendengar suara Satya, Citra kembali dari lamunannya. Dia berjalan, lalu duduk di kursi di samping tempat tidur. Dia mengangkat matanya dan memandang wajah pria yang sedang duduk di ranjang rumah sakit. Satya masih sangat tampan, tetapi dia telah kehilangan banyak berat badan. Wajahnya terlihat semakin suram.
Mata mereka saling berhadapan. Ekspresi Satya begitu acuh tak acuh, sehingga Citra tidak bisa melihat emosi yang sedang dirasakannya. Alis Satya tampak hitam pekat, seperti pedang yang sangat tajam. Dia menatap Citra dengan tenang, seolah ingin membiarkannya berbicara terlebih dahulu.
Tatapan seperti itu membuat Citra merasa bingung. Jari-jari yang jatuh di lututnya perlahan-lahan melengkung. Dia tanpa sadar memanggil namanya, "Satya."
Bibir tipis pria itu bergerak-gerak ringan. Dia tersenyum sekilas, "Kamu tidak pernah berniat untuk datang. Mengapa sekarang kamu berinisiatif untuk kemari?"