Chereads / Home of Ardor / Chapter 9 -   CHAPTER IX : SI PRIA BLONDE   

Chapter 9 -   CHAPTER IX : SI PRIA BLONDE   

" Selamat malam, Lady Lorraine kecil."

Pria rupawan lain dengan suara husky dan rambut pirang yang bisa dibilang cukup berantakan akibat terpaan angin yang sialnya justru menambah ketampananannya, memang alam terkadang tak cukup adil. Eve yang merasa sapaan itu untuknya segera memberikan salam kepada pria yang ia yakini sebagai salah satu sosok penting karena mengenakan setelan khas kerajaan dengan sebuah mantel.

" Selamat malam juga, Yang mulia pangeran Devian Ingrid De Ryvero." Eve membungkukkan tubuhnya sembari mengangkat sedikit gaunnya. Jantungnya berdegup keleewat kencang akibat rasa gugup yang mendera bukan karena ketampanan putra Britania Raya namun dirinya takut membuat kesalahan kala bertemu dengan anggota kerajaan.

Meskipun Madyline dan guru tata krama nya telah memberikan dasar pembelajaran dan ia pernah mendengar kabar burung serta membaca mengenai anggota kerajaan, tetap saja menyandang gelar Lorraine sekaligus calon istri sang Duke merupakan tanggung jawab yang sangat besar dan berat, itu terasa sangat berbeda saat ia masih berada di Van Alen.

Pria bersurai pirang yang dipanggil dengan sebutan ' Yang Mulia Pangeran' itu tersenyum miring, manik abu-abunya menatap lurus gadis yang telah menegakkan tubuhnya sembari memberi senyum kecil. Seolah tengah memeriksa inci demi inci gadis dihadapannya, sang pangeran mengelus dagu runcingnya.

" Terima kasih atas sapaan mu, aku sangat merasa tersanjung anda dapat mengenali saya lady." Kekeh Devian sembari menggelengkan kepalanya kecil.

" Hmmm, jadi begini tipe calon pendamping si tua bangka itu?"

Evelyna mengedipkan matanya beberapa kali saat sang pangeran mendekat untuk memperhatikannya jauh lebih dekat membuat sang lady berjalan mundur. Eve mengalihkan pandangannya kala pria pirang itu menatapnya intens.

" Kuakui Lorraine memang sangat indah." Tangan kekar itu menjulur mengambil sehelai anak rambut sang lady yang terjuntai, senyum miring masih saja tersemat disana dan justru entah mengapa Evelyna terasa takut hingga ia perlu berulang kali mengucap tidak apa-apa tenang pada hati kecilnya.

" Mawar putih Britania. Tidak salah memang Lorraine menyandang julukan itu. Kalian memang sangat indah, tapi bagaimana bisa kau yang secantik dan secerdas ini lebih memilih iblis sepertinya?"

Pertanyaan yang baru saja diajukan Devian membuat manik zamrud gadis dihadapannya mengkilat, tampak secercah amarah saat pria itu menyebut iblis. Hati Eve tercubit tanpa tau penyebabnya, rasa geram dan kesal juga turut memeriahkan hatinya yang entah sejak kapan menjadi penuh akan emosi.

" Jangan bilang kau tidak tau calon suami mu itu iblis?" Devian tertawa kecil lalu melepaskan rambut Eve dan memegang pelipisnya karena tawanya itu.

" Hei, Lorraine. Jangan buta, dia itu iblis lho makhluk kejam tak berhati. Mereka akan mendapatkan segala keinginannya dengan berbagai cara, apapun itu nona muda."

Sang pangeran kembali mendekat dan membisikan sesuatu ditelinga gadis yang tampak telah mengepalkan tangannya keras. Eve mengingatkan pada dirinya sendiri untuk menahan diri pasalnya pria dihadapannya bukan sekedar bangsawan biasa, ia adalah anggota kerajaan.

" Kau pasti tau dan sadar kenapa pak tua itu lebih memilih gadis manusia sepertimu? Mengapa bukan memilih dari sesama bangsa nya? Apa alasan sebenarnya hingga dia mau menerima makhluk fana yang bahkan tak dapat menemani sepanjang hidupnya?" bisik si pria pirang.

" Ketika seseorang tiba-tiba mendekat ada dua hal yang menjadi alasannya bisa jadi karena bosan atau ia menginginkan sesuatu hal darinya." Lanjutnya.

Ucapan pangeran Devian tak sepenuhnya salah, Gadis itu sangat mengetahu mengenai apa yang dikatakan pria pirang dihadapannya. Hidup dan tumbuh bersama Van Allen telah menjadikannya pakar dalam membaca motif seseorang. Dan tentu saja ia sadar akan tindakan Lucas, hanya saja Eve telah memilih menjatuhkan hatinya pada sosok kegelapan itu sejak dirinya meminta Lucas untuk membawa serta menyelamatkannya. Dan Evelyna tidak peduli sedikit pun dengan alasan atau motif bahkan dari bangsa apa sang Duke itu.

Sudah, cukup. Ucap sang lady didalam hati.

" Terlebih lagi bangsa iblis sepertinya. Iblis itu penuh dengan tipu muslihat Lorraine, aku pikir otak cerdasmu itu cukup mengerti apa maksudku."

Tak dapat menahannya lagi Eveylna menatap nyalang pria lancang dihadapannya, entah sejak kapan kemarahan telah menguasai dirinya. Senyum manis sekaligus terlihat menakutkan, tak disangka-sangka apa yang dilakukan Evelyna adalah mendorong sang pangeran Britania dan berjalan mendahuluinya. Devian yang didorong justru tertawa merasa lucu karena baru kali ini ada seorang lady yang berani menentang bahkan mendorongnya.

" Wah, lady Lorraine aku sangat takjub akan keberanian mu karena berani mengabaikan ucapan calon pemimpin negeri."

" Apa karena kau akan menjadi istri dari seorang raja dari bangsa iblis karena itu kau besar kepala?" Masih tertawa pria itu memegangi kepala pada manusia yang berfikir bahwa dirinya telah mencapai puncak, sehingga ia dapat melakukan apapun hanya karena berlindung dibalik mereka yang disebut abadi.

" Mohon maaf atas kelancangan saya sebelumnya Yang Mulia, namun apa yang anda ucapkan tidak sepenuhnya benar terlebih mengenai calon suami saya. Saya mengetahui mungkin banyak yang disembunyikan Tuan muda Duke, masih banyak hal yang saya sendiri tidak mengetahui tentangnya." Eve mengambil pasokan udara lebih banyak berusaha mengurangi rasa takut dan gugupnya sebelum melanjutkan ucapannya.

" Memang benar Tuan muda Duke bukanlah manusia, ia mungkin bangsa asmodia dan bayangan dari kerajaan, bukan hal yang mengejutkan tangannya tidak lagi suci tanpa melakukan dosa. Namun apa benar manusia sendiri tak pernah melakukan hal yang bahkan bisa jadi lebih keji dari mereka para iblis." Teriak Evelyna yang kini telah berbalik menghadap pangeran Devian, ia hanya bergeming membalas tatapan nyalang manik zamrudnya. Gila, mungkin benar namun ia tak dapat berdiam diri saat pria yang dicintainya, sosok penyelamatnya dicemooh, sudah cukup lebih baik dirinya yang mendapatkan semua cemoohan itu.

" Apa akalmu sudah lepas atau bagaimana? Kau membela bangsa Asmodia? Mereka makhluk kegelapan lho, kau harusnya sadar darimana asalmu dan siapa bangsamu." Devian berjalan cepat menuju arah Eve, tangan kekarnya mencengkram pipi mulus sang lady disertai tatapan intimidasi dan penuh kebencian, pria itu tersenyum miring melihat raut gadis dihadapannya berusaha untuk menahan gemetar meskipun manik zamrud itu menatapnya nyalang.

Sudah ia duga, para wanita memang ditakdirkan seperti ini. Lemah tak berdaya, tak memiliki kekuatan apapun tanpa para pria. Berpura-pura menjadi sosok kuat demi ego.

" Aku sangat mengagumi jerih payahmu itu, kau menahan gemetar dan menentang ku. Hanya untuk membela si tua Castielo. Aku merasa iri padanya" Pangeran Devian mengusap pipi gadis dihadapannya, tampak menarik karena baginya ia tampak seperti seekor anak landak yang berusaha melawan seekor singa.

" Ah, pak tua itu tidak adil. Aku jadi ingin mencicipinya. Bagaimana dengan sebuah oleh-oleh dariku?"

" Anggap saja ini adalah hadiah untukmu yang sangat mendebarkan." Lanjut Devian yang mendekatkan bibirnya pada bibir ranum dihadapannya yang sejak tadi telah menggoda tiap insan, manik zamrud Eve melebar dan tampak memerah seolah hendak menangis. Gadis itu membeku, semua otot dan sarafnya tak mau digerakkan, ia terlalu takut pada pria pirang ini.

" Lucas, tolong aku." Teriak Eve dalam hati seiring dengan air matanya yang telah menuruni pipi porselene itu.