Chereads / Home of Ardor / Chapter 5 - CHAPTER V : MASIH DATANG KEMBALI

Chapter 5 - CHAPTER V : MASIH DATANG KEMBALI

Matahari seharusnya telah bersinar cukup tinggi namun sepertinya hari itu tidak berlaku pada Wiltshire yang bahkan tampak suram, meskipun hari ini cukup suram mansion Lorraine terbilang cukup ramai karena tawa dua orang gadis yang tengah bercengkrama menikmati secangkir teh Darjeeling[1].

" Jadi, Lucas menjebakmu untuk segera mengumumkan pertunangan kalian awal bulan nanti?" Seorang gadis bermata keemasan dan rambut perak tertawa memegangi kepalanya akibat cerita adik bungsunya.

Eve tengah berkeluh kesah mengenai kebodohannya kepada Madeleine karena selepas Lucas memberikan kabar tersebut kedua kakak tirinya itu cukup terkejut. Erden dan Madeleine mengira adik tiri mereka itu akan menggelar pertunangan dalam jangka waktu yang cukup lama sperti satu bulan lamanya, namun Lucas memutuskan untuk melaksanakan pertunangan itu dalam jangka waktu dua minggu saja.

Eve mendesah pelan merasa frustasi saat Madeleine menanggapi keresahan hatinya itu, persiapan yang dilakukan hanya dalam waktu dua minggu dan yang menjadi titik keresahan hatinya itu adalah dirinya yang diharuskan dapat berdansa.

Berdansa adalah satu-satunya hal yang menjadi kelemahan Eve, berbeda dengan lady seusianya yang dapat dipastikan kebanyakan dari mereka telah pandai dalam hal berdansa. Alasan Eve tidak mahir bahkan tidak pernah berdansa karena semasa dirinya masih berada di mansion Van Alen, sang ibu yang melarangnya untuk pergi ke pesta. Berbagai alasan diberikan mulai dari menjaga putri mereka yang berharga, agar dirinya tidak terlalu memaksa fisiknya yang lemah. Namun suatu waktu ia mengetahui alasan sebenarnya saat sang ibu tengah berbincang dengan Anastasia.

" Akan sangat merepotkan bukan jika Carol lebih banyak mendapatkan perhatian lebih dari sekarang oleh publik?"

" Lagi pula ibu hanya ingin kedua putri ibu juga tampak bersinar tanpa ada pengganggu." Jelas Veronika saat ditanya Anastasia mengenai kehadiran Carol di pesta debutannya(2).

Sungguh kebenaran yang menyakitkan. Saat itu Eve hanya dapat terdiam dan menahan agar air matanya tidak jatuh apalagi sampai dilihat oleh keluarga nya, ia tak ingin kembali terjadi percekcokan yang lain.

" Eveylna."

Sebuah suara menghempaskannya kembali dari kegiatan melamunnya. Madeleine baru saja memanggil Eve dengan cukup keras, kedua alis gadis manis itu hampir menyatu. Madeleine bangkit dari duduknya dan sedikit membungkuk menyamakan tinggi Eve yang masih duduk.

" Ada apa? Apa kau mengkhawatirkan sesuatu?" Madeleine benar-benar gadis yang baik, sosok kakak perempuan yang penyayang dan penuh kasih, tidak heran jika adik Lucas dapat jatuh cinta pada sang kakak. Eve menggeleng cepat dan tersenyum, Madeleine segera merengkuhnya dan memberikan pelukan hangat yang menenangkan.

" Tenanglah, semua akan baik-baik saja." Ucap Madeleine menenangkan dan kembali ditanggapi anggukan dari Eve yang tersenyum senang. Masa lalu itu sudah berada dibelakang, dia tidak akan datang kembali. Lagi pula ia telah hidup sebagai sosok yang baru bukan?

Ketukan pintu yang terdengar membuat Madeleine melepaskan pelukannya dan segera mempersilahkan seseorang masuk. Di sana Zenith sang kepala pelayan keluarga Lorraine berjalan dengan diikuti seorang wanita paruh baya yang masih tampak ayu. Madeleine mempersilahkan wanita yang tak lain adalah instruktur Eve duduk.

" Terima kasih lady Lorraine, anda masih seramah beberapa tahun yang lalu."

" Dan anda masih saja cantik dan anggun, Lady Rozan." Balas Madeleine ramah, Eve memperhatikan interaksi antara kedua lady dihadapannya itu.

" Eve perkenalkan, dia adalah Lady Samantha Rozan istri dari Viscount Frederick Rozan. Beliau akan menjadi instruktur mu mulai hari ini." Jelas Madeleine pelan memberi pengertian, Eve tersenyum dan sedikit mengangguk.

" Selamat pagi Lady Rozan, sungguh kehormatan bagi saya untuk dapat diajar langsung oleh anda. Perkenalkan sebelumnya nama saya Evelyna De Lorraine, saya mohon bimbingannya lady." Ucap Eve memperkenalkan diri, Madeleine tersenyum bangga selalu merasa terkesan dengan pesona aristocrat yang selalu diberikan Eve keramahtamahan dan kengkuhan entah mengapa itu adalah kesan pertama yang diperolehnya saat mereka bertemu.

Wanita yang dipanggil dengan lady Rozan itu membalas tersenyum dan membungkuk sedikit memberikan salam bagi murid barunya itu. " Saya pun merasa terhormat dapat menjadi instruktur calon istri Duke Castiello my lady."

Dan musik pun mulai mengalun, Eve tampak tengah melangkah sesuai arahan lady Rozan, mempraktekkan setiap langkah dan gerakan yang telah diinstruksikan sang lady. Bakat dan kejeniusannya itu tak perlu diragukan memang hanya dengan dua kali penjelasan gadis itu dapat mengingat dengan jelas setiap instruksi dan langkah yang diberikan padanya. Madeleine tersenyum mengamati gerak gerik Eve seperti seorang ibu yang bangga dengan setiap pencapaian anaknya.

" Mengagumkan, anda benar-benar seorang jenius my lady." Puji lady Rozan setelah music berhenti, tepukan tangan pun ikut diberikan.

" Tapi, anda masih saja terlalu lengah. Jangan terlalu tegang dan rilekskan punggung anda. Jangan mengambil langkah terlalu panjang meskipun anda diberkahi kaki yang panjang." Komentar Rozan sembari membenarkan setiap postur tubuh Eve, sementara Eve hanya mengangguk mengerti.

Lady Rozan kembali berhitung dan music kembali mengalun, Eve kembali melangkah sesuai instruksi wanita itu. Namun langkahnya terhenti saat lady Rozan tiba-tiba saja menghentikan permainan music dan kembali berdiri dengan raut sedikit masam.

" Bukankah saya sudah mengatakannya my lady, tetap tegak. Jika anda membungkuk seperti itu anda akan tampak seperti seorang nenek yang berdansa."

" Baik, maafkan saya."

Hitungan dimulai kembali, namun lagi dan lagi Eve melakukan kesalahan. Lady Rozan menegurnya berulang kali bahkan wanita itu tak segan melontarkan segala macam komentar pedas. Madeleine mengetahui dengan baik jika wanita itu adalah sosok instruktur yang cukup keras namun apakah memang dalam memberikan ajarannya wanita itu akan bersikap seperti ini. Madeleine berulang kali hendak berdiri menegur namun Eve menahannya dengan senyuman dan memberikan kode bahwa dirinya baik-baik saja. Madeleine yang melihat hal tersebut hanya tersenyum masam menuruti keinginan sang adik, sekalipun gadis itu tampak geram akan perlakuan wanita di hadapannya itu.

Dan kesabaran panjang Madeleine habis saat sebuah tamparan mengenai pipi mulus Eve. Tanpa basa-basi Madeleine bangkit dari duduknya, amarahnya kini telah mencapai puncak. Ketika Madeleine hendak melangkah tiba-tiba saja dirinya telah tersungkur. Madeleine yang terkejut baru saja menyadari kakinya telah diikat oleh sihir yang entah sejak kapan telah mengikatnya.

Eve segera mengalihkan pandangannya dan menemukan kakaknya itu telah tersungkur dalam keadan tertelungkup. Eve yang ingin menyusul Madeleine tiba-tiba tertarik dan kembali ke tempat semula. Gerakannya seolah dihentikan dengan tali dan gadis itu dapat melihat sebuah cahaya berwarna putih mengikat kaki dan tangannya, sama halnya dengan kaki dan tangan Madeleine.

" My lady kita masih dalam pelajaran tolong perhatikan instrukturmu." Perintah Lady Rozan sambil menggerakan jari-jarinya pada Eve dan kepala Eve segera menghadap ke arah Lady Rozan. Sebuah sihir pengikat, Madeleine baru saja mengingatnya sihir yang hanya dimiliki keluarga Rozan. Mereka dapat mengendalikan gerakan seseorang layaknya sebuah boneka.

" Sialan kau Rozan." Desis Madeleine.

Rozan tertawa keras dan berjalan mendekati Madeleine membuat gadis itu bersimpuh kemudian mendongak padanya. Rozan mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan berwarna merah pekat. Dan langsung saja wanita itu meminumkannya pada Madeleine secara paksa, Madeleine merasakan panas dan pening pada tenggorokannya sesaat kemudian dirinya terbatuk mengeluarkan darah.

" Racun pelumpuh my lady, saya telah membuatnya untuk melumpuhkan Lorraine yang cerdik dan kuat dalam sihir. Dosisnya cukup tinggi, sebenarnya dengan dosis seperti ini akan membuat siapapun seolah tengah meregang nyawa." Jelas Rozan sambil melempar botol yang kosong itu ke lantai dan pecah berkeping-keping.

" Namun Lorraine memang sangat mengagumkan, berkat darah iblis kalian, maka tubuh kalian jauh lebih kuat daripada manusia biasa." Tambahnya.

" Maddie!" Eve berteriak dengan air mata yang telah berlinangan, gadis itu terpaku tak dapat menoleh ke arah manapun.

" Eckart! Eckart!" Eve berteriak panik memanggil pria berambut pirang yang seharusnya menanti keduanya diluar ruangan. Rozan tertawa keras dan menunjukan sebuah botol yang sama pada Eve. Eckart telah dilumpuhkan?

Rozan kembali menggerakkan Eve kembali untuk berdansa hanya saja secara paksa, gadis itu dapat merasakan sakit yang teramat sangat pada tubuhnya akibat sendi-sendinya itu dipaksa bergerak tak sesuai kemauan dan melebihi batasnya. Rozan bertepuk tangan dan tertawa puas.

" Ya ya seperti itu, sempurna." Ucapnya bersorak sorai.

Eve menahan tangis dan menggigit bibirnya setiap kali berpindah langkah. Kilasan demi kilasan muncul dibenaknya. Dirinya yang menangis pecah memohon ampun, dan sebuah tubuh yang meringkuk kesakitan karena dirinya.

" Anda tau my lady. Anda seharusnya mengetahui batas dan sadar siapa diri anda sebenarnya."

" Bersanding dengan Duke Castiello? mujur sekali nasib anda." Rozan tertunduk hingga rambut pirangnya itu menutupi seluruh wajahnya. Sedetik kemudian Rozan menarik rambut Eve membuat gadis itu bertatapan dengan manik biru miliknya.

" Kenapa gadis yang seharusnya mati justru mujur nasibnya? Kenapa putriku harus yang menerima kesialan karena keberadaan sosok kelewat beruntung ini."

" Kenapa harus Ashley yang mati karena Duke sialan itu lebih memilih gadis rendahan sepertimu." Teriak Rozan, wanita itu menendang keras Eve yang saat ini telah bergetar hebat. Gadis itu telah mengeluarkan isi perutnya, pandangannya mengabur dan nafasnya tersengal-sengal.

Jangan dulu jangan, gadis itu terus berulang kali mengucapkan hal yang sama. Meminta tubuhnya untuk tidak tumbang karena ingatan-ingatan menyakitkan itu kembali. Suara jerit dan tangis, suara kaca yang pecah, dan sakit mendera tubuhnya yang masih tercetak jelas dibenaknya terasa hangat akibat darah yang terus mengalir.

" Kau seharusnya MATI."

Kata yang sama.

Ekspresi yang sama.

Eve mengingatnya kembali, raut kebencian dan penuh amarah merubah Rozan dan wanita itu menjadi tampak merah seperti akan meledak karena panas. Dan bisikan-bisikan itu kembali.

' Seharusnya kau membunuh dirimu sendiri'

' Mati mati mati mati.'

Madeleine menangis sesenggukan menatap adiknya yang telah bergetar hebat dengan nafas tak lagi beraturan. Rozan berteriak di hadapannya, menjambak rambut peraknya dan berulang kali menamparnya. Namun Eve hanya terdiam dengan air mata bercucuran dan raut kosong seolah tampak tak bernyawa. Madeleine berulang kali merintih meminta tolong dan menyebut nama tunangannya. Berharap sang pria akan datang menyelamatkan mereka sebelum Eve benar-benar hancur. Madeleine menangis tertahan saat melihat Rozan menggores lengan Eve dengan pecahan kaca.

Eve tak merasakan apapun, kehampaan itu kembali mengisi rongga didadanya. Terasa menyesakkan. Terasa memuakkan dan menyebalkan hingga membuatnya mati. Dirinya dapat merasakan luka akibat goresan yang diberikan lady Rozan. Kemudian bibirnya berucap pelan saat sebuah sosok tiba-tiba saja telah merengkuhnya bersamaan dengan pintu yang terlempar dan angin yang berhembus kencang.

" Lu-lucas."

[1] teh hitam berkualitas tinggi dari Benggala timur

[2]Pesta untuk memperkenalkan para gadis yang telah cukup umur ke publik