Mobil yang Galang kendarai telah tiba di depan rumah Eva, dari dalam mobil Eva telah melihat Lusi yang sedang berkacak pinggang sambil menatap selidik ke arah mobil Galang.
Eva hanya menghela napasnya sejenak, dalam hatinya berharap semoga Lusi tak curiga tapi sepertinya itu tak akan mungkin melihat Lusi yang sangat kepo dengan segala sesuatu.
"Kamu takut?" Galang menatap Eva yang telihat gugup, Eva menggeleng pelan.
Bukan takut yang Eva rasakan, tapi Eva belum bisa jujur dengan status hubungannya dengan Galang.
Jika Lusi curiga haruskan ia mengatakan bahwa ia berpacaran dengan Galang, Lusi mungkin akan berteriak setengah mati karena terkejut dengan pernyataannya.
"Ada apa?" Galang penasaran membuat pegangan tangannya semakin erat.
Eva menatap ke arah Galang sebentar kemudian menundukan kepalanya, "Bagaimana kalo Lusi tau kita pacaran?" ucapnya takut-takut.
Galang tersenyum, ia kira Eva menakutkan hal apa jantung Galang berdetak kencang tadi mengira Eva kenapa-napa.
"Kalau aku mengakui jadian gimana? Lusi nggak mungkin marah, kan? Justru Lusi akan bangga kalau sahabatnya punya pacar kayak aku," Galang dengan pedenya berkata seperti itu membuat Eva terkekeh.
"Yuk turun, kasihan tuh macan udah nungguin," kekeh Galang.
Eva tertawa kecil kemudian menganggukan kepalanya dan melepaskan pegangan tangan Galang, saat keluar dari mobil mata Lusi langsung menyipit menatap Galang dan Lusi secara bergantian.
Tentu Lusi semakin penasaran kenapa Galang dan Eva bersama, terlebih Galang kenapa pula bisa mengantarkan Eva sampai ke rumahnya.
Perasaan ini telah senja sebentar lagi matahari akan tenggelam, "Lo ngapain ke rumah Eva? Mau ngepel atau mau jadi kuli bangunan?" sarkas Lusi.
Entah kenapa melihat Galang bersama dengan Eva, Lusi jadi sewot terus menerus hawanya Lusi ingin mencakar Galang saat ini juga.
Sementara Galang yang ditanya hanya cuek bebek, "Udah lama?" suara Eva terdengar menyapa Lusi.
Mata Lusi kemudian menatap Eva tak lama kemudian langsung menggandeng satu tangan Eva.
"Tadi lo kemana? Gue ampe keliling sekolah, nyariin lo, eh taunya udah pulang duluan," gerutu Lusi.
Eva mengulas senyumannya sentah kenapa akhir-akhir ini Eva sering sekali tersenyum membuat Lusi senang sekaligus curiga.
"Tadi Galang ngajak pulang bareng, terus maksa," tukas Eva.
Lusi menatap Galang kemudian langsung menatap tajam, Galang ingin menyangkal tapi memang benar apa yang di katakan oleh Eva.
Ia memang memaksa Eva lagian Eva adalah pacaranya mana mungkin Galang membiarkan Eva pulang sendirian, meskipun tau jika Eva akan pulang dengan Lusi.
"Masuk dulu yuk, udah mau malem," ajak Eva.
Lusi langsung menggandeng tangan Eva masuk sambil menanyakan Galang yang bisa-bisanya mengikuti masuk.
Lusi jadi curiga jika ada sesuatu antara Eva dan Galang tapi Lusi sungkan jika bertanya.
Ini kali pertamanya Galang masuk ke dalam rumah Eva, pemiliknya sedang di kamarnya yang berada di lantai dua.
Sementara Galang sedang duduk di ruangan keluarga, rumah besar itu sangat sepi luas rumah Eva memang sedikit lebih besar dari rumah milik Galang.
Entah itu perasaan Galang saja, padahal tipe dan ukuran rumahnya sama hanya saja yang membedakan rumah Eva sangat sepi dan sunyi seperti tak berpenghuni.
Hanya ada asisten rumah tangga yang melayani keperluan Eva, Galang bahkan hanya tersenyum sambil menganggukan kepalanya ketika pekerja rumah tangga itu menyapanya.
Galang tak melihat ada ibu atau ayah Eva, apakah mereka masih bekerja? Mungkin saja Galang jadi menebak-nebak.
Dari lantai dua suara Lusi sudah terdengar, Galang langsung mengadahkan kepalanya melihat Lusi yang tertawa terbahak-bahak sementara Eva hanya tersenyum simpul saja.
Baju Eva telah di ganti dengan baju rumahan, sejenak Galang memperhatikan wajah Eva yang tak sepucat dulu ketika ia pertama kali mengenalnya.
Lusi masih memakai baju sekolah kemudian wajah Lusi menampilkan wajah kesal karena membaca sebuah pesan.
Galang tak atu itu, "Yaudah, kabarin kalau ada apa-apa, see you besok twins," Lusi memeluk Eva dengan erat.
Eva hanya mengusap punggung Lusi, "Gue balik, lo mau bareng enggak? Gue mau nebeng," kata Lusi kepada Galang.
"Gue bentaran lagi, mau ada pelajaran yang gue tanyain sama Eva," kilah Galang.
Lusi mengerutkan keningnya, "Sejak kapan kalian deket?" Lusi bak dekektif yang mulai mengintrogasi.
"Lo nggak inget, dari kerja kelompok aja kita udah deket,"
"Oh bener juga, yaudah Gue balik duluan," Lusi kemudian pamit berteriak kepada asisten rumah tangga Eva.
Kini yang tersisa hanya Galang dan Eva saja, "Mau minum?" tawar Eva.
Rasanya sedikit canggung karena ada pemuda di rumahnya, selain Lusi tak ada yang datang ke rumah Eva.
Karena Eva memang anti sosial di sekolahnya, yang Eva kenal hanya Lusi saja Eva memang tak mau bergabung dengan siapapun.
"Ini udah minum, kok diri aja nggak pegel? Yang punya rumah harusnya duduk," Galang merasa geli sendiri melihat Eva yang kiku seperti tamu dan dirinya tuan rumah.
Eva lalu menganggukan kepalanya kemudian duduk di sofa yang berhadapan dengan Galang keduanya hanya terpisah oleh meja saja.
Eva menyelipkan helaian anak rambut ke belakang telinganya, wajah cantik itu semakin terlihat Galang jadi gemas sekali.
Pacarnya itu sangat cantik tanpa polesan apapun Eva definisi cantik dari lahir, Galang hanya menatap rumah yang sangat sepi itu.
Mulutnya gatal ingin bertanya namun berkali-kali juga Galang urungnykan, tak sopan jika terlalu banyak bertanya padahal keduanya baru dekat akhir-akhir ini.
"Aku belum makan, mau makan malem bareng?" tawar Eva.
Galang menganggukan kepalanya, Eva langsung bangun dan langsung menuju ruangan meja makan berada di ikuti oleh Galang dari belakang.
"Semuanya udah siap Non, mau makan sekarang?" tanya Bi Nimah.
Eva hanya menganggukan kepalanya sambil tersenyum kecil, Bi nimah kembali tersenyum kepada Galang yang di balas balik oleh Galang.
Dua piring telah tersedia, Galang kembali celingukan melihat beberapa meja yang berjejer rapi.
Apakah Eva memiliki banyak anggota keluarga melihat kursi meja makan yang berderet rapih seperti itu.
Makan malam Eva kali ini terasa hangat karena ada Galang yang berada disisinya, biasanya Eva akan makan di kamar atau hanya memakan sebungkus roti.
Bi nimah selalu membuang semua masakannya setiap hari karena Eva jarang sekali makan, Bi nimah dan Eva jarang sekali bertemu satu sama lain.
Kadang ketika Eva pulang sekolah, Eva langsung masuk ke dalam kamar tanpa turun kembali.
Bi nimah pun tak mau bertanya banyak tentang majikannya itu, maka setelah Bi nimah selesai bekerja ia akan pulang dan meninggalkan Eva di rumah besar itu sendirian.
Semua itu atas permintaan Eva tentunya dan Bi nimah tak mungkin menolak permintaan majikan yang memperkerjakannya itu.
***
Bersambung.