Happy Reading♡
***
"Gilaa, gilaa, tadi keren banget!!" Ucap Niva menggebu-gebu di sampingku.
Kalian pasti tahu kami berada dimana sekarang, dan aku rasa aku tidak perlu menjelaskan ke kalian.
"Itu tadi yang nyanyi siapa namanya, Lin? Ev... Ev..." Ucap Niva sekali lagi sambil mengingat-ingat.
Kuputar mataku malas, sejak kapan Niva menjadi cerewet seperti ini??
"Evrard." Jawabku singkat.
"Nah iya, itu."
Kualihkan pandanganku ke jam tangan di pergelanganku.
18:21
Bahkan aku baru menyadari jika kami sudah di sini lebih dari tiga jam.
"Niv, kapan pulang? Gue udah capek.." Gerutuku memelas.
"Iya.. bentar, gue mau milih dulu..."
"Gue tunggu sini. Awas kalo lama!" Ucapku sambil mendorong bahunya agar dia lebih cepat.
Kuedarkan pandanganku ke penjuru Mall, dan aku baru menyadari ternyata Mall ini benar-benar ramai, ahh mungkin setiap hari juga begitu.
"Ceilin."
Suara bass laki-laki yang aku yakin berada di belakang mengalihkan atensiku. Kubalikan tubuhku dan tepat perkiraanku dia ada di sana.
Evrard Edgar Frederic.
Sesorang yang beberapa jam yang lalu membuat jantungku berdetak tidak normal.
Tidak, aku tidak menyukainya karena aku cukup tahu diri dia sudah memiliki kekasih.
Biar kujelaskan, cowok di depanku ini adalah teman sekelasku, dan dia memang sering dipanggil Evrard, terdengar sulit tapi menurutku orang lain tidak mempermasalahkan hal itu.
Kami tidak akrab meskipun satu kelas. Bukan berarti kami adalah musuh, kami hanya saling tahu nama masing-masing.
Satu semester bersama mungkin bisa dihitung aku berinteraksi dengannya berapa kali.
Alasannya simple, aku yang tidak ada kepentingan dengannya juga dia pun sudah memiliki kekasih yang tidak lain adalah teman sekelasku.
Aku bingung kenapa dia bisa mengetahuiku? Maksudku dia bisa mengenaliku dengan keadaan Mall yang ramai ini. Bukannya aku merasa gimana hanya saja aku sedikit kaget.
Dan juga ada keperluan apa dia di tempat kosmetik?
Aku posthink, mungkin dia membeli sesuatu untuk Lyra, pacarnya.
"Oh hei, Evrard." Ucapku bingung mau membalas bagaimana.
Dia hanya tersenyum.
Satu kata untuk keadaan ini, awkward.
Dia mungkin juga menyadari situasi ini hingga dia hanya melihat-lihat sekitar dan memasukkan salah satu tangannya ke saku.
Oh ayolah, ini adalah pertama kalinya kami ketemu dan berbicara berdua selain di sekolah!
Dan bodohnya aku juga melakukan apa yang dia lakukan, melihat-lihat sekitar.
"Lo ngapain di sini?" Tanyaku mencoba mencairkan suasana yang beberapa saat hening.
Dia menoleh kepadaku, "Tadi cuma lewat. Gue lihat lo, meskipun sangsi gue akhirnya nyamperin lo, ternyata bener itu lo." Ucapnya yang diakhiri kekehan.
Hey! Apakah ada yang lucu?? Heranku dalam hati yang beberapa saat mendengar kekehannya yang dengan sialnya membuatku tertegun, sesaat.
"Ohh..." Jawabku sambil mengangguk-angguk dan meringis singkat, mencoba menghargainya.
"Emm..." Jujur aku bingung kenapa aku ragu untuk mengatakan ini.
Dia menatapku lekat terlihat menunggu kata-kataku yang hendak kuucap.
"Ee.. tadi... kalian keren.." Ucapku akhirnya. Kuusapkan tangan ke tengkukku, tidak tahu kenapa aku malu mengatakan kata-kata itu.
Mungkin karena kami jarang berkomunikasi?
Dia hanya tertawa kecil menanggapi kalimatku.
Oh, Shit!
Kualihkan pandanganku darinya sambil mengumpat kecil.
"Makasih." Ucapnya tulus disertai senyuman setelah menghentikan tawa kecilnya.
Aku berani bertaruh bahwa mood nya hari ini sangat-sangat bagus. Why? Karena hari ini dia banyak tersenyum.
Senyum tulus ku tujukan kepadanya juga sebagai balasan. Dia terlihat mengalihkan pandangan ke ponselnya yang tiba-tiba menyala.
Aku tebak dia baru saja mendapatkan pesan.
Terbukti dengan dia yang pamit kepadaku untuk kembali ke teman-temannya dan hanya kubalas dengan anggukan singkat berkali-kali, jujur aku bingung mau merespon dia bagaimana, karena tidak bisa kutampik kalau aku sedikit gugup.
***
Malam ini aku sedang berada di dapur, sendiri. Setelah makan dan mencuci piring kuputuskan untuk berada di sini sebentar.
Tepat pukul 19:47 aku sampai di rumah.
Rumah yang sangat luas namun setiap hari terasa sepi. Aku bukan anak broken home, tapi mungkin kalian akan berpikir bahwa aku termasuk anak seperti itu karena orang tuaku yang sibuk kerja. Aku selalu merasa ini wajar, keadaan yang sepi ini wajar, sampai aku meyakinkan diriku bahwa aku bukan anak broken home. Aku tahu orang tuaku sibuk bekerja untuk memenuhi kebutuhanku. Aku anak tunggal, tapi aku tidak mempermasalahkan hal tersebut.
Tapi tidak bisa kubohongi bahwa aku juga sering merasa kesepian.
Jujur, aku termasuk orang yang sedikit pintar, bukannya aku sombong.
Aku memang punya kelebihan di otak dan orang tuaku mengakuinya.
Kalian pasti tahu apa maksudku. Iya, mereka selalu menginginkanku untuk mempertahankan prestasiku itu, dan jujur itu membuatku sedikit tertekan. Karena bagaimanapun aku disuruh menjadi perfect dalam banyak hal.
Mereka sayang kepadaku tapi selalu menekanku untuk selalu begini dan begitu, aku selalu ingin berusaha untuk menjadi sempurna namun ada kalanya aku juga merasa kesulitan hingga akhirnya membuat mereka kecewa.
Memang susah jika kita sudah dicap baik oleh seseorang, pujian-pujian mereka memang bagus untuk kita tapi juga bisa menjadi beban. Karena sekalipun kita baik, seterusnya juga harus begitu, itu yang ada dipikiran mereka.
Kuhembuskan napas lelah. Mengapa malam ini aku terlihat mellow?
Beranjak dari kursi dan menuju kamar itu yang kulakukan. Mungkin segera tidur bisa mengistirahatkan pikiran.
Yah, mungkin.
***
Broken home :Rumah tanpa cinta. Bisa dikaitkan dengan orang tua yang sudah pisah/cerai juga bisa dikaitkan dengan orang tua yang sibuk kerja dan sedikit memberi anaknya kasih sayang.
:))
VOTE AND COMENT
Terima kasih sudah membaca cerita saya♡.