Jeong Il's pov
"Selamat pagi semuanya." kataku setelah duduk ke meja guru. Aku memandang sekeliling, hanya ada satu bangku kosong. Kemana Ha Wook? Ku ingat tadi yang memimpin pemberian salam padaku Ho Jae, bukan Ha Wook. Apa sesuatu terjadi lagi padanya? Aku jadi khawatir padanya.
"Selamat pagi, Ha Seonsaengnim."
"Dimana Ha Wook?" tanyaku pada ketiga orang yang ku tahu adalah sahabatnya.
"Kami tidak tahu, Seonsaengnim. Sejak kemarin kami tidak bisa menghubunginya." Aku menghela napas panjang dan mengedarkan pandanganku ke seluruh penjuru kelas. Mereka semua tampak khawatir dengan keadaan sang ketua kelas.
"Apa mungkin Ha Wook dipukul ibunya? Kemarin dia pulang malam kan?" Aku menatap Jae Hwa.
"Ah iya benar. Kemarin kita bertemu denganya di halte bus." sahut Seokjin.
"Tapi kemarin dia pergi bersama Halmoninya. Baru pulang dari rumah Ho Jae kan? Apa itu masalah?" semua orang menatap Ma Tae dengan perasaan takut sekaligus khawatir. Aku menatap Ho Jae dan Jun Goo yang hanya diam di bangku mereka. Sepertinya keadaan Ha Wook memang mengkhawatirkan, ku lihat Jun Goo hampir saja menangis. Hal ini tentu membuatku sangat penasaran.
Sebenarnya, seperti apa sih ibu dari Ha Wook dan Yoon?
Aku merutuki kebodohanku tidak mampir dan bertemu ibu Ha Wook saat itu. Harusnya aku menjelaskan sesuatu yang terjadi pada ibunya agar dia tidak mendapatkan pukulan.
Sreeek
"Maaf Seonsaengnim saya terlambat." Ha Wook membungkuk ke arahku dan menunduk. Ia seperti menyembunyikan sesuatu di
"Duduklah." Ha Wook membungkuk sekali lagi dan berjalan ke tempat duduknya yang terletak di sebelah Kim Soo Ji.
"Omo! Ha Wook-a, dahimu kenapa?"
"Ha Wook-a, kenapa dahimu di perban?"
"Gwaencahana (Tidak apa-apa). Hanya luka kecil." Ha Wook menatapku dengan senyuman, aku terkejut melihat perban menutupi seluruh dahinya. Belum sempat aku mengatakan sesuatu, Ha Wook lebih dulu. "Seonsaengnim, silahkan dilanjutkan."
Aku berdiri dari dudukku dan melangkah ke papan tulis. Sebelum aku mulai menjelaskan materi hari ini, aku menatap Ha Wook beberapa detik. Kira-kira bagaimana perasaan Yoon saat tahu keadaan adik kesayangannya seperti ini karena ulah ibu kandungnya sendiri?
#
Ha Wook's pov
16:00 KST
"Yakin kau tidak mau pulang dengan kami? Ayolah, pulang dengan salah satu dari kami." Ha Na memegang tanganku. Aku memandang ketiganya yang penuh harap.
"Tidak. Aku bisa pulang sendiri. Sudahlah, jangan khawatirkan aku." kataku memeluk ketiganya.
"Kau bisa pulang dengan kami, Ha Wook-a." Jun Goo merangkul bahuku, Ho Jae di sampingnya mengangguk setuju.
"Nah iya, Jun Goo membawa mobil baru hari ini." Soo Ji menaik-turunkan kedua alisnya.
Darimana dia tahu?
Tiba-tiba Ho Jae menatap keduanya dengan senyuman, "Kalian berdua berangkat bersama ya. Pantas hari ini Jun Goo berangkat pagi dan menolak berangkat bersamaku." Aku terkejut mendengarnya. Soo Ji memeluk Bok Hae dan menyembunyikan kepalanya dariku.
"Sudah ada perkembangan ternyata. Kau keren sekali adik kecilku!" Aku tertawa dan mengusak rambutnya. Sudah bukan rahasia lagi, seisi kelas tahu Jun Goo dan Soo Ji saling menyukai. Hanya saja, kadang teman sebangkuku ini sok jual mahal. Padahal aku sudah memberi petuah jika Jun Goo adalah laki-laki yang sangat baik.
"Baiklah, aku akan pulang sendiri. Bye! Bye!" aku melangkah meninggalkan mereka semua yang menggerumbul.
"Eit, tidak bisa. Kau akan pulang denganku dan aku tidak menerima penolakan sama sekali." Tiba-tiba Ho Jae menarik tanganku ke parkiran siswa. "Aku ingin mampir ke rumahmu hari ini. " Aku memandang Ho Jae dan mengangguk.
"Aku akan menjelaskan semuanya pada Jeong Woon Eomma yang terjadi kemarin."
"Tidak perlu, Halmoni sudah menjelaskan semuanya." Ho Jae menatapku dengan pandangan yang tidak bisa ku artikan.
"Ayo pulang."
Pandanganku teralih pada seseorang yang berjalan berdampingan dengan seseorang. "Ha Seonsaeng bersama siapa?" Ho Jae mengikuti arah pandangku, kami saling berpandangan saat melihat kedua orang itu berpelukan.
"Mungkin kekasihnya."
Kekasih?
Ah tunggu. Bukankah perempuan itu yang bersama Ha Seonsaeng di malam itu?
Jadi perempuan itu benar kekasihnya. Aku memegang dadaku yang terasa nyeri. Ada yang patah, tapi bukan kayu.
#
16:00 KST
Aku, Bok Hae, dan Ha Na berjalan kaki karena bus tidak memasuki kawasan ini. Kami bertiga sedang dalam perjalanan menuju rumah Soo Ji. Dia dengan indahnya menelepon kami untuk datang ke rumahnya. Tentang kami yang berjalan kaki, sebenarnya ini ideku. Aku ingin kami bertiga melewati jalan lain ke rumah Soo Ji. Aku tidak tahu alasan spesifiknya, aku hanya ingin saja.
"Kau yakin perempuan itu kekasihnya?" Ha Na menatapku dengan sebelah alis terangkat. Aku sedang bercerita mengenai perempuan yang ku lihat tadi di parkiran sekolah.
"Hmm. Menurutku, jika tidak memiliki hubungan spesial mereka berdua tidak bermesraan."
"Ya juga sih. Ah, aku patah hati." Ha Na mencebikkan bibirnya, begitu juga dengan Bok Hae.
Aku juga, teman-teman.
"Ha Wook-a, Eommamu bagaimana?" Bok Hae membulatkan mata sipitnya.
"Ada Ho Jae. Sejak tadi Ho Jae menghibur Eomma dan bercerita banyak hal. Ho Jae juga yang menyuruhku pergi karena dia yang akan menemani Eomma."
"Syukurlah. Tapi, ini rumah Soo Ji masih jauh kah? Aku tidak sanggup lagi!"
"Bersabarlah sebentar lagi. Kita bisa jika bersama-sama! Kita pasti bis-"
Tin
Tin
Langkah kami terhenti saat melihat sebuah mobil Audy hitam berhenti di sebelah kami. Jendela bagian depan turun dan memperlihatkan seseorang yang tidak asing. "Omo! Ha Seonsaengnim! Annyeonghaseyo." Aku ikut membungkuk bersama Ha Na dan Bok Hae.
"Annyeong. Kalian mau kemana? Kenapa jalan kaki?"
"Kami mau ke rumah Soo Ji, Seonsaengnim. Rumahnya ada di sekitar sini."
"Ah, ku pikir kesana. Itu rumahku. Datanglah kapanpun kalian mau." Kami bertiga menatap sebuah rumah dengan gerbang berwarna cokelat tua yang menjulang tinggi.
Ha Seonsaeng tersenyum, "Apakah rumah Soo Ji masih jauh?" Kami bertiga mengangguk. "Naiklah, biar ku antar."
Apa?
"Jinjjayo (Benarkah)?" Ha Seonsaeng mengangguk. "Yeaaayyy!!!!!" Bok Hae dan Ha Na berjalan ke mobil dan dengan cepat masuk ke dalam.
"Kau tidak masuk, Ha Wook-a?"
"Ah, Ne." Aku melangkah mendekati mobil Ha Seonsaeng dan membuka pintu bagian belakang.
"Hey, kenapa kau membuka pintu belakang? Lihatlah, bagian belakang sudah penuh. Duduklah di depan!"
"Jangan berlebihan, Bok Hae. Aku yakin masih ada tempat di tengah."
"Tidak ada!" mereka berdua berteriak dengan tidak tahu malunya.
"Duduklah disini, Ha Wook-a." Aku tersenyum pada Ha Seonsaeng dan duduk dibagian depan. Aku menghela napas panjang untuk menetralkan detak jantungku yang tiba-tiba menggilla.
Aku melihat seseorang dengan motor berhenti di depan rumah Ha Seonsaeng dan membuka pagarnya. "Itu siapa, Seonsaengnim?" Ha Seonsaeng menatapku sekilas sebelum menatap Ha Na yang bertanya.
"Adikku." Ha Seonsaeng kembali menatapku dengan tatapan yang menyiratkan ketakutan.
Ada apa memangnya?