Ha Wook's pov
Tanganku terulur hendak mengambil air minum yang tadi disediakan Eomma. Belum sempat aku memegangnya, seseorang di hadapanku mengambil dan mengangkatnya tinggi-tinggi. "Seonsaengnim!" aku memukul-mukul dadaku dan mencoba bernapas normal.
"Oppa, juseyo (Oppa, tolong berikan.)" kata Ha Seonsaeng seperti mengajari anak kecil. Baiklah, aku tidak memiliki pilihan lain.
"Oppa, juseyo." Senyuman lebar mengembang di bibirnya. Ha Seonsaeng menyerahkan gelas padaku, bahkan membantuku minum.
"Mulai sekarang panggil dengan sebutan itu ya." Ha Seonsaeng mengelus rambutku yang super acak-acakan. Aku hanya mengangguk pasrah dan kembali sibuk dengan sandwich.
"Jangan makan terlalu banyak, nanti kau tidak sarapan." Ha Seonsaeng menjauhkan piring sandwich dariku. Aku mencebikkan bibirku dan memasang wajah semelas mungkin. Kedua mataku membulat sempurna saat merasakan cubitan di kedua pipiku.
"Oppa, lepaskan!" aku memukul tangannya yang masih mencubit kedua pipiku.
"Tidak mau, salah sendiri menggemaskan." Aku menatap kedua bola matanya yang memancarkan kebahagiaan, juga senyuman lebar itu tentu saja tak luput dari pandanganku. Mana mungkin aku menyia-nyiakan keempatan langka ini?
"Oppa!" aku memukul tangannya lebih keras. Ha Seonsaeng mengelus kedua pipiku yang tadi di cubitnya.
"Mian." Ia berdiri dan condong ke arahku.
Cup
Sebuah kecupan manis mendarat di bibirku, cukup lama hingga mampu membuat jantungku berdetak sangat cepat. "Oppa bersiap dulu, kita akan berangkat bersama pagi ini. Kalian tidak boleh terlambat di hari pertama ujian." katanya sebelum melangkah menuju kamarnya yang berada di sebelah kamar Oppa. Aku menatap piring sandwich yang tinggal 3 potong, apa yang baru saja terjadi?
Lupakan saja, Ha Wook. Lebih baik aku juga bersiap!
Aku berbalik dan terkejut melihat tiga manusia yang masih menggunakan baby doll menatapku. "Kami tidak melihat apapun, sungguh."
#
Aku menatap sekeliling, teman-temanku sudah duduk di bangku masing-masing siap melaksanakan ujian kenaikan kelas. "Waktu berjalan sangat cepat ya, sepertinya baru kemarin kita ujian semester 1." Semua orang memandang Kwang Sun yang mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
"Right, setelah ini kita kelas 12 dan beberapa bulan kemudian-" Smith menunduk, ia memejamkan matanya. Sepertinya ia menahan air matanya agar tidak jatuh.
"Hey, meskipun kita lulus Golden Stars selalu bersama. Lulus dari sekolah ini bukan berarti akhir dari persahabatan kita." Aku berdiri dan tersenyum ke arah mereka semua.
"Ha Wook benar, bukankah di awal kita sudah berjanji Golden Stars selamanya."
"Tapi setelah lulus nanti kita akan pergi mengejar mimpi masing-masing. Kita akan sibuk sendiri." Aku tersenyum memandang Ji Soo.
"Tidak masalah, Ji Soo-yah." Aku berjalan ke depan kelas dan memandang mereka semua. "Ku beri kalian waktu setidaknya 6 tahun untuk mengejar mimpi kalian. Setelah itu, kita semua bertemu di atas."
Senyumku mengembang saat melihat mereka semua mengangguk setuju. Tanganku terulur ke depan membuat satu-persatu dari mereka maju ke depan dan meletakkan tangannya diatas tanganku.
"Golden Stars!"
"Fighting!"
#
-Kedai Odeng Baek-
Pusing.
Satu kata yang menggambarkan keadaan otakku sekarang. Aku mendesah frustasi saat tidak melihat jawaban sesuai hasil hitunganku. Aku mencoret pekerjaanku dan melemparkan pensil begitu saja.
"Aku menyerah! Jawabannya tidak ketemu!" aku menjambak rambutku untuk meredakan rasa pusingnya. Saat ini, aku bersama Bok Hae, Jun Goo, dan Ho Jae belajar bersama untuk ulangan matematika besok di kedai milik keluarga Ho Jae.
Ya, hanya ada kita berlima. Soo Ji dan Ha Na les privat untuk mempersiapkan ujian besok. Sebenarnya Oppa menawarkanku les privat dan Ha Seonsaeng yang menjadi tutornya. Tapi aku tidak mau, lebih baik bersama teman-teman saja lebih asyik.
"Jangan menyerah, Ha Wook-a. Kita pasti bisa menemukan jawabannya." Bok Hae menepuk-nepuk bahuku.
"Lihatlah, aku sudah menemukan jawabannya!" aku mendongak dan menatap Jun Goo yang tersenyum lebar.
"Ya, adik kecil yang pintar matematika." Ho Jae mengacak rambut Jun Goo membuat ikat kepalanya terlepas.
"Sudah ku bilang jangan panggil aku adik kecil!" Aku dan Bok Hae menunduk menahan tawa. Sejujurnya wajah merajuk Jun Goo itu sangat menggemaskan.
"Mianhae. Baiklah, adik besarku sekarang jelaskan kenapa bisa seperti ini?" Jun Goo tersenyum, ia menjelaskan cara mengerjakan soal itu.
"Kenapa kau bolos les hari ini?" tanyaku pada Jun Goo setelah selesai menjelaskan. Jun Goo mengerdipkan matanya lucu.
"Aku tidak mau les. Aku hanya mau belajar dengan kalian."
"Setidaknya bicara pada Mommy dan Daddy. Aku yakin mereka akan menuruti apapun permintaanmu. Sayang kan membolos les padahal biayanya sangat mahal?" Jun Goo mengangguk.
"Jika kau tidak berani bicara dengan Soo Hye, biar Eomma yang bicara." Kami berempat menoleh ke arah Bo Tong Eomma yang datang ke arah kami membawa 4 mangkuk. Ho Jae bangkit dari duduknya dan mengambil alih nampan di tangan ibunya.
Inilah yang ku sukai dari Ho Jae. Dia sangat menyayangi ibunya lebih dari apapun, bahkan dirinya sendiri. Dia selalu menjadi pelindung untuk ibunya dan selalu membantu kapan saja. Hati Ho Jae sangat baik dan lembut. Tapi kenapa salah satu sahabatku tidak bisa menembusnya?
"Thank you, Eomma. Bo Tong Eomma memang yang terbaik!" Jun Goo memeluk Bo Tong Eomma dan mengecup pipinya berulang kali.
"Hey, hey, hey! Apa yang kau lakukan pada kekasihku? Berani sekali kau menciumnya!" Bukannya takut, Jun Goo kembali mencium seluruh wajah Bo Tong Eomma hingga membuat pemilik wajah tertawa senang.
"Hey!"
"Ho Jae-yah." Ho Jae menghela napas panjang, ia duduk di sampingku dan memelukku sangat erat.
"Lihatlah, Jun Goo mengambil ibuku." Ia menyandarkan kepalanya di bahuku.
"Tidak masalah, kau masih punya aku."
"Ah, kau sangat manis. Aku menyayangimu." Aku tersenyum dan membalas pelukan Ho Jae.
"Aku juga, Ho Jae Oppa." Aku dan Ho Jae tertawa. Aku tidak bohong, kami memang saling menyayangi.
Sebagai sahabat.
"Ya, bagus. Kalian bermesraanlah, abaikan saja aku. Aku obat nyamuk beraroma lavender." Kami berempat tertawa mendengar protes Bok Hae. Aku merangkulnya dan menyandarkan kepalaku di bahunya.
"Aku juga menyayangimu, Bok Hae-yah!"
"Benarkah? Kalau begitu, kau pasti memberikan restumu untuk hubunganku dengan Oppamu!"
"Tunggu, Apa?" Jun Goo dan Bo Tong Eomma menatap Bok Hae dengan wajah terkejut mereka.
"Bok Hae punya hubungan khusus dengan Hyung?" Aku menunduk, biar Bok Hae sendiri yang menjelaskan.
Belum sempat Bok Hae membuka mulut menjawab pertanyaan 3 orang di depannya, lonceng di pintu masuk berbunyi tanda pelanggan berbunyi.
Jantungku seakan berhenti berdetak saat melihat sepasang kekasih masuk ke dalam dengan senyuman di bibir keduanya.
Aku menunduk saat menyadari tangan si perempuan melingkar di tangan tunangannya.