Saat ini Yas sedang dalam perjalanan pulang menuju ke Apartemennya bersama dengan ketiga sahabatnya. Ia yang mengemudi sedangkan disampingnya James hanya diam saja tidak mengajaknya berbicara sepatah katapun kepada dirinya.
"James, lo mau nginep di apart gue atau mau balik aja?"
"Balik," ujar James singkat tanpa menoleh sedikitpun kepadanya.
"Lo yakin?" tanya Yashelino dengan kerutan dikeningnya. "Kan lo masih marahan sama orang tua lo."
"Gak akan," jawabnya. "Kalau pun berantem pasti ujung-ujungnya di usir lagi."
Yashelino yang mendengarnya pun langsung menghela nafas seketika, kemudian ia kembali mendengar saudaranya itu yang saat ini mengatakan sesuatu yang membuat dirinya mematung.
"Jadi lo gak perlu pulang ke apartemen mulu," ujar James yang kini mulai menolehkan kepalanya. "Lo juga harus pulang, Yas."
Alfiz dan Didan yang mendengarnya pun langsung memilih untuk tidak ikut campur kedalam urusan mereka berdua. Karena itu mereka saat ini memutuskan untuk memalingkan wajahnya kearah kaca untuk melihat jalanan raya.
"Gue ..." ujar Yashelino menggantung, sedangkan James yang sudah mengetahui hal seperti ini akan kembali terjadi pun membuatnya kembali memalingkan wajahnya kearah lain.
"Lo juga gak bisa, 'kan?" tanya James.
"James, lo tahu sendiri 'kan kenapa gue dari dulu pindah ke apartemen?"
"Hm, terus apa itu bisa jadi alasan lo selama ini?" tanya James. "Jujur dari awal juga gue udah curiga kalau sebenarnya bukan karena perjodohan konyol itu yang bikin lo pindah ke apartemen."
Tidak disangka bahwa James bisa mengatakan itu dihadapan kedua sahabatnya yang lain membuat Yashelino tidak bisa berkata apapun karena jika dilanjutkan maka Alfiz dan Didan akan mengetahui semuanya.
Hingga dimana akhirnya Yashelino sudah sampai di depan Rumah Alfiz dan Didan yang bersebelahan itu. Mereka pun langsung turun dan berpamitan kepada kedua sahabatnya itu karena sudah mengantarkannya pulang.
Kini tersisalah mereka berdua dengan suasana yang begitu canggung dan ia tidak menyangka bahwa dirinya akan pulang bersama dengan James dalam keadaan seperti ini membuat Yashelino menghela nafas.
"Sekarang gue tanya sama lo," ujar Yashelino. "Apa lo gak pernah sedikit aja ngerti gue?"
"Gue gak pernah mikirin hal yang menurut gue gak penting."
"Terus lo selama ini anggap gue apa, James?" tanya Yashelino. "Gue ini saudara lo, dan cuma lo yang gue punya!"
"See?" ujar James dengan senyum smirknya. "Lo sebenernya tahu alasan lo yang sebenernya pindah ke apartemen."
"IYA!" bentak Yashelino. "Kalau yang jadi satu-satunya alasan yang kuat itu elo, terus kenapa?!"
James yang mendengarnya benar-benar tidak menyangka bahwa laki-laki itu memilih untuk pergi dari Rumahnya karenanya membuat ia langsung menggelengkan kepala dan dirinya merasa apa yang mejadi penyebab keluarga Albert hancur adalah James karenanya sendiri.
"Lo tahu kalau apa yang lo lakuin sekarang adalah sebuah kebodohan?"
"Gue gak peduli, James. Karena yang gue tahu kalau kita ini korban dari keegoisan keluarga kita sendiri."
"Enggak, gue sama lo itu beda Yas. Udah jelas bener-bener gak ada kesamaan dari lo sama gue. Jadi gue mohon lo balik ke Rumah lo dan jangan pikirin apapun tentang gue!"
Pada akhirnya Yashelino memutuskan untuk memberhentikan mobilnya di tepi jalan dengan emosi yang sedari tadi ditahannya mulai menaik.
"Gue gak bisa ninggalin lo sendirian," ujarnya kepada James. "Lo inget gimana pacar lo dulu ninggalin lo setelah apa yang keluarga lo lakuin ke dia?"
Entah kenapa Yashelino masih saja mengingat masa lalu itu yang menjadikan mereka kembali harus membahas masa-masa buruk yang pernah terjadi diantara mereka berdua.
"Dan lo dengan mudahnya salahin dia dengan alasan kalau dia gak bisa ngambil hati orang tua lo!"
Kedua mata dari James mulai berkaca-kaca bahkan kedua tangannya mulai menutup telinga karena tidak ingin kembali membahas apa yang sudah terjadi.
"STOP, GUE GAK MAU DENGER ATAUPUN INGAT APAPUN LAGI TENTANG DIA!"
"Justru lo harus dengerin dan inget itu di memori lo sendiri. Belajar dari kesalahan lo, James. Lo jadi playboy kaya gini setelah dia pergi ninggalin lo 'kan?" ujar Yashelino dengan kedua tangan yang saat ini masih memegang stir pun langsung mengerat. "Lo juga gak akan tahu kalau selama ini gue gak bisa tidur nyenyak karena rasa bersalah gue."
Untuk pertama kalinya Yashelino melihat saudaranya itu yang menitikkan air mata karena teringat dengan pacarnya yang sudah pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Mengetahui hal tersebut membuatnya juga ikut merasa terpukul karena pada saat itu Yashelino tidak bisa melakukan apaun karena terlambat datang untuk menolongnya.
"Anterin gue pulang atau gue turun di sini."
"James, lo dengerin gue dulu."
Mendengar bahwa Yashelino tidak menghiraukan perkataannya membuat James langsung menghela nafasnya seketika.
"Oke, kalau gitu gue turun aja di sini."
Setelah itu James pun langsung membuka pintu mobil dan keluar dari sana meninggalkan Yashelino yang saat ini berdecak kesal.
Kemudian laki-laki itu pun keluar dari mobil dan sedikit berlari hanya untuk mengejar saudaranya itu yang saat ini sedang berjalan seorang diri dengan wajah datarnya seperti biasa.
"James, oke gue anterin lo pulang."
Benar saja, James langsung menghentikan langkahnya ketika mendengar yang dikatakan olehnya tersebut sehingga membuat Yashelino langsung menghela nafasnya seketika.
"Tapi gue punya permintaan buat lo."
Yashelino yang mendengarnya pun langsung berkata, "Apa?" tanyanya.
"Gue pengen lo juga pulang ke Rumah lo," ujar James. "Karena gue gak mau ngerasa bersalah sama lo."
Dengan sangat terpaksa Yashelino harus mengikuti keinginan dari laki-laki itu sehingga saat ini James pun sudah kembali berjalan dengan senyumannya setelah mendengar jawaban dari sahabatnya sendiri.
"Oke, gue bakal pulang ke Rumah."
"Bagus," ujar James yang masih tersenyum. "Ayo kita pulang."
"Hm, iya."
Kini keduanya pun kembali melanjutkan perjalanan mereka untuk mengantarkan James terlebih dahulu pulang ke Rumahnya.
James pun mulai keluar dari mobil, setelahnya mengetuk kaca terlebih dahulu membuatnya langsung menurunkannya.
"Ada apa lagi?" tanyanya kepada laki-laki itu.
"Inget, lo harus pulang ke Rumah lo."
Mendengar itu Yashelino langsung menganggukkan kepala, lalu berkata, "Iya, gue balik kok."
"Awas aja kalau bohong, nanti gue bakal telepon Papa lo."
"Oh, jadi lo sekarang udah berani ngancam gue?!"
James yang mendengarnya pun terkekeh, kemudian mengetuk-ngetuk dagunya dengan jari tangannya seperti sedang berpikir.
"Gue bakal minta om Orland buat jadi tameng biar lo nurut sama gue."
"Coba aja, kecuali kalau lo masih mau hidup."
"Sialan, cuma bercanda doang gue, serius amat lo."
"Ya gue juga bercanda," ujar Yashelino dengan senyum smirknya.
"Huh, ya udahlah, gue masuk dulu," ujar James yang kini mulai melambaikan tangannya kepadanya itu.
Setelahnya Yashelino masih merasa bimbang akan apa yang harus ia lakukan sekarang karena sepertinya perkataan yang dirinya dengar tadi dari James memanglah bukan main-main.
"Kalau gue pulang, nanti gue ketemu sama Papa lagi. Ah, males banget gue," gumamnya dengan rasa khawatir.