Chereads / GOOD BOY! / Chapter 22 - SEMUA ORANG BERPIKIR YANG SAMA

Chapter 22 - SEMUA ORANG BERPIKIR YANG SAMA

Kini mereka berdua pun telah sampai di apartemen dengan Yas yang langsung menuruni mobil dan menguncinya kembali.

Sedangkan Alfiz yang mengetahui itu langsung menghela nafasnya seketika, sahabatnya yang satu ini benar-benar berniat untuk membuat lelucon sepertinya.

Sekarang bagaimana caranya ia bisa keluar dari sini jika Yas saja memgunci semua pintu mobilnya. Benar-benar menyebalkan dan itu membuat Alfiz sedikit frustasi.

Akhirnya laki-laki itu pun langsung membuka ponselnya dan menghubungi sahabatnya tersebut yang ia yakini sudah memasuki lift lebih dulu.

Disisi lain kini Yas sedang menuju lantai atas, ia menunggu pintu lift terbuka seperti biasa sebelum akhirnya dirinya pun masuk dan keluar dari sana setelah sampai dari lantai atas.

Ponselnya berdering membuat langkahnya harus terhenti. Kemudian Yas pun langsung mengangkatnya tanpa melihat lebih dulu nama yang tertera dilayar ponselnya.

"Halo," ujarnya.

"Keluarin gue, bego!" ujar Alfiz kesal.

Satu tangan Yas mulai dimasukan kedalam saku celananya, kemudian menghela nafas sebelum akhirnya berkata, "Maksud lo apa sih? Keluar apa? Lo pan dari tadi sama gue, kenapa lo pake telepon gue segala?" ujarnya.

Terdengar decakan dari seberang sana yang membuat Yas mengerutkan keningnya, hal itu membuatnya menoleh kearah belakang dan tidak menemukan siapapun disini.

"Gue kekunci di mobil dan belom sempet keluar, Yashelino Albert yang tampan!"

"Hah?" ujar Yas terkejut, "S-serius lo?!"

"Gak! Bercanda gue, ya serius lah, kesel banget gue sama lo."

"Y-ya udah, gue kebawah lagi sekarang. Tapi Fiz, gue bener-bener minta maaf."

"Hm ..."

Yas pun kembali memasuki lift dan menuju ke lantai bawah dimana ia biasa memarkirkan mobilnya berada. Kemudian setelah itu dirinya langsung berjalan menuju basement.

Sampai disana ia bisa melihat sahabatnya yang kini sedang menatapnya datar dengan kedua tangan yang melipat di dada.

Dengan cepat laki-laki itu membuka kunci dari pintu mobilnta dan bergegas berkata, "Fiz, sorry banget ya. Gue kebiasaan sendiri----" Alfiz menyelanya, "Lo lupa sama gue segitunya? Tega banget lo."

Kemudian Alfiz memalingkan wajahnya kearah lain, ia marah dan Yas yang melihat itu langsung menghela nafas kasar.

"Fine, mau lo apa?" tawarnya yang sebenarnya lebih kepada keterpaksaan.

Sedangkan Alfiz yang mendengar itu langsung menoleh kembali menatap sahabatnya tersebut yang saat ini sedang melihatnya.

Laki-laki itu berdeham, kemudian berkata, "Lo serius?" tanyanya memastikan.

"Menurut lo?" tanya Yas dengan kedua tangan yang ia masukan kedalam saku celananya. "Cepetan, gue gak suka lama-lama."

Alfiz yang mengetaui itu pun langsung mengulum senyumnya dengan kedua mata yang masih menatap sosok laki-laki yang berada dihadapannya saat ini.

"Gue mau foto," ujarnya kepada seseorang yang berada dihadapannya saat ini.

Kening dari sahabatnya itu pun langsung berkerut samar, ia bisa melihatnya sendiri bahwa laki-laki itu menatapnya dengan aneh membuat dirinya berdecih seketika.

"Kenapa?" lanjutnya, ia tersenyum smirk sebelum akhirnya memalingkan wajahnya kearah lain. "Lo pikir gue bercanda, gitu?"

"Enggak, siapa bilang? Tapi, yang bener aja lo minta foto, ngapain coba?"

"Kan lo sendiri yang bilang, gimana sih?!"

Yas langsung terkekeh, ia menggelengkan kepala sebelum akhirnya kembali berkata, "Haha, ngaco lo. Kapan gue bilang kaya gitu coba?" ujarnya terheran.

"Udah, lah. Ayo foto," ujar Alfiz.

Mendengar itu sahabatnya langsung menghela nafas seketika, ia memilih untuk mengalah dan mendekatkan dirinya pada laki-laki tersebut.

"Ya udah," putus Yas. Kemudian ia langsung mengambil foto selfie untuk mewujudkan keinginan dari seseorang yang berada dihadapannya saat ini. " Satu, dua, tig--- cekrek."

Alfiz yang melihat itu langsung merubah ekspresinya menjadi datar, ia sangat kesal terhadap laki-laki yang satu ini, bahkan dirinya pun memijit pangkal hidungna sejenak.

"Udah, 'kan?" ujar Yas dengan kedua alis yang terangkat.

"Gue gak bilang pengen foto sama lo, tapi maksud gue foto yang lo maksud waktu di kantin tadi."

Dan saat itu juga Yas langsung terperangah, kemudian menghela nafas sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi dari hadapan laki-laki itu.

Sementara itu Alfiz yang melihatnya pun hanya bisa diam dan kembali memanggil-manggil nama dari sabatnya itu.

"YAS, GUE BELUM SELESAI NGOMONG!*

Laki-laki itu yang sedang berjalan dikejauhan sana pun akhirnya langsung menghentikan langkahnya.

Kemudian ia berkata, "Diem atau gue kunci lo lagi di dalam mobil, mau?" ujarnya penuh penekanan.

Mendengar itu Alfiz langsung bungkam, kemudian beranjak dari duduknya dan menutup pintu mobil dengan wajah yang cemberut.

Disisi lain sekarang Yas sudah kembali memasuk lobi apartemen dengan Alfiz yang baru saja berada disampingnya.

"Huh, capek banget. Lo pake ninggalin gue segala lagi," keluhnya kepada Yas.

Akan tetapi laki-laki itu masih memilih diam dan tidak berniat untuk menjawab setiap perkataannya yang keluar dari mulutku.

Yas memasuki pintu lift yang sudah terbuka membuat sahabatnya yang mengetahui itu langsung ikut menerobos masuk.

Akhirnya mereka pun sampai dilantai atas dengan Yas yang langsung membukakan pintu apartemennya menggunakan id card khusus.

Berhasil, pintu pun terbuka dengan Alfiz yang lebih dulu menerobos masuk dan membaringkan diri disofa. Sedangkan Yas yang melihat itu hanya menggelengkan kepalanya saja seperti biasa.

"Yas," Pangginya yang hanya dibalas dehaman oleh laki-laki itu. "Mana fotonya, gue mau lihat."

"Nanti," ujar Yas dengan malas.

"Kok, gitu. Sekarang lah, lo udah janji sama gue mau kasih lihat."

"Tunggu, gue mau ganti baju dulu."

Pada akhirnya Alfiz pun menyerah dengan Yas yang saat ini berjalan menuju kamar dab menutup pintunya.

Beberapa saat kemudian seseorang yang sedari tadi ditunggunya pun datang dengan setelan biasa.

"Mana?" ujar Alfiz.

Yas menoleh dan melemparkan ponsel miliknya itu kepada sahabatnya itu secara tiba-tiba. Beruntung Alfiz menangkapnya dengan tepat meskipun laki-laki itu masih sangat terkejut.

Kemudian ia langsung menatap layar ponselnya dan menampilkan sebuah foto dimana disana James sedang tertidur disamping seorang gadis yang begitu tidak asing baginya.

"I-ini ... Seriusan?!" ujar Alfiz yang masih tidak menyangka. "Wah, gila tuh anak. Nekad banget, ya? Bisa-bisanya dia berani kaya gini."

Ia melihat sahabatnya yang saat ini sedang berdiri menghadap kearah pemandangan kota Bandung.

"Yas, terus kalau udah gini lo mau apa? Lo percaya gitu sama foto beginian doang?"

Mendengar itu laki-laki tersebut langsung menghela nafasnya, kemudian memasukkan kedua tangannya kedalam saku celananya.

"Jujur sih gue enggak percaya, tapi dia udah terlanjur bikin gue ngerasa terusik."

"Menurut gue mending lo fokus sama berita perjodohan lo deh, Yas. Biarin aja suka-suka si James mau ngapain juga."

Salahkan Alfiz yang malah berbicara seperti itu membuat sahabatnya yang sedari tadi membelakanginya pun langsung memutar tubuhnya dan menatap kearahnya dengan datar.

"Gue ngelakuin ini juga demi kebaikan dia sendiri," ujar Yas penuh penekanan. "Karena dia itu saudara gue."

Sayangnya itu hanya dapat diucapkan dalam hati, karena status James yang harus disembunyikan sebagai bagian dari keluarga besar Albert.

"Yas, kalau lo kaya gini terus, gue jadi makin curiga sama lo."

Kening Yas berkerut, ia berkata, "Maksud lo apa ngomong kaya gitu?" tanyanya.

Alfiz tersenyum smirk, ia menatap nyalang kearah seorang Yashelino yang saat ini sedang memandangnya dengan raut wajah tanpa ekspresi.

"Jangan-jangan bener lagi sama apa yang dibilang James, kalau lo suka sama cewek itu. Iya 'kan?!"

Yas yang mendengarnya pun hanya diam memandang sahabatnya tersebut dengan tatapan tajamnya. Entah ada apa dengan semua orang, kenapa tiba-tiba bisa berpikir dengan semudah itu?

Ia pun terkekeh sinis dan hal itu membuat seseorang yang berada dihadapannya tersebut menatapnya dengan terheran karena melihat dirinya yang malah bersikap diluar dugaannya.

"Oh, jadi gitu menurut lo?" ujar Yas dengan senyum smirknya.