Chereads / Drama Picisan / Chapter 5 - Seni Suara

Chapter 5 - Seni Suara

Mentari sudah merangkak naik menuju singgasana teratasnya, panasnya mulai menyengat kulit dan menaikkan suhu udara, kabut – kabut yang mengahalangi pandangan telah lenyap bersama dengan hawa dingin yang menusuk tulang. Anak – anak cucu Adam yang semula terlelap kini telah terjaga, melakukan kegiatannya mencari nafkah agar tetap berada di dunia.

Siang mulai menjelang tapi kamar Amir masih remang – remang, jendela dan gordennya masih tertutup rapat sehingga cahaya Matahari tidak dapat masuk kedalam kamarnya. Tubuhnya melingkar memeluk guling dan berlindung di dalam selimut yang berbahan kain beludru, matanya masih tertutup rapat dan masih menikmati mimpinya.

Beberapa saat kemudian Amir terbangun, keringatnya mengucur deras, selimut dan seprei tempat tidurnya basah akan keringatnya. Di kamar itu memang tidak ada Air Conditioner, yang ada hanya kipas angin yang ditaruhnya di dekat lemari baju. Mungkin karena suhu udara yang panas karena kamarnya tertutup, kipas angin itu tidak mampu menyejukkan kamar Amir, yang dihembuskan bukan hawa dingin tapi udara panas yang hanya berputar – putar dalam kamar tersebut.

Amir melihat Ponselnya, waktu sudah mendekati jam makan siang, Dia menguap dan menggerak – gerakkan tubuhnya agar terasa lebih lega. Amir bangkit dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar, lalu Dia menuju ruang tamu tempat biasa bersantai.

"Lho... Kamu ga kerja Yang?", Amir terkejut melihat Istrinya masih berada di ruang tamu sambil mengoperasikan Laptop.

"Enggak Mas, Aku malas banget akhir – akhir ini Mas...", Anna menjawab Amir sambil terus melihat layar Laptopnya.

"Emang kenapa kok malas?", Amir meloncat ke sofa dimana Anna sedang duduk lalu memeluknya dengan erat.

"Ihhh... bau, sana mandi dulu", Anna memekik karena kelakuan Amir.

"Masak sih...wangi lho, coba Kamu cium", Amir mengusap – usap ketiaknya lalu menyodorkan telapak tanganya ke hidung Anna.

Sontak Anna menghindar dan memukuli Amir dengan bantal yang ada disebelahnya, "Ih... sana – sana mandi dulu...", Perintah Anna sambil terus memukuli Amir dengan bantal.

"Ha..ha..., Amir tertawa melihat tingkah Istrinya.

"Eh ada Kopi Susu nih...", tanpa diperintah Amir langsung meminum Kopi Susu yang tersaji di atas meja . "Kamu kenapa Yang, kan Kamu sendiri yang ingin kerja, tapi sekarang kok jadi malas?".

"Ga tahu Mas, jadi malas aja...setiap hari gitu – gitu terus kerjaannya, gajinya juga ga sepadan dengan hasil kerjaku, ngerasa ga dihargai aja di perusahaan itu".

"Ya udah Kamu keluar aja, kan sudah Ku bilang, Kamu ga usah kerja, diam aja di rumah, biar Aku yang cari nafkah".

"Maksudku ga gitu Mas, Aku Cuma malas aja dengan kerjaanku yang sekarang, tapi kalau sudah dapat pekerjaan baru ya pasti semangat lagi".

"Ya Kamu resign aja Yang, mending di rumah aja dulu sambil cari – cari informasi pekerjaan yang sesuai dengan keahlianmu. Daripada diperbudak terus seperti itu, kerja dari pagi sampai malam tapi bayarannya ga seberapa".

"Makanya itu Mas, nih lagi buat surat pengunduran diri, besok Aku serahin sekalian pamit ga kerja lagi".

"Emang boleh ya ngasih surat pengunduran diri, hari itu juga langsung keluar kerja".

"Ga tahu juga lah Mas, tapi sebenarnya itu ga baik, ga beretika banget, satu atau dua hari ngasih suratnya, baru Kita keluar, tapi gimana lagi Mas, Aku dah capek...".

"Ya terserah kamulah..., Kamu sudah melamar lagi ke perusahaan lainnya?".

"Dari minggu – minggu kemarin Mas Aku dah ngirim email ke setiap lowongan pekerjaan, lusa Aku ada test & interview Mas".

"Oh ya...dimana?", tanya Amir penasaran.

"PT. Maju Gemilang Mas".

"Bergerak di bidang apa tu?".

"Perusahaan eksport import lagi Mas", jawab Anna.

"Yaahhh...sama aja donk, jangan sampai keluar dari mulut harimau tapi masuk ke mulut buaya...".

"Kali ini beda Mas perusahaannya".

"Beda gimana, kan bidangnya sama, ya berkutat di bidang itu- itu aja".

"Tapi kali ini kantornya di kawasan Jl.sejahtera lho Mas, Mas kan tahu sendiri kalau perkantoran di situ perusahaannya Bonafit – bonafit, otomatis ini pasti juga perusahaan besar, ya walaupum Aku tidak pernah dengar namanya", Anna coba meyakinkan Amir.

"Ya terserah kamulah, moga – moga aja ini perusahaan benar, ga kayak kerjaan Kamu sekarang, kerja kayak ikut VOC".

"Iya Mas...semalam Kamu pulang jam berapa Mas?.

"Jam 2 lebih, Kubawain Kamu makanan tapi Kamu dah tidur, ga tega Aku bangunin Kamu".

"Iya, tuh makanannya ada di kulkas. Kok malam banget pulangnya, Kamu party ya?".

"Party... party politik?", Amir menjawab pertanyaan Istrinya sambil cengegesan.

"Itu partai Mas, Kamu tuh ditanyain benar – benar tapi malah becanda", dengan ketus Anna membalas candaan Suaminya.

"Ga kok Sayang, semalam acaranya selesai jam 1, tapi Aku kumpul sebentar sama teman Bandku, ngbrolin materi – materi baru, ntar sore latihan soalnya".

"Oh... kirain Kamu ikut party – party gituan, anak band kan biasanya gitu, apalagi banyak cewek – cewek kan...".

"Enggak lah Yang, kan Kamu tahu sendiri kalau Aku ga suka minum – minum, ga suka juga dengan keramaian seperti itu, mendingan tidur aja daripada ikut acara gituan", Amir mencoba meyakinkan Istrinya.

"Bener lho Mas...", Anna mewanti – wanti Suaminya.

"Bener Sayang, swear... berani disambar gledek kalau Aku ikut gituan!!, dengan bercanda Amir mendemonstrasikan simbol victory pada Anna agar Anna percaya pada Amir.

"Idih lebay...".

"Ha...ha...", Kamu ikut ga? Aku mau ngejam trus ada job di Seni Suara, tanya Amir pada Anna.

"Lha Aku terus ngapain Mas ikut Kamu ngejam, ntar malah ganggu Kamu".

"Ya enggak lah, daripada di sini ga ngapa – ngapain kan, mending ikut Aku aja, ntar di Seni Suara kan bisa nongkrong juga sambil makan – makan, dah lama juga kan Kamu ga kesana?".

"Bener nih Aku boleh ikut?".

"Iya lah, kan Aku yang ajak Kamu.

"Oke deh, Aku ganti baju dulu ya".

"Iya... Aku juga mau mandi dulu".

"Mandi sana cepetan... bau...", Anna mendorong Amir agar segera menuju ke kamar mandi.

**********************

Setelah mandi dan menyelesaikan makan siangnya, Amir dan Istrinya meninggalkan rumah untuk menuju Studio Musik Irama, studio musik langganan Amir ketika latihan ngeband. Selain alat musik yang lengkap, fasilitas di studio itu memang memadai untuk sekedar menyalurkan hobi bermusik ataupun untuk orang yang bekerja di industri musik. Untuk ukuran studio dengan fasilitas yang "Wah", sewa di studio Irama juga tidak terlalu menguras kantong, bahkan untuk ukuran pelajar pun sewa studio itu bisa dibilang murah. Maka tak heran jika Waiting List di studio itu cukup padat, jika bukan member ataupun sudah biasa latihan di studio itu akan kesulitan dalam memesan jam latihan, waktu booking harus 2-3 hari sebelumnya untuk dapat latihan di tempat itu karena selalu penuh di setiap harinya.

Di dalam studio Amir dan teman – temannya sedang asyik memainkan berbagai macam alat musik, sementara Anna melihat suaminya yang sedang membetot Bass dari balik kaca yang menyekat antara studio dengan ruangan tempat Dia duduk. Anna dapat mendengar dengan jelas suara dari dalam studio itu melalui speaker yang berada di depannya, Dia sungguh menikmati sajian live musik yang ada di depannya itu.

Salah satu alasan yang membuat Anna suka Amir ya ini, pandai memainkan berbagai macam alat musik. Selain Bass dan gitar, Amir juga bisa memainkan Drum dan Keyboard, bisa dikatakan Amir seorang musisi multi instrumen. Keahlian ini dipelajari Amir secara otodidak semenjak bangku sekolah, setiap hari sepulang sekolah Amir terbiasa menyendiri di kamar sambil memainkan gitar kesayangannya, jarang sekali Dia keluar rumah, Dia hanya keluar rumah jika ada teman yang mengajaknya.

"Rehat dulu bro... capek nih...", seru Anton kepada teman – temannya.

"Tumben – tumbennya Lu bawa Istri Mir?", Tanya Jaka pada Amir.

"Iya Jak, daripada di rumah aja, mending Aku ajak sekalian".

"Emang Dia ga kerja?", sambung Jaka.

"Dah resign Jak, mau cari kerjaan lain katanya", jawab Amir.

"Eh mending jadi Manager Kita aja bro, Lu coba bilang ke Istri Lu Mir, kali aja Dia mau", tiba – tiba Minto ikut nimbrung obrolan Mereka.

"Iya Mir, kasihan si Heru ngurusin semuanya, biar si Heru jadi road manager, sementara Istri Lu jadi managernya, gimana?", Anton melanjutkan usulan Minto.

"Jangan ah... masak Gue sama Istri Gue sama – sama ada di sini, ga enak bro, lagian juga mana mau Dia", jawab Amir.

"Ya Lu coba dulu tanya Istri Lu Mir, siapa tahu Dia mau", Jaka mencoba membujuk Amir.

"Ga mungkin mau Jak, dulu kan pernah sebentar kerja di Seni Suara bagian ngurusin gituan, ribet katanya ngurusin orang, mending kerja kantoran biasa aja katanya".

"Ya udah Mir Gue ga maksa, tapi kalau Istri Lu mau, bilang aja langsung ke Kita", kata Anton.

"Ok Ton", balas Amir.

"O ya Mir...Kita mau bikin album baru, Lu ikut ya ngisi Bassnya, gimana?", Anton bertanya pada Amir.

"Lu tinggal ngisi Bassnya aja Mir, terserah mau Lu apain, asalkan ga melenceng dan sesuai dengan aransemen Kita", sambung Jaka.

"mmm...gimana ya, tapi Gue kan Cuma Additional Player, takutnya juga Gue ngerusak lagu Kalian", jawab Amir.

"Kalau Lu mau jadi anggota tetap Kita, gapapa Mir Kita Welcome sama Lu, malahan tu tambah bagus buat pengerjaan album Kita", kata Anton.

"Ya ga mungkin lah bro, susah ngaturnya kalau jadi anggota tetap, Gue ngisi aja di album Kalian, Kita garap bareng aja, tapi Gue ga janji bisa garap semua Basslinenya, Gue kan juga ada jadwal sama band Gue sendiri", Amir mencoba memberikan pengertian kepada Temannya.

"Bulan depan gimana, bisa ga Lu?", tanya Anton.

"Ok Ton siap...".

"Yok Kita cabut, Persiapan buat main di Seni Suara, mumpung masih jam segini, ntar kena macet kalau kesorean", ajak Jaka pada teman – temannya.

Mereka meninggalkan Studio untuk menuju tempat Mereka selanjutnya, tempat Mereka akan tampil malam ini menghibur pengunjung yang akan menyaksikan Mereka secara langsung.

*******************

Seni Suara, tempat dimana Mereka akan tampil malam ini. Kafe yang terletak di pusat Kota itu berbeda dengan Kafe – kafe lain yang ada di Ibukota, Sang pemilik Kafe terinspirasi oleh CBGB, sebuah Bar kecil di New York yang menjadi tempat perkembangan skena Punk di negeri Paman Sam.

Harapannya, Sang pemilik Kafe dapat memberikan wadah kepada para musisi – musisi yang anti mainstream untuk mengembangkan aliran yang digelutinya agar lebih didengar dan diterima oleh masyarakat luas. Pada awalnya Kafe ini sulit berkembang karena melawan selera pasar, tapi karena konsistensi serta tekad yang kuat untuk dapat mengangkat genre musik yang lain, perlahan tapi pasti kehadirannya mulai diterima masyarakat.

Tak jarang pula musisi – musisi terkenal mengunjungi kafe ini, entah sekedar nongkrong ataupun mengisi acara di kafe ini. Sampai saat ini, Seni Suara sudah menghasilkan beberpa musisi yang berkiprah di belantika musik nasional, Resonansi juga salah satu Band yang terlahir dari kafe ini. Pada awal berdirinya Resonansi, Mereka merintis karir dari Kafe ini, bahkan sempat menjadi Band Residence di Kafe ini sebelum Mereka dikenal khalayak luas seperti pada saat ini. Bisa dibilang Kafe ini turut membesarkan Resonansi, tanpa adanya Kafe ini, Resonansi mungkin tidak sebesar sekarang karena jarang sekali tempat hiburan yang mau menerima aliran musik yang Resonansi mainkan.

Segala macam genre dimainkan di Kafe ini, utamanya dari musik – musik aliran bawah tanah, aliran yang kesulitan mendapatkan gigs dan tempat untuk menunjukkan kebolehannya disambut dengan tangan terbuka oleh Kafe ini. Seiring berjalannya waktu, keberadaan Kafe ini semakin dikenal masyarakat yang haus akan hiburan yang berbeda, kejengahan sebagian Masyarakat akan musik – musik yang yang monoton dan cenderung sama, dimanfaatkan dengan baik oleh pemilik Seni Suara untuk mengakomodir masyarakat tersebut agar datang dan menikmati suguhan yang berbeda di Seni Suara.

Belakangan ini banyak sekali bermunculan Kafe yang berkonsep seperti Seni Suara, ada yang mengubah sedikit formatnya ataupun hanya mengkopi paste sama persis dengan Seni Suara. Hal ini juga menunjukkan jika kehadiran Seni Suara menginspirasi pelaku usaha lain untuk memberikan porsi kepada aliran musik underground yang juga dari segi bisnis sama – sama menguntungkan dengan aliran musik mainstream.

Tapi tetap saja Seni Suara adalah sang primadona, Kafe ini merupakan kiblat dari Band – band underground untuk menunjukkan tajinya pada khalayak umum. Selain Pionir wadah komunitas Band – band underground, Kafe ini tempat nongkrong orang – orang yang berpengaruh di industri musik, baik itu musisi terkenal, produser musik, maupun wartawan musik. Sehingga para Band – band yang tampil akan menampilkan skill terbaik Mereka agar dilirik oleh para orang – orang yang berpengaruh tersebut.

*******************

Tepat pukul 20:00 semua personil Resonansi sudah berada di atas panggung, di depan mereka sudah berjejal para penonton yang tidak sabar menyaksikan penampilan Mereka. Bukan hanya penonton biasa yang menyaksikan Mereka, ada pula Jurnalis musik serta musisi – musisi terkenal yang antusias menyaksikan Mereka. Berbeda ketika dimana Mereka awal merintis karir yang hanya disaksikan beberapa penonton saja, kali ini penonton benar – benar padat, bahkan tiket yang Mereka jual untuk acara ini dalam waktu 2 jam sudah habis terjual.

Bisa dibilang Mereka sekarang adalah bintang baru di industri musik, Mereka mampu menembus kerasnya persaingan di belantika musik nasional. Dengan modal musik yang belum begitu diminati oleh khalayak umum, Mereka mampu membuktikan bahwa perbedaan itu bukanlah halangan untuk berkembang, bahkan perbedaan itu yang membuat Mereka menjadi besar seperti sekarang. Kerja keras Mereka kini telah membuahkan hasil yang manis, tinggal bagaimana Mereka mengembangkan lagi skill dan kreatifitas Mereka dalam bermusik agar dapat bertahan bahkan terus berkibar di dunia permusikan.

Malam itu benar – benar malam Mereka, dengan irama musik yang menghentak para penonton saling bergoyang menikmati musik yang Mereka mainkan. Hampir semua penonton hapal dengan lagu – lagu Mereka, wajah – wajah penuh kepuasan terpancar di wajah Mereka. Konser yang sangat sukses dan tanpa kendala, Mereka sangat senang karena dapat memuaskan Fans Mereka. Tak sia – sia Fans Mereka mebayar mahal untuk melihat konser ini, konser yang sangat memukau dan luar biasa.

Amir, walaupun Dia hanya pemain additional di band ini pun merasa sangat senang, malam ini Dia bisa tidur nyenyak. Sebagai seorang musisi, Dia sangat puas jika melihat penonton senang akan permainannya. Sebuah pengalaman yang tidak ternilai harganya, dapat menghibur orang banyak melalui kemampuannya dalam memainkan seni suara yang disebut dengan musik.

Malam yang begitu indah, Sang Rembulan nampak bulat sempurna, pancaran sinarnya menerangi gelap malam yang menyelimuti dunia. Secerah hati Mereka, malam ini Mereka pulang dengan hati yang tenang, usaha Mereka tidak menghinati hasil yang Mereka terima. Hanya syukur yang dapat Mereka ucapkan, bersujud kepada Sang Pencipta atas berkah yang Mereka dapatkan dari Sang Maha Pengasih dan Penyayang.

*********************