Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

I'm Done Yeah!

🇮🇩Opheliayeolbee
--
chs / week
--
NOT RATINGS
2.4k
Views
Synopsis
Dejanira Neelam. Nama seorang anak perempuan yang malang. Bukan ia terlahir cacat atau kurang sempurna. Tapi seorang anak tunggal yang berjenis kelamin perempuan yang hadir karena pertikaian orangtua. Mungkin bisa dikenal dengan istilah Broken Home. Dejan, biasa teman-temannya menyebutnya dengan nama itu. Gaya hidupnya yang simpel dan sederhana. Karena memang ia hanya membutuhkan sesuatu hal yang begitu sederhana saja. Dibalik wajah cantiknya yang seperti biasanya terlihat dingin dan datar itu membuatnya sulit untuk mengungkapkan satu bentuk ekspresi yang menyenangkan. Yang ia tahu ekspresi dingin ketika kedua matanya melihat wajah orangtuanya yang sedang emosi sambil melempar barang ke arah mana saja. Dan wajah datar yang ia pasang entah dari sejak kapan ia terbiasa dengan wajah datarnya itu, ia juga tak mengerti. Lalu ketika kedua telinganya mendengar teriakan penuh amarah setiap waktu jika ia pulang kerumah yang secara otomatis Dejan dengan wajah datarnya menuju kamar pribadinya. Dejan duduk di kelas dua menengah atas. Yang kemana-mana selalu ditemani dua sahabatnya sejak sekolah dasar. Dunia kecilnya hanya keterdiamannya sendiri dan memutar ulang bayang-bayang dimana masa kecilnya indah. Dejan hanya akan berekspresi senang ataupun suara tawanya muncul ketika ia berada di dalam lingkungan kedua sahabatnya. Jika ia hanya seorang diri jangankan berekspresi, peduli pada orang lain pun ia enggan. Nakal sepertinya bukan yang tepat untuk dilekatkan pada dirinya yang entah kenapa jadi menyukai dunia balap. Arena balapan adalah tempat utama dimana Dejan berada. Memang ia seorang perempuan tulen tapi feminin bukanlah gayanya. Dejan tidak pandai untuk berbasa-basi dalam hal apapun. Namun Dejan pandai beradaptasi. Ia masih mau mendekati lingkungan yang baru. Berkat kedua sahabatnya Furi dan Monic, Dejan mampu menyambung hidup dengan tidak mencoba menabrakan tubuhnya sendiri ke jalanan yang ramai. Dan berkat kedua sahabatnya pula Dejan masih memiliki sebuah perasaan pada suatu hal. Hal yang biasa disebut rasa suka atau sejenisnya. Dejan melihat dan memandang dalam waktu yang lama pada laki-laki yang bukan berada dalam satu kelasnya. Mungkin biasa Furi katakan adalah rasa dalam pandangan pertama. Rasa yang membuat relung hatinya seperti berdebar dan berdetak-detak. Namun kedua matanya tak bisa lepas dari laki-laki yang sudah ia pandangi sejak sekolah menengah pertama tepat di kelas dua. Diam-diam ia mencuri waktu hanya untuk memandang laki-laki yang memiliki nama Dimas Tayrone itu. Berada dalam tingkat kelas yang sama dan sekolah yang sama secara berturut-turut membuat Dejan memiliki semangat hidup. Sayangnya semangat hidup yang Dejan rasakan selama beberapa tahun itu tertiup angin begitu saja ketika di ujian kelulusannya sebagai anak SMA. Dimas hanya memberikan harapan untuknya namun tidak dengan memberikan perasaan yang sama seperti miliknya. Melihat Dimas dan Lisha berpelukan dan saling mencium di kedua pipi masing-masing di acara pesta kelulusan membuat Dejan membisu yang mana tengah berada dalam hubungan palsu. Tapi sepertinya Dejan tidak tahu bahwa selama ini ada seseorang yang duduk manis menjadi pengagum rahasianya menunggu untuk dilihat. Namun waktu yang seperti berhenti adalah Benroy yang memutuskan untuk merengkuh tubuh Dejan yang tidak sadarkan diri. Memeluk wajah pucat itu dengan sejuta harapan dan doa yang ia coba panjatkan dalam hati. Kata selesai tidak harus dengan sesuatu yang berlebihan. Karena sesuai dengan gaya Dejan, kata selesai ia ucapkan karena Benroy menariknya masuk ke dalam moment sukacita penuh warna. Benroy memberikan sebuah kebahagiaan yang tidak pernah Ia minta. Walaupun dengan berakhir hanya seorang diri, Dejan bisa menyelesaikan perjuangan hidupnya dengan cinta yang tulus dari Benroy. Dejan tidak pernah berekspektasi dalam hidupnya. Tapi inilah yang harus ia katakan dengan senyum cerah penuh rona bahagia... "I'm Done"
VIEW MORE

Chapter 1 - Malam Kelabu Di Hari Ini

Semilir angin yang sejak tadi berhembus dari jendela tak membuat Dejan mengeluh kedinginan. Bahkan tubuhnya hanya berpakaian kaos hitam tipis dan ripped jeans. Rambutnya yang sudah melewati bahu hanya ia ikat asal dengan ikat rambut berwarna navy kesukaannya.

"Hei jan! Kau tidak pulang?" Tegur Furi yang sedang mengemil snack di depannya.

Dejan yang sejak tadi melamun hanya melirik Furi asal lalu menenggak habis sisa kopi kalengnya yang tinggal satu tegukan. "Aku akan pulang. Karena sebentar lagi kau pasti akan mengusirku"

Furi yang tahu benar tabiat baik dan buruknya seorang Dejanira Neelam hanya terkekeh ringan sambil mulutnya sibuk mengunyah snack yang jika dihitung sudah lebih dari lima bungkus.

"Aku hanya mengingatkanmu kawan. Jangan cepat tersinggung begitu.. itu tidak baik. Emm! Aku baru ingat, besok bukankah ada jadwal kau akan ke Galexy?" Tanya Furi yang memilih untuk berhenti mengunyah karena bungkus ke-lima itu memang sudah kosong tak ada isi. Membuangnya ke kotak sampah kecil yang memang tersedia di ruangan santai miliknya tersebut.

Dejan mengangguk sebentar lalu menatap Furi yang merebahkan tubuhnya di sofa panjang tepat di hadapannya. "Ya. Tapi aku malas"

Furi mengernyitkan dahinya dengan wajah yang heran. "Ini berhadiah uang kau tahu? Kukira kau seperti biasanya yang selalu antusias jika suatu hal sudah menyangkut dengan uang"

"Aku ingin memberi kesempatan pada yang lain. Mungkin bisa jadi denganmu" jawab Dejan yang langsung direspon Furi dengan gelengan kepala.

"Aku tidak bisa jika kau masih punya mata. Kau ingin menghinaku atau apa huh? Kalau itu Monic Mungkin bisa jadi" ujar Furi dengan suara tertawa renyah dari Dejan yang sejak tadi masih betah duduk bersandar di single sofa.

"Aku kan hanya mengatakan mungkin dan itu tentu sudah bukan hal yang pasti hahaha! Hei! Aku hanya bercanda nyonya Toni hahahahaha!" Dejan selalu merasa puas jika dirinya berhasil meledek Furi dengan kata-kata sarkas miliknya.

Menurutnya Furi adalah orang yang tepat untuk ia cecar dengan kata-kata sarkasnya. Apalagi jika ditambah dengan hadirnya satu sahabatnya lagi yang entah dimana anak itu sejak lusa kemarin. Yang jelas Monic, sahabat satunya itu terkadang suka menghilang entah kemana.

"Hei! Aku Serius. Kenapa kau tidak antusias seperti biasanya? Jika hadiahnya selain uang mungkin masih bisa aku terima alasanmu. Tapi kali ini kenapa?" Pertanyaan Furi membuat Dejan malas menjawab. Ia malas untuk menjadi cerewet.

"Aku ingin mencoba menjadi seorang perempuan yang mungkin jadi lebih sedikit agak normal dari perempuan kebanyakan" ujar Dejan membuat Furi mengerutkan alisnya penuh dengan ekspresi penasaran.

"Apa?? Apa aku tidak salah dengar?? Kau?.. Begini.. Ada apa denganmu? Kau tidak biasanya seperti ini. Kita sudah lama bersama. Berteman dalam waktu yang lama. Meskipun kita bertiga sering bertengkar. Dan akupun mengkhawatirkan keberadaan Monic yang sudah dua hari ini tidak masuk sekolah. Jadi?" Ujar Furi panjang lebar karena sudah gemas melihat gerak-gerik Dejan yang mengapa terlihat berbeda dari biasanya.

Dejan menghela nafas panjang sebentar lalu menatap Furi dengan pandangan yang seperti nampak berpikir. "Aku hanya sedang... Yaaah.. Kau tahu? Dimas"

Jawaban Dejan barusan membuat Furi mengangguk kepala dan berekspresi wajah tanda mengerti. Jadi ini hanya karena berubah demi seorang laki-laki? Agar laki-laki itu bisa melihat kita? Begitu? Jadi untuk mencari sebuah perhatian? pikir Furi yang sudah tentu bisa menebak meskipun dirinya sedang tertidur pulas.

"Jangan katakan padaku jika kau berubah demi mencari sebuah perhatian darinya? Dimas bukanlah laki-laki yang sulit menurutku. Tapi maaf sekali aku benar-benar tidak suka itu. Jika kau nyaman dengan dirimu sendiri mengapa harus berubah tingkah seperti ini?" kata-kata Furi memang benar. Tapi yang ada di pikiran Dejan lebih dari itu.

"Jika disini ada Monic, ia pasti tentu sudah berteriak dengan keras karena kau_"

"Apa aku terlalu buruk untuk berubah?" Pertanyaan Dejan yang dengan sengaja memotong kata-kata Furi barusan membuat Furi berhenti sejenak lalu menatap Dejan sepenuhnya sambil merubah posisinya yang menjadi duduk saling berhadapan yang hanya terhalang oleh meja.

"Aku tidak. Menurutku Kau tidak buruk. Juga tidak terlalu buruk. Soal perubahan itu urusanmu. Aku seorang sahabat hanya mampu mendukungmu. Semuanya kembali padamu. Tapi berubah karena seorang laki-laki tidak salah juga. Yang membuatku penasaran adalah apa kau berubah karena kau menginginkannya dari hati? Sebuah perubahan yang tidak didasarkan dari hati akan percuma. Bukankah itu hanya membuang-buang waktu saja? Aku tidak merasa paling benar disini. Tapi aku hanya mengatakan yang ku tahu"

Dejan kembali melayang dengan pikirannya sendiri. Mengabaikan Furi yang sedang menatapnya.

"Aku sudah lama menyukainya. Dan kalian sudah tahu itu. Aku hanya ingin membuat diriku muncul. Aku juga berpikir hal yang sama sepertimu. Dan lagi, aku hanya ingin mencobanya. Ku rasa tidak ada yang salah bukan? Lagipula aku belum mencobanya" ujar Dejan yang kembali menatap Furi.

"Kita sedang sama-sama berjuang untuk meraih kebahagiaan kita masing-masing. Aku pasti akan sangat senang sekali jika kau, Monic, juga aku dapat meraih kebahagiaan di depan sana. Aku pasti akan mendukungmu. Kau tenang saja soal arena balapan akan tetap menjadi dirimu dan milikmu. Aku dan Monic pasti akan berada di belakangmu YoungLady~" Dejan terkekeh ringan karena mendengar perkataan Furi yang selalu seperti biasanya terlalu dewasa sebelum waktunya.

"Terimakasih Furi~ Kau memang terbaik hahahaha!" Dejan langsung mengacungkan kedua ibu jarinya di hadapan Furi yang tengah tersenyum begitu bangga. Juga tidak lupa dengan pose-nya yang berubah menjadi bak model papan atas.

Dejan hanya tertawa saja melihat tingkah laku sahabat satunya itu. Berpakaian paling feminin diantara dirinya dan Monic membuat perempuan yang bernama Furi Andini itu dijuluki Mama oleh teman-teman sekelas. Ah! Tidak. Tapi di sekolah ia mendapat panggilan itu. Mungkin karena melihat dirinya juga Monic memiliki penampilan yang asal juga semaunya.

Mungkin karena Monic lebih terlihat tidak beraturan dengan penampilannya yang terkesan cuek dan tidak kenal gaya. Sedangkan Dejan lebih terlihat berandal seperti preman. Selalu memakai celana sobek atau dengan kaos polos yang tidak ada gambar atau cetakan sablon sama sekali.

Dan jika berjalan bersama akan terlihat seperti seorang ibu yang memiliki dua anak nakal di sisi kanan-kirinya. Dejan menggeleng-gelengkan kepalanya tidak habis pikir. Kenapa sialnya itu adalah kenyataan? Dalam hati jadi geli sendiri karena membayangkannya.

Tapi omong-omong soal Monic, bukankah anak itu harus segera dihubungi? Walaupun besok adalah hari libur tapi tetap saja anak itu harus dipertanyakan keberadaannya sekarang.

"Hei Furi, cepatlah telepon Monic. Aku tidak ada pulsa" Dejan menyuruh Furi yang sekarang sudah berekspresi datar.

"Memangnya sejak kapan kau punya pulsa huh?" Balas Furi yang langsung berdiri untuk menelepon sahabatnya yang lain dan mengabaikan cengiran lebar milik Dejan.

° ° °

To be continue...

Ini adalah cerita fiksi pertama yang kubuat disini ^^ Ku harap kalian bisa memaklumi hasilnya yang tidak sebagus milik seorang yang pro hehehe :D

Salam kenal semuanya~ ^^ panggil aku Olia jika kalian bingung ingin memanggilku :D

Ini adalah sebuah awal jadi kalian tunggu bagaimana awal ini bermula ;)

Happy reading everyone ^^ Stay safe Stay happy And Stay healthy ^^

See you~

Olia