"Kalo lo enggak cinta sama Salsha, lo bisa lepasin dia. Biarin gue bahagiain dia," ucap Iqbal berjalan mendekati Aldi yang sedang melamun. "Gue cinta sama dia," jawab Aldi berusaha tersenyum di kursinya.
Sudah kesekian kalinya Aldi termenung karna akhir-akhir ini dia mulai jauh dari Salsha. Salsha sahabatnya, bukan pacarnya. Namun, dari hati yang paling dalam. Aldi merasa sedikit kecewa. "Bulshit! kalau lo cinta sama Salsha, lo enggak akan bagi perasaan lo sama Tania. Cewek itu perasa. Enggak baik lo permainkan perasaannya," Iqbal si pemarah, dia tidak akan pernah setega itu sebenarnya.
Iqbal memang tidak sebaik cowok diluaran sana, tapi dia masih memiliki akal sehat untuk tidak menyukai satu dan memberi satu orang lain harapan besar. Jika, Aldi tidak mencintai sahabatnya. Setidaknya, bicarakan baik-baik dengan kedua orang itu, jika tidak dua masih ada satu orang diantara keduanha. Menurut Iqbal, jujur lebih baik, daripada harus menyakiti dua orang sekaligus.
"Mereka cewek yang berarti dihidup gue, gue enggak bisa pilih satu diantara mereka," ucap Aldi masih dalam keinginannya. Tania adalah cewek yang dia suka, dia jatuh cinta padanya saat pandangan pertama. Sikap, feminimnya, kalemnya, cantiknya. Semuanya, Aldi menyukai Tania. Sedangkan Salsha, Aldi menyukai Salsha karena Aldi nyaman didekat Salsha. Ah, satu lagi. Aldi suka Salsha yang tidak feminim, penurut, dan senyumnya manis. Itu naturan dimata Aldi.
"Jangan egois, gue tahu lo enggak bisa pilih satu diantara mereka. Tapi, apa kabar semua perhatian lo? menurut gue berlebihan. Salsha paling terluka, tindakan lo membuat dia harus menjauh dari hubungan lo sama Tania," ucap Iqbal menasihati Aldi.
Menurut Iqbal, Aldi memang egois. Dengan mudahnya juga Aldi nyaman pada posisi itu dan mencintai keduanya. Bukankah itu terlihat serakah?
"Lo boleh punya cewek, tapi satu. Mereka enggak akan mau lo sejajarin bareng, cewek mana juga yang mau dijadiin pelampiasan. Gue dengan senang hati meminta Salsha untuk gue jaga, karna gue yakin. Lo akan ninggalin dia demi Tania, cewek yang lo suka. Iya kan?" tanya Iqbal yang membuat Aldi menundukkan kepalanya. Dalam hati, Aldi memikirkannya dengan diam.
"Lo boleh suka, lo boleh deket sama Salsha. Tapi, jangan paksa gue buat lepasin dia. Salsha masih tetep punya gue, selamanya jadi milik gue," ucap Aldi yakin, Iqbal yang mendengar jawaban Aldi menghela nafas lelah. Dia beranjak dari tempat duduk disamping Aldi, kemudian dia meraih buku tepat didepan meja Aldi. Iqbal menyobek buku ditengah tengahnya, dan kembali duduk didekat Aldi.
"Salsha ibarat kertas ini Al, dia putih, halus, polos, dan enggak tahu mau lo apakan kedepannya," Iqbal meraih buku yang baru saja ia sobek tadi. "Buku ini ibarat Tania, dia menarik karna sampul yang lo lihat bagus dan membuat lo jatuh cinta sama dia dalam satu kali lo liat dia," Iqbal melanjutkan ucapannya lagi.
"Lo enggak bisa lepasin mereka berdua karna lo masih bingung mau lo apakan buku dan kertas ini. Sebagai buku, Tania akan lo simpen dengan rapi di tas lo," Buku tadi Iqbal berikan pada Aldi. Aldi memasukan buku miliknya pada tasnya, kemudian Iqbal kembali melanjutkan pembicarannya.
"Apa lo mau masukin kertas ini sama halnya lo masukin buku tadi? Kalau lo melakukan hal yang sama, lo akan kehilangan kertas ini," sambung Iqbal membuat Aldi kembali diam. "Karena kertas yang rusak, kucel, kotor, terlipat, dan berantakan akan selamanya dibuang, dan enggam berguna buat pemilikny,"
"Gue minta Salsha baik-baik dari lo, karna gue enggak akan buat lo menyakitin Salsha lagi dan lebih sakit lagi. Dia cewek yang baik, maka dari itu gue jauhin dia dari lo," Kelas menjadi ramai karena jam istirahat sudah selesai. Bunyi bel tadi menghilangkan suasana tegang mereka berdua. Antara Iqbal dan Aldi.
"Gue enggak bisa lepasin satu dari mereka," jawab Aldi tegas masih dengan pemikirannya sendiri. Semuanya sudah final. Iqbal tertawa. "Lo boleh pertahankan mereka berdua, karena lo masih nyaman diposisi ini. Lo dikelilingi sama cewek yang sama-sama mencintai lo dengan tulus, mereka juga butuh lo disamping mereka,"
"Tapi inget Al, mereka butuh cowok yang benr-benar mau sama dia selamanya. Mungkin omongan gue terlalu kemana-mana, tapi kalau urusan kaya gini. Lo enggak akan bisa membelah diri jadi dua, buat dua orang yang lo sayang," Iqbal berjalan menjauh dari Aldi, dia akan kembali pada tempat duduknya.
Ditempat duduknya, Aldi diam sedikit termenung dengan ucapan Iqbal baru saja. 'Apa gue salah sayang sama dua cewek?'
"Maaf gue ke toiletnya agak lama," ucap Tania pada Aldi dan mengambil duduk disamping kursinya. Aldi menganggukan kepalanya tidak masalah.
Ada Salsha yang berjalan menjauh pada Iqbal, wajahnya tidak melirik pada Aldi sesikitpun. Masih dengan wajah masam Salsha duduk disamping Iqbal.
"Kenapa?" tanya Iqbal perhatian karena melihat perubahan wajah Salsha yang dominan tersenyum. "Lo tahu enggak, besok gue bakal bawain bekal gue lo. Janji lo masak enak buat gue, besok kita tukeran bekal. Okey?" Iqbal terkekeh melihat Salsha seperti anam kecil.
Iqbal mengangguk lalu mengelus puncak kepala Salsha pelan. "Mulai dari goreng telur. Kalau lo besok bawa telur gosong, gue enggak akan mau tukeran bekal sama lo," Salsha cemberut kesal.
"Gue kan enggak pernah masak, gimana kalo masakan gue gosong atau keasinan. Lo wajib makan pokoknya, apapun yang terjadi lo harus makan karena lo yang ngajarin gue masah dua hari ini," ucap Salsha masih dengan nada menggebu-gebu.
Iqbal mengangguk dengan sedikit tertawa. "Besok gue harus jadi juri masakan lo, kalau enggak enak. Siap-siap aja gue ledekin setiap hari," jawab Iqbal membuat Salsha memajukan bibirnya kesal, Iqbal gemas. "Nyebelin,"
Salsha dan Iqbal tertawa dengan pembicaraan mereka sendiri, masih ada Aldi yang memperhatikan semua pembicaraan keduanya. 'Aish!' Ini sangat menyebalkan untuk Aldi lihat.
"Lo kenapa?" tanya Tania melihat wajah Aldi sedikit memerah, Aldi menggelengkan kepalanya menjawab jika dia baik-baik saja. "Mereka serasi ya?" tanya Tania meminta jawaban yang sama padanya.
"Enggak, kenapa mereka romantis. Pembahasannya cuma masakan, kantin, belajar dan enggak pernah jalan-jalam bareng. Kenapa bisa dibilang romantis?" tanya Aldi dengan mata yang masih memperhatikan Salsha dengan mendetail.
"Iqbal romantis, dia gantle sama Salsha. Apapun yang Salsha mau, apapun yang Salsha pengen semuanya Iqbal kasih," Aldi melirik Iqbal sinis.
"Kenapa harus sibilang romantis kalau dia minta barang itu sama seseorang?"