Chereads / Asa di Ujung Tasbih / Chapter 6 - Tak pernah ku duga (part 2)

Chapter 6 - Tak pernah ku duga (part 2)

Kami merapikan segala berkas yang di gunakan tadi menjadi satu draf file agar ketika kami mencari akan lebih mudah.

"Alhamdulillah, beres juga ya Sya, Tu"

"Alhamdulillah ya Vi"

"Gimana kalian sudah selesai belum membereskannya" tegas Rangga sambil menghampiri kami

"Alhamdulillah sudah, Ga " jawab ku

"Fauzan sudah pulang Ga?" Tanya Via

"Sudah dia buru-buru soalnya, jadi belum sempat pamit, cuma tadi nitip salam sama yang tadi nanya Fauzan pas rapat" goda Rangga sambil melirik genit pada ku

Aku terdiam melongo, ketika aku sedang menaruh beberapa file berkas ke dalam lemari. Aku heran memandang raut muka Rangga yang menggodaku tatkala dia melirik, mengapa dia sering membuat aku penasaran akan sikapnya? Apa mungkin? "Ah, Sya, udah deh gak usah ge'er gitu Rangga kan sahabat ku" suara sisi batin ku berteriak, aku mencoba berfikir positif akan perlakukan Rangga yang aneh pada hari ini.

"Siapa, Ga? Asya? tumben sekali Fauzan nitip salam gitu " tegas Ratu yang sedikit sinis menunjukan rasa cemburunya padaku.

"Yaudah, Ayo kalian cepat keluar, sanggar mau dikunci, langsung ke mobil aja kalian tidur di kosan Ratu kan, nanti Dhika sama Via aja, biar Ratu dan Asya sama saya"

"Biar aku saja Ga, yang kunci lagian aku ada hal yang aku belum beres nih sedikit lagi"

"Ih, carper (cari perhatian) banget sih dia aneh gue mah" gerutu Ratu yang tepat berada di sampingku.

hemm, Hela nafasku melirik sikap Ratu yang menunjukkan betul rasa cemburunya kepada ku. Aku menyadari malam ini Rangga bersikap tak biasanya padaku. Ada apa dengan Rangga? Aku harap sikap dia seperti itu hanya kepedulian dia sebagai sahabat dan tidak ada rasa yang lain yang timbul.

"Yaudah Sya nanti kunci ya, nih kuncinya kita ke mobil dulu ya, tapi awas loh ya kalo menemukan sesuatu " Rangga kembali menggodaku seraya melemparkan senyuman manis itu.

"Astaghfirullah, kamu gitu amat Ga, ga boleh gitu Ga, ngeselin banget sih" kesal ku padanya.

**

Waktu semakin larut, jarum jam semakin berdetak menunjukan angka 00.00. Suasana hening semakin berasa, buluk kudik ku berdiri, merinding teramat terasa sekujur tubuhku. Aku teringat perkataan Rangga sebelum dia pergi. Aku terakhir yang keluar dari sanggar, saup-saup lirih aku mendengar dari kejauhan Rangga berbicara dengan orang yang ku mengenali suaranya.

"Eh, ente ngapain balik lagi"

"Ada yang ketinggalan nih tugas ane yang di simpen di file merah di atas meja"

"Yaudah ke sanggar aja"

Saat ku akan mengunci pintu seketika terdengar suara

"Assalamu'alaikum" Suara itu lembut ku dengar kembali lirih terasa menambah menghanyutkan malam ini.

"Wa'alaikumsalam" gemetar tubuh ini saat masih mengunci pintu seraya berbalik arah mendekati sumber suara itu. ku menatapnya di balik masker yang dia kenakan dan tak terlihat raut wajahnya.

Diam membisu, kaku, tak mampu berkata, antara percaya atau tidak, apakah dia itu? Dia yang selama ini mengganggu fikiranku?

"A.. a...aaa.. ada apa ya kak" terbata-bata mulut ini tak biasanya, tak mampu mengeluarkan banyak kata. Ingin ku teriak tapi aku tak mampu.

"Saya mau tanya tadi lihat ada File di Map merah ga ya, Sya"

"Apa? dia tau namaku?" batinku meronta seraya tak percaya dia tahu nama ku dan menyebut namaku"

aku terdiam membisu, mematung menatapnya, entah bibir ini tak mampu mengeluarkan sepatah katapun rapat, gemetar tubuh ini memandang dia yang diam dihasapanku.

"Maaf Sya, Apakah kamu melihat nya" tanya dia kembali dengan lembutnya, sambil melambai-lambaikan tangannya di depan mataku, mengagetkanku.

"Astaghfirullah, Iya, iya tadi aku melihatnya ada meja luar dan aku simpan di dalam khawatir ada yang mencarinya"

"Jazakumullahu Khair Sya, sudah merapikan berkasnya. Aku izin masuk untuk mengambil ya, dan sini biar aku saja yang menguncinya"

"Oh Iya, Wa iyakiillah bil khair" Aku masih melongo saat dia masuk ke dalam

**

Aku langsung bergegas pergi dari sangar dan menemui Rangga dan Ratu. Dalam perjalanan aku terdiam termenung memikirkan sosok yang baru ku temui itu. Tatapan mata itu terus terngiang dalam benakku. Mungkinkah malam ini malam keberuntungan ku? Sebelumnya aku merasa bingung kenapa dia tak mau kulihat dan tak mau menatapku? Setiap bertemu aku hanya mampu dengar suaranya. Namun, malam ini berbeda justru dia menampakan diri menatapku dibalik masker itu.

Aku tak pernah percaya dia akan bergabung dalam kepengurusan sanggar ini. Mampukah aku menahan perasaan ini ketika bersamanya dalam setiap kegiatan sanggar? Entah mengapa, aku masih begitu penasaran terhadapnya.

Ya, Allah disaat aku mencoba perlahan tak mau memikirkannya sang pria misterius, justru, dia muncul di hadapanku, dengan wajah samarnya itu. Tak pernah ku duga bahkan tak pernah tergambarkan olehku jika harus bersama dalam satu keorganisasian. Inikah rencana mu, Ya Allah? Aku tak sanggup menatap matanya, aku tak mampu berkata di hadapannya. Rasa ini semakin melekat walau tanpa ada kata yang terlontar, jiwa semakin meronta meyakinkan bahwa kaulah sebuah jawaban.

***

Lima belas menit berlalu mengisahkan tanya dalam perjalanan. lirih mata menatap jalanan, tak banyak kata yang terlontar antara kami bertiga diam hening menemani di sepanjang jalan.

Akhirnya aku Ratu sampai di kosan, dimana Via telah lebih dahulu sampai. lelah yang menyelimuti kami, ingin rasanya bermain di pulau kenyamanan merajut bulu mata, dan berharap esokkan lebih baik dari hari ini.

"Sampai jumpa esok, Sya. Jangan lupa mimpi indah" drrtt.. ponselku bergetar menahanku untuk tidur. Mata tercengang melihat si pengirim messege itu. Hawa kantuk hilang seketika.

Rangga tiba-tiba mengirimkan pesan itu, menjadi penghantar dalam lelap tidurku. Aku melirik Ratu yang sudah terlelap tidur dengan pulas nya di sebelahku. Ku teringat perkataan dan sikap Ratu yang menunjukkan kecemburuannya padaku.

"Ya, Allah, Apa yang akan terjadi jika Ratu mengetahui Rangga mengirim pesan seperti itu" gumam ku dalam hati yang gelisah penuh kekhawatiran.

***

Esok ceria, senyum merekah menyambut fajar nan eloknya. sinar matahari masuk melewati celah-celah tipis jendela menyapa kami untuk menikmati hari ini, hari yang indah.

Aku terniang, saat mata itu menatap mataku begitu lembut terasa dalam lewat tatapan itu. Terlihat jelas ada bahasa rindu yang ingin diungkapkan, tapi aku tak memahami apa yang akan dia sampaikan dari tatapan yang ku lakukan malam itu. Mungkinkah ini awal yang baik untukku?

Ku sambut hari ini dengan senyum indah, menyusuri hari dengan melepaskan belenggu tentangnya yang mulai nampak dipermukaan. Aku berharap suatu saat nanti akan menemukan sebuah jawaban nyata tentangnya, merubah asa menjadi sebuah kebahagiaan nyata yang berbalut do'a di sepanjang sajadah ku hempaskan asa itu.