Langit cerah menyelimuti Ibu Kota. Hiruk pikuk kendaraan berlalu lalang di kota metropolitan. Tak jarang banyak para pendatang datang berhamburan untuk beradu nasib di kota metropolitan sejuta pekerjaan.
Aku Asyatun Nafilah, orang biasa memanggilku dengan sebutan Asya. Aku mendedikasikan diri ikut serta dalam membimbing dan mengajarkan anak-anak kurang mampu di lingkungan sekitar kampus setelah jam kuliah usai. Aku menyenangi semua kegiatan itu karna mampu memberikan manfaat bagi anak-anak tersebut. Salah satunya ialah memberikan senyuman yang selalu merekah pada bibir manis mereka serta rasa semangat yang selalu mereka tunjukan pada kami di setiap harinya.
Dalam mengajarkan mereka, aku tak seorang diri aku ditemani oleh Via dan Ratu serta rekan-rekan lainnya. Kami berjuang bersama membangun kecerdasan bagi anak bangsa.
Tujuan dalam benak kami ialah memberikan senyuman dan kesempatan pada mereka untuk menimba ilmu pengetahuan yang sebelumnya belum pernah mereka dapatkan sehinga mereka mempunyai wawasan baru tentang pembelajaran layaknya di sekolah
Aku dan Via adalah sahabat sejak kecil, kami kenal sejak duduk di Sekolah Dasar (SD) dan hingga SMA. Kami berpisah ketika kami sama-sama melanjutkan ke perguruan tinggi. Karena pilihan ku dan pilihannya yang berbeda dalam memilih kampus. Sedangkan Ratu adalah teman Via di kampus dan aku mengenalnya sangat baik.
Kami bertiga berkawan sangat baik hingga pada akhirnya kami membentuk komunitas "Mengajar dengan senyum".
Kami mempunyai jadwal mengajar yang berbeda, dikarenakan kesibukan masing-masing dari diri kami, serta perbedaan jadwal kuliah di kampus masing-masing. Tak jarang Via sering mengajak teman-teman kampusnya untuk gabung bersama kami dalam mengajar anak-anak tersebut.
Aku mengambil jadwal mengajar pada hari jumat, karena hari jumat adalah hari aku free dari jam perkuliahan. Biasannya aku mulai mengajar ba'da jum'atan tepatnya pukul jam 13.00- 16.00 WIB.
Jumat 04 November, berbeda seperti biasanya aku sedikit terlambat karena dosen memberikan tugas tambahan. Aku tergesa-gesa dari kampus menuju sanggar.
"Astagfirullah aku telat kasian anak anak " gurauku dengan rasa cemas dan khawatir anak-anak menunggu.
Setelah hampir sampai sontak terdengar suara anak-anak dari kejauhan yang sedang belajar mengaji, aku sempat terdiam sejenak
"Siapakah gerangan? bukankah hari ini jadwal ku mengajar dan teman-temanku pun mereka pada sibuk" (gumam ku). Laluku bergegas lebih cepat agar cepat sampai di sanggar.
"Assalamualaikum" sapa ku pada anak-anak di sanggar, yang sedang belajar mengaji.
"Wa'alaikumsalam" jawab mereka. Seketika mereka berhenti mengaji. Melirik menoleh kepadaku, tapi tidak dengan dia.
Mereka terdiam saat aku datang begitupun dengan ku, terdiam membisu, memandang Orang itu dari belakang. "Siapa Dia? Dalam hati yang masih diam membisu tanpa ada pertanyaan padanya.
Seketika lamunanku tersadar saat dia mengajak anak-anak tuk mengaji kembali. "Ayo lanjutkan mengajinya" ujarnya dengan lembut dan halus sambil menunjuk huruf hijaiyah pada papan nulis. Namun tak berbalik arah padaku.
Aku pun tak mengenali suara itu, dia sama sekali tak berbalik badan saat aku datang menghampiri mereka yang sedang belajar mengaji.
Aku makin penasaran dengan orang tersebut, tetapi melihat mereka yang masih semangat belajar, kuputuskan untuk masuk ke ruangan yang biasa untuk rapat. Sanggar ini terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan untuk kegiatan belajar dan mengajar, satu lagi untuk menyimpan arsip-arsip penting. Sambil menunggu mereka selesai belajar aku membereskan arsip-arsip penting yang terlihat berantakan.
Tak terasa sudah pukul 15.30. Aku terlupa untuk melihat anak–anak yang sedang belajar. Kucoba melihat ke ruangan mereka belajar. "Kok, sepi?" tanyaku dalam hati, merasa heran sambil melangkah ke luar ruangan. Ku lihat keluar ternyata anak- anak sudah pulang.
Ternyata, dia pun telah keluar sanggar. Terpaksa ku kejar dia memberanian diri bertanya padanya tentang alasan dia yang telah memulangkan anak- anak mendahlui jam pulang.
"Anak-anak 'antum' pulangkan? Bukannya jam pembelajaran masih 30 menit lagi?" tanyaku kepadanya, yang tak melihat dan hanya membelakangiku.
Aku mendengus kesal sambil melihat punggungya yang terasa senyap.
"Ya, 'ana' tau jam pembelajaran masih 30 menit lagi. 'Ana' lihat 'antum' sibuk, makanya 'ana' pulangkan mereka," jawabnya, tanpa berbalik arah kepadaku.
"Seharusnya 'antum' panggil 'ana', dong. Sebenarnya 'antum' siapa,? kok, biasa ke sini?" tanyaku, kesal karena dia seenaknya memulangkan anak-anak tanpa izinku.
"Ana takut ganggu 'antum' yang sedang sibuk. 'Ana' teman satu jurusan sama Via. 'Ana' rasa sudah masuk waktu ashar. 'Ana' pamit, ya. Assalamualaikum," jawabnya singkat, sambil melangkah menjauhiku.
"Wa'alaikumsalam." jawabku.
Aku terdiam sejenak, merasa heran, apakah benar dia teman Via? Entah, aku tak mengerti jika dia teman Via. Mengapa Via gak pernah cerita, ya, kalo temannya ikut mengajar di sanggar ini? Ah, ya sudahlah.
***
Hari semakin sore, aku segera bergegas pergi kembali ke rumah. Sesampainya di rumah aku buka aplikasi hijau dalam ponselku dan ku message Via. Aku masih penasaran dan ku ingin menanyakan mengenai siapa gerangan temannya yang tadi mengajar di sanggar.
"Assalamualaikum, via ana mau tanya siapa teman antum yang tadi mengajar di sanggar" Message ku padanya
Aku cukup menunggu lama untuk Via membalas messege ku.
"Wa'alaikumsalam, dia jadi mengajar ya? " Tanya balik Via kepadaku
" Ya, emang dia siapa Vi?" dengan rasa penasaranku padanya.
"Dia teman satu jurusan ku, tapi beda kelas, kenapa tanya-tanya suka ya ?" Via mengejekku tertawa ngakak.
"Haduh, Vi, gimana mau suka tau muka aja engga, lagian dia sikapnya dingin banget ga ada senyum-senyumnya sama sekali "? balasku ketus padanya
"Kok bisa, bukannya dia ketemu antum ya" herannya padaku
"Iya ketemu tapi dia tak menatap ana dia membelakangi ana" jelasku padanya
"hahahaaa, Ya beggitulah dia ga bisa ditebak sikapnya" Via menyakinkanku
" Maksudnya? Aku tambah terheran dengan jawaban Via yang seperti itu seperti ada yang di tutupi dariku tentang temannya yang ku temui tadi.
"Udah dia mah gitu jangan heran deh sama dia. Duh Sya maaf banget ya, aku lagi sibuk banget, besok kita lanjut lagi " tegasnya
"Oke deh. Assalamualaikum" balas terakhirku padanya
Ku akhiri Message ku dengan Via. Aku masih bertanya siapa dia. Siapa namanya, kenapa dia mau mengajar. Ah, aku masih memikirkannya. Kenapa dia tak memandangku, tak menyapa ku.
Aku teringat betul saat dia mengajar ngaji tadi suaranya indah sekali bikin sejuk hati. Ku pandangi langit-langit kamarku seraya terus memikirkannya .
"Masih ada ya, lelaki yang seperti itu? Aduh apa sih aku ini, baru kenal dengannya udah dibikin bête aja sama itu orang. Perasaan bercampur aduk gini, rasanya bete, badmood dan kesal karna hari ini gagal mengajar padahal materi telah ku siapkan jauh-jauh hari untuk pembelajaran hari ini" kutarik panjang nafasku mengentaskan kekesalanku
"Apa dia merasa ilfil ya dengan ku? Secara dia covernya perfect boy banget gitu nah kamu siapa sih Sya" gerutu ku yang terus memikirkan tentangnya.
Astagfirullahh sadar Asya, jangan sampai deh aku jatuh cinta sama lelaki yang kaya gitu. Lelaki tercuek yang pernah ku temui, sikapnya dingin gitu mana mungkin bisa sampai bisa jatuh hati". Teramat mustahil" keluhku di penghujung senyap malam dalam merajut bulu mata.