Chereads / Pelangi Kehidupan Mona / Chapter 49 - Rencana dan Harapan Baru

Chapter 49 - Rencana dan Harapan Baru

Mona tak tahu apakah tanah luar angkasa itu bisa digunakan untuk bercocok tanam. Namun, jika melihat ada ayam hutan hidup disana, harusnya Mona bisa melakukannya.

"Bu, ayo kita coba menanam berbagai jenis sayuran dan biji-bijian. Kalau bisa tumbuh, keluarga kita tidak perlu khawatir tentang bahan makanan tahun ini. Nanti, kita semua bisa kenyang. Saudara-saudaraku dan yang lainnya tidak perlu kelaparan lagi. Apa pendapatmu tentang rencana ini?"

Kata-kata anak itu membuat Dewi sangat senang. Harapan Dewi akan terwujud, yaitu memberikan makanan pada anak-anak dan tidak membuat mereka khawatir tentang perut mereka.

"Putriku, Ibu akan membantumu. Bukankah hanya tinggal berusaha sedikit saja? kita hanya butuh mendapatkan benih. Malam ini, Ibu akan berusaha mendapatkan benih. Jangan beri tahu orang lain tentang ini", Dewi tak tahu apa yang akan terjadi jika sampai ada yang mengetahuinya. Jadi, ia meminta Moa untuk merahasiakannya.

Mona tahu ibunya melarang ia bercerita karena demi kebaikannya, Ia kemudian mengangguk, mengangkat wajah kecilnya, tersenyum, dan berkata, "Bu, saya tidak akan memberi tahu siapa pun. Apa yang harus aku lakukan dengan nasi dan mie, dan ini?" Mona menunjuk mie dan nasi yang ditemukannya.

Dewi berpikir sejenak, "Anak baik, kita tidak bisa membawanya. Jika kita ingin makanan dari sini, kita harus menanamnya sendiri. Tinggalkan saja nasi dan bihun itu disini. ".

Dewi mempertimbangkan hal ini dengan hati-hati. Jika biji-bijian dan tepung itu dibawa puang, ia tak tahu harus memakai alasan apa jika ada orang bertanya darimana asal bahan makanan tersebut. Jadi dia hanya bisa memilih cara ini agar tidak menimbulkan kecurigaan orang lain.

Setelah mereka berdua berdiskusi, Mona mengembalikan semuanya ke ruang angkasa dan berbaring di kasurnya lagi.

Langit mulai cerah, dan Restu bangun untuk mengambil air. Kebun sayurnya harus disiram.

Setelah dikejutkan Mona dengan penemuan tanah luar angkasa, hati Dewi masih belum tenang. Tetapi, ekspresi wajahnya menunjukkan seolah tidak ada apa-apa. Seperti biasa, Dewi sangat pandai menyembunyikan rahasia.

Ketika dia bekerja di pagi hari, dia meluangkan waktunya untuk pergi bersama Mona. Mereka pergi ke pasar untuk menjual beberapa hewan yang mereka tangkap di tanah luar angkasa. Setelah itu, mereka menggunakan uang hasil penjualan untuk membeli benih. Mona juga mengeluarkan tepung putih untuk dijual. Ia beralasan jika tepung itu didapatkannya dari saudara yang tinggal di kota.

Kali ini, Mona sangat hati-hati. Ia memperhatikan sepanjang jalan yang ia lalui. Sangat waspada.

Kebetulan, rumah mereka tidak terlalu jauh dari pasar. Mereka hanya perlu naik dan menuruni dua lereng bukit serta melewati puskesmas sebelum sampai ke pasar.

Dewi tidak langsung pulang, tapi ia bergabung lagi dengan tim produksi, bekerja di ladang. Sementara Mona menanam benih yang baru dibelinya.

Rena yang ditinggal sendiri di rumah melihat keranjang sudah tidak ada di tempatnya. Ia memperkirakan keranjang itu dibawa saudara-saudaranya untuk mencari jerami.

"Kakak, ini serabi yang ibu belikan untuk kita, makanlah." Mona memberikan serabi tepung putih di tangannya.

Rena yang sedang duduk di kasur sambil menambal kaos kakinya yang rusak sedikit terkejut melihat serabi tepung putih. Dia mulai menggigit sedikit dan mencicipinya.

"Benar-benar harum dan lezat. Kamu juga makanlah Mona. Kita tidak bisa menyimpan sisanya dan menggunakannya sebagai makan siang. Jadi, habiskan sekarang, oke?"

Mona juga menggigit kecil dan mengangguk "Oke, tunggu semua orang dan kita akan makan bersama." Rena bangkit dan menyimpan serabi tepung putih itu sebelum kembali ke kamarnya untuk melanjutkan menjahit.

Kaus kaki Mona juga robek, dan kedua jari kakinya terbuka. Melihat kakaknya sedang menjahit, dia juga mengambil jarum dan benang, melepas kaus kaki dan ingin menjahitnya sendiri, tapi sayangnya jahitannya tidak serapi jahitan tangan Rena.

Melihat Mona mulai memegang jarum, Rena segera menghampirinya karena takut jari adiknya itu terluka "Dik, aku akan menjahitnya. Tunggulah dulu, aku selesaikan dulu jahitanku dan kemudian menjahit kaus kakimu. Tenanglah, tak usah khawatir."

Rena menenangkannya, dan Mona tidak mencoba memaksakan diri untuk menjahit lagi. Dia benar-benar tidak pandai membuat kerajinan tangan. Jangan mengira Rena adalah gadis 11 tahun biasa. Ia sangat lihai menjahit, sangat rapi dan kuat. Beda halnya dengan jahitan Mona yang besar kecil dan tak lurus.

"Kakak, kita kembali" Suara cepat dan manis Rano datang dari luar.

"Rano, Saudaraku, cepat masuk, aku punya sesuatu yang enak untuk kamu makan,"Rena berteriak dari pintu sambil tetap duduk di kasurnya.

Rano bergegas masuk seperti angin, dengan senyum manis di wajahnya, "Kakak, makanan enak apa? biarkan aku melihat."

Dia sangat ingin tahu apa yang akan diberikan Rena hari ini, makan ayam tadi malam membuatnya sangat puas.

Rena menunjuk ke bangku kayu, "Aku taruh di sana. Kamu dan kakak Ekan makanlah setengah. Mari kita simpan sisanya untuk Ayah dan Ibu."

Rano bergegas dan melihat serabi putih berukuran besar, " Ini terbuat dari tepung putih, dari mana asalnya?" Tanya Rano penasaran.

Mona melihat Rano benar-benar ingin memakan serabi itu. Tapi, Rano sangat penasaran dari mana asalnya serabi itu. "Kak, makanlah dengan lahap. Kamu tak perlu khawatir asal makanan itu. Ibu yang membelinya untuk kita. Jadi, cepatlah makan."

Rano mengeluarkan kue itu dan memakan dua gigitan kecil. Kemudian dia melihat dua saudarinya yang sedang duduk di atas kasur. Dengan hati-hati Rano mengambil sedikit bagian dan memberikannya pada Eka. "Saudaraku, ini benar-benar enak dan harum. Aku belum pernah memakan serabi selezat ini sebelumnya"

Matanya yang besar dengan cepat menyipit seperti bulan sabit. Ia tersenyum dengan sangat gembira. Aroma gandum yang khas dari tepung putih bertahan di mulutnya untuk waktu yang lama, dan air liurnya memenuhi mulut seakan mau menetes.

"Yah, ini benar-benar enak" Eka juga memuji. Dari gerak gerik mereka, Mona tahu jika dua kakak beradik itu belum puas memakannya.

"Saudaraku, kita harus berbagi saat ini. Nanti, saat semuanya membaik aku akan membuatkanmu kue seperti itu setiap hari hingga kita bisa menggunakannya sebagai menu makan siang".

Mona sangat percaya diri. Ia sadar jika masa depan belum tentu jauh lebih baik. Tapi, tentunya tidak akan ada masalah dengan menyajikan serabi sebagai menu makan siang, bukan?

Rena yang masih menjahit kaus kaki mencoba ikut membujuk Rano, "No, kamu harus berbagi dengan kakak. Ibu membelinya untuk kita semua. Jadi, semua harus mendapat bagiannya."

Kali ini, Rano menurut. Ia mengeluarkan sepoting besar serabi yang ia simpan dan membaginya dengan Eka. Memang tak seharusnya jika ia makan potongan besar dan hanya memberikan Eka potongan kecil.

"Ngomong-ngomong, nanti sore aku berencana mencari sayuran liar. APakah kalian akan ikut?." Eka tiba-tiba teringat bahwa dia belum mengatakannya.

Rena cepat-cepat mengangkat kepalanya dan berkata, "Ayo kita semua pergi. Jangan lupa ingatkan kita saat waktunya tiba. MAri kita cai sayuran liar itu untuk makan. Makanan di keluarga kita hampir habis".

Anak-anak tahu bahwa acar di rumah tidak akan cukup. Jadi, mereka selalu memikirkan cara untuk mendapatkan sumber makanan yang baru.

Siang hari, ketika Restu kembali setelah membeli bahan bangunan, dia menemukan ada serabi tepung putih di atas meja. Restu melihatnya sebagai hal yang aneh. "Wi, apakah hari ini kamu menyediakan makan siang serabi tepung putih ini?".

Restu mengetahui kondisi keluarganya, dan bisa makan tepung putih agak mustahil untuk kondisi keuangan saat ini.