Chereads / Nikah Kontrak : Kejutan Sang CEO / Chapter 11 - Aroma teh...

Chapter 11 - Aroma teh...

Dengan tangan terulur di udara, Sandra mencoba menarik ceret teh dari tangan Nico, berusaha membawanya dengan hati-hati.

"Aku tidak mungkin membiarkan bos yang memberikan aku gaji menuangkan teh untukku. Aku bisa melakukannya sendiri", Sandra berkata dengan sangat sopan.

Nico tersenyum ramah. Namun dibalik senyumnya, ia telah merencanakan kejutan untuk Sandra. Ya, lelaki itu sudah bertahun-tahun bergelut dalam dunia bisnis yang keras. Ia telah berhadapan dengan banyak orang licik, bahkan dari dalam keluarganya sendiri. Tentu saja Nico bisa mengetahui kebohongan Sandra dengan mudahnya. Berani juga gadis ini membohongi dia. Lihat saja, sebentar lagi ia akan merasakan akibatnya.

Sandra memegang cangkir dengan tatapan polos. Setelah meniup tehnya agar tidak terlalu panas, ia menyentuhkan bibirnya ke permukaan air dan meneguknya. Pada detik itu juga, Sandra memuntahkan air dari mulutnya dan menjatuhkan cangkir hingga pecah. Ia menjulurkan lidahnya sambil berteriak.

"AH! PEDAS!"

Nafasnya terengah-engah mencoba menghirup udara. Rasa panas dan pedas yang luar biasa seakan membakar seisi mulut hingga kerongkongannya. Ia berlari terbiit-birit menuju dapur untuk meneguk air mineral. Satu botol. Dua botol. Tiga botol kemudian, Sandra mulai merasakan rasa pedas di mulutnya mereda. Ia mulai bisa kembali berbicara.

"Hey orang gila! Apa yang kau masukkan ke dalam minuman itu hah?!"

Nico tidak segera menjawab pertanyaan Sandra karena sibuk tertawa untuk beberapa saat. Setelah puas, ia menjawab dengan begitu enteng, "Hanya beberapa minyak cabe".

"Ini tidak lucu! Kenapa kau melakukan itu?!", Sandra memegang lehernya yang terasa sakit karena berteriak. Kerongkongannya masih terasa panas, membuat suaranya menjadi sangat serak.

"Lain kali jangan coba-coba mengelabuiku", jawab Nico tanpa menunjukkan belas kasihan.

Setelah selesai memberi Sandra pelajaran, ia berbalik dan menyalakan laptop milih Sandra. Nico bukan seorang pemalas, bahkan meski sedang dalam persembunyian, dia masih harus tahu segalanya tentang perusahaannya.

Sandra kembali meneguk air mineral ke dalam kerongkongannya. Ini sudah botol keempat. Ia memandang Nico dari kejauhan dengan penuh dendam. Meskipun ia sadar bahwa dirinya juga salah karena telah menipu bosnya itu. Tapi sungguh, ia tidak menyangka bosnya bisa tahu kebohongannya dan bahkan membalasnya dengan keji seperti ini.

"Dasar pria tua gila!"

Sandra memaki, namun tetap memelankan suaranya. Entah siksaan apalagi yang akan dia dapat jika bosnya itu mendengar ucapannya. Ia pun bergegas mengambil penyedot debu untuk membersihkan sisa serpihan cangkir yang ia jatuhkan.

Sandra kemudian menyalakan saklar penyedot debu dan berjalan mengelilingi ruangan. Sebenarnya, alasannya menyalakan penyedot debu bukan hanya untuk membersihkan kekacauan tadi. Ia sengaja membuat suara berisik dan mengusik Nico yang tengah berkonsentrasi melakukan sesuatu.

Sandra menyenandungkan lagu dan terus melangkah ke sekeliling ruangan dengan penyedot debu.

"Angkat kakimu!" Tubuh mungil Sandra membawa penyedot debu masuk ke kamar tidur. Nico yang sedang bekerja, merasa sangat tertekan karena dia tidak punya tempat untuk meletakkan kakinya.

Saat ini, ia sedikit menyesali perbuatannya kepada Sandra. Karena itu artinya perang akan terus berlanjut. Gadis ini pasti akan terus berusahah mengganggunya untuk membalas dendam.

Setengah merasa puas, Sandra berpindah ke ruangan lain. Nico menjadi sedikit lega memandang gadis itu beranjak pergi. Akhirnya ia bebas dari siksaan dan bisa duduk bekerja dengan tenang. Secara reflek ia meraih cangkir yang ada di meja di dekatnya. Mulutnya cemberut ketika mengetahui bahwa cangkir itu kosong.

Selama ini, setiap kali ia sedang bekerja, secangkir teh pasti selalu tersedia di dekatnya. Asisten perusahaannya tahu betul jenis teh dan pada suhu berapa teh itu harus disajikan untuk membuat seorang Nicolas Atmaja puas. Sayangnya saat ini ia mendapatkan asisten yang begitu ceroboh!

"Sandra, buatkan aku teh" Nico berteriak dengan suara keras, mencoba memastikan agar Sandra dapat mendengar perintahnya dengan jelas.

Sandra baru saja berganti pakaian, dia kelelahan setelah membersihkan seisi rumah seorang diri. Huh, tapi bos manja terkutuk ini mulai seenaknya memerintah lagi. Ia pun berlari ke kamar tidur seperti anak kecil, berdiri hadapan Nico dan menunjukkan senyuman ramah.

"Apa ada instruksi lainnya yang lebih spesifik mungkin, bos?"

Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop, Nico sedikit menggelengkan kepalanya.

"Perintahku sederhana. Buatkan aku teh", ujarnya dengan kaku, masih tidak melihat kearah Sandra sama sekali.

"Oke". Sandra berlari keluar memegang cangkir kosong, berbisik pelan sambil berlari, menggumamkan hal-hal buruk tentang bosnya.

Beberapa menit kemudian, Sandra kembali menemui bosnya sambil memegang secangkir teh hangat. Ia menunjukkan sikap yang baik dan menyenangkan, bahkan berbicara dengan sangat sopan.

"Bos, ini teh yang baru saja saya buat, dapatkah Anda bersedia mencobanya?"

Dirinya yang dari tadi tidak bisa mengalihkan pandangan dari layar laptop, menjadi merinding geli mendengar perkataan Sandra yang sangat dibuat-buat. Ia pun melirik teh di tangan Sandra dengan penuh curiga. Entah kenapa seperti ada yang aneh dengan teh itu. Terlihat berbeda dari teh yang biasa dia minum. Apa mungkin teh buatan gadis ceroboh ini bisa terasa enak atau bahkan layak untuk diminum?

"Ayo, cicipi.. ini enak.", ujar Sandra sembari berkedip pada Nico penuh harap.

Sepertinya gadis ini sudah berusaha keras membuatnya. Dengan sedikit ragu, Nico mengulurkan tangannya meraih teh buatan Sandra.

Dengan perlahan ia mengangkat tangan yang memegang teh ke bibirnya, dan menarik napas dari ujung hidungnya. Aroma samar di cangkir teh menyeruak masuk ke dalam tubuhnya. Hanya dalam hitungan detik, Nico merasa sangat rileks. Otot pundaknya yang tadi menegang karena terlalu lama bekerja, kini terasa sedikit mengendur.

Bibir tipisnya kembali menyesap teh itu, terasa manis dan enak, bahkan sangat enak!. Satu-satunya keanehan adalah ketika Nico tidak bisa menebak jenis teh apa itu.

"Bagaimana? Apakah kamu menyukainya?" Wajah percaya diri Sandra tiba-tiba sedikit memudar. Muncul sedikit ketakutan dalam dirinya, apabila bosnya juga tidak menyukai teh buatannya itu. Jika benar begitu, Sandra benar-benar menjadi seorang pelayan paling tidak berguna di dunia. Dia tidak memiliki kemampuan khusus. Tapi kalau hanya sekedar membuat teh, ia sedikit bisa melakukannya. Tetapi kenapa bos tidak berkata apapun setelah mencicipinya. Apakah menurutnya rasanya tidak enak?

Memang benar, tentu bukan hal yang aneh bagi orang kaya seperti bos untuk minum banyak minuman dengan rasa yang enak dan harga mahal. Karena itulah, sepertinya akan sulit untuk membuat Tampaknya sangat sulit untuk membuatnya puas hanya dengan teh sederhana buatannya. Sandra diam-diam menyerah.

"Rasanya lumayan"

Nico meletakkan cangkir teh dan berkata dengan santainya.

"Benarkah? Jika kamu menyukainya, aku akan membuatnya untukmu setiap hari, oke?" Sandra berkata tanpa sadar, dengan senyum manis di wajahnya.

Kali ini senyuman itu tulus dari lubuk hatinya. Bagi Sandra dengan sikap bos yang sombong itu, komentarnya tadi terdengar seperti pujian hebat yang membuatnya seperti melayang di udara. Ayolah, kapan terakhir kali ia mendengar komentar positif keluar dari mulut bosnya? Hampir tidak pernah!

Setiap hari?

Nico terkejut mendengar suara Sandra yang begitu riang gembira. Ia akhirnya mengarahkan pandangannya ke wajah mungil gadis itu. Apa yang membuatnya tiba-tiba begitu senang?

Kalau dia mengangguk, apa gadis itu akan lebih senang lagi? Baiklah, tak ada salahnya bisa minum teh setiap hari mulai sekarang. Terutama, setelah melihat raut wajah yang polos Sandra yang tersenyum riang, tidak mungkin Nico berkata tidak.

Nico mengangguk kecil, lalu melambaikan tangannya, dan jari-jarinya yang ramping mendarat di keyboard. Saat dia bekerja keras, dia tidak bisa melihat apapun selain tampilan layar di depannya.

"Ngomong-ngomong, aku harus pergi ke sekolah sebentar, kamu tidak masalah kan sendirian dirumah?"

Sandra bertanya dengan lemah, sedikit takut kalau Nico akan memarahinya. Tetapi Nico sedang terlalu fokus pada pekerjaan sehingga tidak mendengar apa yang dikatakan gadis yang masih berdiri di sebelahnya.

"Kalau kamu tidak menjawab. Itu aku anggap jawaban iya. Baik aku akan pergi!" kata Sandra.

Nico masih tidak menanggapi, Sandra pun berlari keluar dan cepat-cepat membuat makan siang untuk bosnya sebelum pergi ke sekolah.

Di sekolah....

Sandra tiba di kantin sekolah yang sedang dalam keadaan sepi. Hanya ada beberapa anak, termasuk Leo yang masih duduk di salah satu bangku kantin.

Ketika Leo melihat wajah Sandra, seluruh tubuhnya menjadi bertenaga, dan senyum di wajahnya tidak bisa disembunyikan.

"Kenapa masih disini? Kamu tahu aku akan datang untuk makan." Sandra berkata dengan acuh tak acuh. Ia duduk di samping Leo dan bermain dengan ponselnya.

.........