Chereads / Pernikahan Paksa Tanpa Cinta / Chapter 13 - Mantan Gilang

Chapter 13 - Mantan Gilang

Pulang kuliah aku menunggu Gilang di depan gerbang kampus. Hingga akhirnya mobil Gilang datang dan berhenti tepat di hadapanku.

Gilang turun dengan wajah tampan dan berwibawa. Wanita mana yang tidak tertarik dengan pria tampan yang jadi suamiku ini. Sayangnya, ketampanan itu seketika sirna melihat sikap aslinya. Pria dengan sifat kasar, acuh dan tidak suka berbasa-basi.

"Ayo masuk!" ucap pria itu dengan wajah datar.

"Huh, apa seperti itu kau berbicara pada istrimu? Tidak romantis, menyebalkan!" ucapku sambil memalingkan wajahku.

"Huh, kau mau aku bagaimana? Cepat masuk!" ucap Gilang sambil menggendong tubuhku dan mengajakku masuk secara paksa.

"Ih... Menyebalkan! Tidak ada manis-manisnya memperlakukan istrimu. Aku menyesal, harusnya aku tidak meminta sesuatu yang mustahil terjadi!" ucapku sambil membuang pandangan, enggan menatap pria di sampingku.

Gilang tertawa keras, aku menoleh ke arah laki-laki itu. Ini pertama kalinya aku melihat robot angkuh itu tertawa selebar itu. Wajah tampan dengan tawa yang menakjubkan. Andai saja dia sedikit ramah dan tidak menakutkan, tentu banyak wanita yang akan mengejar-ngejar cintanya.

Aku masih menatap takjub ke arah pria yang sedang tertawa itu. Terserah dia mau mentertawakan aku seperti apapun yang dia kehendaki. Asalkan aku bisa terus melihat tawa itu, tawa dari bibir robot angkuh.

Mobil Gilang berjalan melewati jalan raya yang cukup sepi, namun tak lama mobil itu berhenti disebuah restoran. Gilang tak mengatakan apa-apa, dia hanya keluar dan masuk tanpa perduli dengan aku yang ditinggal di dalam mobil.

"Huh, ini nasibmu Andini! Jangan terlalu banyak berharap pada laki-laki itu," gerutu ku sambil turun dari mobil itu.

Gilang duduk manis di salah satu meja yang ternyata sudah dibookingnya. Sudah tersedia banyak makanan kesukaanku di atas meja itu. Air liurku sudah benar-benar akan jatuh, melihat pemandangan makanan yang ada di depanku. Aku duduk di kursi meja itu, lalu mulai memilih makanan yang akan aku makan duluan.

"Hei, mau apa?" tanya Gilang sambil sambil mencegahku mengambil makanan di meja.

"Kenapa? Aku mau makan! Aku juga lapar! Lagipula, semua makanan yang ada di meja ini untukku kan?" ucapku sambil tersenyum.

"Tidak. Enak saja! Ini untukku dan...."

"Gilang, kau di sini? Apa kabar? Sudah lama kita tidak bertemu?" ucap wanita yang tiba-tiba datang dan memeluk tubuh Gilang.

Aku menatap ke arah mereka berdua, terlihat wanita itu tak segan-segan mencium pipi Gilang di depan umum. Aku terus mengamati wanita itu, hingga akhirnya aku sadar jika wanita di hadapanku ini adalah mantan Gilang yang bernama Elisa.

Aku meneteskan air mataku, bodohnya aku yang berharap lebih dari laki-laki yang tidak mencintaiku. Aku ini apa? Aku ini hanya istri yang dinikahi karena Ayahku tidak bisa membayar hutang.

Gilang menatap ke arahku yang menangis, dia mencoba untuk melepaskan dirinya dari pelukan wanita itu.

"Sekarang aku tahu, makanan ini untuk siapa! Aku pulang ya, selamat bersenang-senang!" ucapku sambil berjalan meninggalkan restoran itu.

Air mataku mengalir deras, kenapa denganku? Untuk apa aku menangisi laki-laki itu? Ya Tuhan, jangan berikan perasaan ini padaku. Aku tidak ingin harus kecewa karena harapan yang tidak mungkin jadi kenyataan.

Aku berjalan menuju jalan raya untuk mencari taksi. Aku tidak tahu, kenapa rasanya sangat sakit melihat Gilang dicium wanita lain. Dadaku terasa sesak, rasanya aku benar-benar ingin menjerit dan memukul wanita itu. Tapi aku ini punya hak apa atas diri Gilang?

Aku naik ke dalam taksi yang ku berhentikan. Sopir itu bertanya arah tujuanku, aku tidak ingin pulang saat ini. Aku ingin pergi dari Gilang untuk beberapa saat. Tapi kemana?

Ya, mungkin aku harus pergi ke rumah orangtuaku dulu. Setidaknya sampai aku bisa melupakan kesedihanku saat ini. Jika aku pulang dengan membawa air mata, tentu akan membuat seisi rumah dibuat heboh.

Taksi itu berhenti di depan rumah kecilku. Rumah sederhana yang tak berubah sejak aku meninggalkannya untuk menikahi Gilang. Ibuku terlihat sedang sibuk menyapu rumah, aku segera turun dari taksi dan memeluk tubuh Ibuku.

"Nak, kau datang? Kemana suamimu?" tanya Ibu terlihat mencari Gilang.

Tiba-tiba saja, aku kembali teringat dengan wanita cantik yang bertemu aku dan Gilang di restoran itu. Kenapa Gilang begitu tega padaku? Dia mengajakku makan di restoran, tapi hanya untuk pamer kemesraan dengan mantan pacarnya. Bukankah itu benar-benar jahat!

Andaikan aku bisa berlari, ingin rasanya aku menjauh dari pria itu. Untuk apa menikah dan punya status istri, jika suamiku semacam pria itu. Lebih memilih cinta masa lalu, ketimbang aku yang sudah berstatus masa depannya.

"Hei... Ibu bertanya padamu! Kemana suamimu yang tampan itu?" tawa Ibu.

"Jangan dibahas! Aku tidak mau mendengar apapun tentangnya!" ucapku sambil masuk ke dalam rumah dan merebahkan tubuhku di atas tempat tidurku.

Tempat tidur waktu aku belum menikah dengan Gilang. Tempat favoritku menyendiri dari masalah yang aku hadapi di dunia ini. Rasanya aku selalu merasa tenang saat berada di kamar ini. Hingga tak terasa aku tertidur lelap di sana.

"Nak, bangun! Ada suamimu datang kemari!" ucap Ibu membangunkanku dengan menggoyangkan tubuhku keras.

"Biarkan saja! Katakan aku sedang marah padanya!" ucapku sambil kembali menutup mataku.

Ibu menyampaikan apa yang kukatakan pada Gilang, Gilang tersenyum walau hatinya meradang. Aku yang mengintip dari kaca kamar buru-buru kembali tidur saat melihat Gilang masuk ke dalam kamarku.

"Kau benar-benar tidak mau menemuiku? Ya sudah, aku akan membawa Ayahmu ke kantor polisi," ucap Gilang mengancam.

"Jangan! Kenapa harus bawa-bawa polisi? Huh, aku selalu kalah melawan kau robot angkuh!" ucapku kesal.

"Apa kau bilang barusan? Robot angkuh? Kau menamaiku robot angkuh? Benar-benar kelewatan! Apa kau tidak lihat wajah tampanku, kenapa kau menamaiku sesuka hatimu begitu? Ya sudah, kalau begitu mulai hari ini aku akan memaksamu memanggilku dengan sebutan suami tampanku! Aku akan menghukummu jika kau salah menyebutkan panggilanku," ucap Gilang dengan senyum di bibirnya.

"Huh, pemaksaan! Padahal aku saat ini sedang marah padamu. Kenapa malah jadi aku yang dihukum?" ucapku kesal.

"Lagipula kenapa kau marah? Aku tanya padamu, apa alasanmu marah? Katakan, aku mau dengar!" ucap Gilang menatap tajam ke arahku.

"Karena kau mengajakku ke restoran hanya untuk melihat kau bermesraan dengan mantan pacarmu itu. Bagaimana bisa aku tidak marah padamu? Pria menyebalkan!" ucapku kesal.

"Hahaha... Jadi kau marah karena itu? Dengarkan aku, Nyonya Gilang! Aku mengajakmu makan di restoran itu. Aku memesan makanan untuk kau. Hanya tiba-tiba saja wanita itu datang tanpa diundang, jadi..."

"Jadi kau mengulang masa lalu dengannya? Berniat untuk kembali lagi? Mau menceraikan aku? Silahkan, lakukanlah sesuai keinginanmu! Tidak usah kau hiraukan perasaanku!" ucapku sambil membuang pandangan ke arah lain.

"Perasaan? Apa perasaanmu? Aku mau tahu!" ucap Gilang sambil menatap wajahku.

"Perasaan apa? Aku hanya asal bicara! Kembali saja sana, pada mantan tercintamu! Talak aku sebelum kau menikahinya!" ucapku kesal.

Gilang menarik tanganku hingga jatuh menimpa tubuhnya. Mata kami saling pandang, ada getaran dashyat yang menyerang hatiku. Ah, tidak mau! Aku sudah tidak mau punya perasaan ini pada Gilang!

"Kenapa kau berpaling dari tatapanku?" tanyanya.

"Karena aku tidak mau berharap pada hal yang tidak mungkin terjadi. Memiliki perasaan ini padamu, membuatku sesak nafas. Rasanya aku tersiksa dengan semua perasaan ini!" ucapku pada Gilang.

"Perasaan apa? Katakan!"

"Tidak tahu! Aku juga tidak ingin mengingat perasaan itu lagi. Sudahlah, apa mau mu sekarang? Aku siap dengan hal terburuk yang akan kau lakukan pada pernikahan kita nanti!" ucapku.

"Kau sedang membicarakan apa? Kenapa aku tidak paham sedikitpun dengan hal yang kau katakan. Elisa memang mantan pacarku. Aku dulu sangat mencintainya. Tapi aku sadar, jika saat ini aku punya seseorang yang lebih penting dari dirinya," ucap Gilang sambil tersenyum.

Entah kenapa, aku merasa bahagia mendengar jawaban dari bibir Gilang. Apa mungkin wanita yang dimaksud Gilang itu adalah aku? Tidak, Andini! Cobalah berpikir lebih jernih, mana mungkin wanita yang dimaksud Gilang itu aku. Mungkin teman kantornya, atau wanita-wanita lain diluar sana.

"Hufs..."

Gilang meniup wajahku sambil tersenyum manis, dadaku semakin berdegup kencang melihat pancaran indah dari senyum di wajahnya.

"Kau ini kenapa Andini? Apa kau sebodoh itu hingga aku harus menjabarkan siapa wanita yang ku maksud? Jika kau masih menatap dengan tatapan bodohmu itu, aku benar-benar akan melahap mu hidup-hidup!" ancamnya.

"Apa wanita yang kau maksud itu aku?"

"Sudahlah. Aku malas berbicara wanita yang bodoh seperti dirimu! Ayo pulang, dan pijit badanku yang terasa sangat sakit ini!" ucap Gilang sambil menarik tanganku.

Aku mengikuti langkah kaki Gilang, hingga Gilang tiba-tiba menggendong tubuhku menuju arah mobilnya. Matanya menatap tajam ke arahku. Kilau mata yang begitu indah dengan wajah tampan dan berwibawa. Aku semakin tidak bisa mengendalikan diriku. Rasanya jantungku benar-benar mau copot.

Ibuku tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah kami. Sementara aku masih terpaku pada wajah tampan yang tak mampu untuk ditebak apa maunya. Terkadang begitu menjengkelkan, terkadang sangat dingin, tapi terkadang bisa melakukan hal romantis diluar dugaan.

Gilang membawaku masuk ke dalam mobilnya. Kini mobil itu melaju meninggalkan rumah orang tuaku. Gilang menoleh, dengan wajah kesalnya.

"Kenapa kau meninggalkanku tadi?" tanyanya.

"Aku pikir, kau sengaja menjebak ku untuk melihat momen romantis mu bersama mantan pacarmu itu. Aku tidak sudi melihat kemesraan kalian di depan mataku," ucapku kesal.

"Hei, pelankan nada bicaramu! Kau lupa siapa aku? Jangan melewati batas-batas yang ada. Aku tidak mau kau menjadi istri yang pembangkang. Jika aku memintamu menunggu, berarti kau harus menunggu. Sekalipun kau harus menahan sakit saat melihatku bersama mantan pacarku itu," ucapnya.

"Apa? Ternyata selain kau adalah seorang robot angkuh, kau juga manusia yang tidak punya hati. Tega sekali kau memintaku melihat kau bermesraan dengan wanita lain. Apa kau tidak berpikir tentang hatiku?" ucapku dengan wajah sedih.

"Apa kau cemburu?" tanya Gilang dengan wajah sombongnya.

"Apa? Cemburu? Tidak!" ucapku kesal menatap cara bicaranya yang seolah meremehkan ku.

"Akui saja, jika kau cemburu!" ucap Gilang semakin menyusutkan ku.

Aku tidak menjawab, aku m milih bungkam sambil memalingkan wajahku ke arah jendela. Aku bisa melihat reaksi wajahnya yang tiba-tiba tertawa tanpa suara. Huh, benar-benar pria menjengkelkan!