Chereads / Setitik Cahaya / Chapter 45 - 45 Rasa bersalah

Chapter 45 - 45 Rasa bersalah

Sekarang ini aku dan Dave sudah berada didepan gerbang sekolah. Dave bersikeras mengantarku pulang. Aku sendiri masih diliputi rasa penasaran sejak tadi. Tapi Dave sepertinya tidak membiarkanku berbicara tentang Fara.

"Ayo Dis!" Dave menyuruhku naik ke atas motornya. Kemudian aku tiba-tiba teringat sesuatu.

"Eh bentar Dave!"

"Ada apa?"

"Aku melupakan sesuatu, tadi aku sudah janjian sama Gerald mau bahas soal lomba sepulang sekolah, tapi ini malah-" Gara-gara tertidur dikelas tadi aku jadi melupakan sesuatu yang penting seperti ini. Bagaimana kalau Gerald menungguku tadi? Dan aku malah tidak datang. Pasti Gerald kecewa deh.

"Gak usah mikirin hal lain dulu Dis, lo tuh sekarang butuh istirahat bukannya khawatirin soal Gerald. Dia pasti baik-baik aja, percaya deh sama gue."

"Tapi kan Dave-" Dave memotong ucapanku begitu saja.

"Udah yuk! Keburu malem ini."

Akhirnya aku menuruti ucapannya. Nanti saja aku telpon Gerald begitu sampai di rumah.

***

Seperti biasa Dave menurunkanku tepat didepan gerbang rumah. Aku pamit setelah menyerahkan helm kepadanya.

"Dis!" panggil Dave yang membuatku berhenti.

"Jangan terlalu mikirin Fara ya, dia baik-baik aja kok. Dan juga dia tadi titip ini ke lo, dia juga minta maaf katanya karena gak ngabarin lo dulu. Kepergiaannya emang mendadak banget jadi gak sempet juga buat ngehubungi lo, yang jelas dia pasti akan baik-baik saja, lo gak usah khawatir dan mikir yang aneh-aneh entar lo malah sakit lagi." Setelah mengatakan itu Dave mengacak pelan rambut depanku. Dan aku hanya bisa mengangguk dan tersenyum tipis kepadanya. Kemudian beberapa detik setelahnya Dave sudah menghilang dari pandanganku.

Sesampainya di kamar, aku membuka sebuah kotak yang katanya Dave dari Fara. Ada buku diary yang sama seperti milikku. Aku ingat Fara membeli ini saat kita liburan waktu itu. Ada sebuah tulisan didalam bukunya. Perlahan aku membaca setiap kata yang ditulis oleh Fara.

Dear Dishaa...

Kamu inget gak, waktu itu aku emang sengaja beli buku ini Dis. Buat jaga-jaga seandainya aku pergi. Aku tahu kamu bakal kesepian tanpa aku kan? Hayooo ngakuuu!!

Haha becanda Dis, kamu lihat kan buku ini masih banyak banget halaman yang kosongnya. Iya ini memang sengaja aku biarin kosong. Kalau kamu lagi sedih atau apapun itu kamu bisa cerita dibuku ini Dis, anggep aja kamu lagi cerita sama aku^^

Awas aja ya kalau kamu biarin kosong juga. Pokoknya harus kamu isi apapun itu. Aku bakal liat apa yang kamu tulis seandainya aku kembali nanti. Tapi jangan berharap lebih ya haha. Bisa aja aku udah terlalu nyaman disana Dis. Aku takutnya malah gak ingin kembali haha. Dan bisa aja aku dapet jodoh disana kan lumayan dapet orang bule. Haha canda bule.

Intinya lo harus inget terus sama gue ya Dis, awas aja lo kalo ngelupain gue. Bye bye Disha! Semoga kita bisa bertemu lagi ya, jangan kangen aku.

Oh ya Dis satu lagi, selama gak ada aku Dave bakalan nemenin kamu biar gak kesepian ok!

Aku udah bilang sama tuh anak biar gak ninggalin kamu sendiri. Entar bilang sama aku Dis kalau si tempe lemes bikin kamu marah ataupun sedih entar biar aku marahin tuh anak. Haha udah dulu deh basa-basinya, entar malah keterusan lagi. Ok Dis kali ini benar-benar Bye bye!❤️

Aku menutup buku diary Fara. Entah kenapa air mataku turun tanpa kuperintah. Fara juga tidak menyebutkan alasan dia pergi ke luar negeri. Aku rasa tidak mungkin kalau cuma liburan. Pasti ada sesuatu yang sangat penting, karna aku tahu Fara tidak akan meninggalkan sekolahnya hanya untuk sekedar liburan saja. Apalagi dia ikut andil dalam perlombaan. Tapi setidaknya dengan diary ini aku bisa sedikit lebih lega dari sebelumnya.

Fara kamu benar-benar membuat kejutan luar biasa. Aku sampai terkejut dan tidak bisa berkata-kata seperti ini. Katakan Fara kalau kamu lagi ngeprank aku iya kan?

Aku hanya bisa berharap seperti yang dikatakan Dave tadi bahwa Fara memang baik-baik saja.

***

Selesai bersih-bersih badan aku teringat untuk menghubungi Gerald. Aku mengirim pesan kepadanya.

'Ge maaf ya tadi janjinya batal karena aku, kamu tadi gak nungguin aku kan? Aku benar-benar minta maaf Ge'

Beberapa menit berlalu terdengar notif pesan masuk. Gerald membalas pesanku.

'It's ok Dis gak masalah kok'

Aku membaca pesan singkat dari Gerald dan benar-benar merasa bersalah kepadanya. Aku sendiri tadi yang memintanya membahas lomba setelah pulang sekolah tapi aku juga yang tidak menepatinya.

'Beneran gak papa Ge?'

'Atau kalau kamu mau, kita bisa membahas tentang lomba sekarang Ge'

'Eh beneran gak papa kok Dis, lagian gak enak kalau bahas lewat Hp gini, mending entar aja ketemu langsung'

Aku menimang-nimang memikirkan sesuatu sebelum mengetik balasan.

'Kalau kamu mau aku bisa kok ketemu kamu sekarang, aku benar-benar merasa tidak enak Ge, lagi pula aku juga khawatir karna waktu kita udah gak sedikit, eh tapi kalau kamu gak mau juga gak papa kok Ge, aku cuma menawarkan saja'

Terlihat tulisan typing diroom chat Gerald. Beberapa detik setelahnya balasan muncul dari Gerald.

'Serius Dis kamu gak papa? Sebenarnya ada banyak hal juga sih yang perlu aku bahas sama kamu mengingat lusa kita sudah harus pergi lomba. Tapi emangnya kamu beneran gak papa kalau pergi malam-malam begini?'

'Iya Ge gak masalah kok, aku baik-baik aja'

'Jadi kita bertemu dimana?'

'Syukur deh kalau kamu baik-baik aja'

'Bagaimana kalau kita bertemu di cafe kakak kamu aja Dis? Biar lebih aman juga kamu juga jadi bisa bertemu sama kakak kamu, tapi kalau kamu mau ketempat lain juga gak papa Dis'

'Iya Ge aku setuju, kalau gitu kita ketemu di cafenya kak Genta aja ya sekitar jam 7'

'Siap Dis, sampai ketemu nanti'

Setelah mengkonfirmasi dengan Gerald aku pun bersiap-siap pergi ke cafenya kak Genta. Aku sedikit memoles wajahku dengan bedak untuk menutupi area mata yang sembap. Sekitar 25 menit lagi menuju pukul 7, jadi aku akan berangkat dari sekarang.

"Non Disha mau kemana malam-malam begini non?" tanya bibi saat melihatku hendak keluar rumah dengan pakaian rapi.

"Disha mau ketemu temen bi, yaudah bi Disha pamit ya."

Beberapa menit yang lalu aku sudah memesan gojek untuk mengantarku kesana. Walau bagaimanapun tidak mungkin aku membawa kendaraan sendiri apalagi malam-malam seperti ini.

Terlihat gojek pesananku sudah berada didepan gerbang. Tanpa basa-basi lagi aku segera menyuruh si abang gojek melajukan motornya. Setelah beberapa menit berkendara akhirnya sampai juga ditempat tujuan.

Sepertinya Gerald masih belum datang. Aku duduk di meja yang sama seperti saat aku datang kesini waktu itu. Tak terlihat juga tanda-tanda kak Genta. Mungkin dia sibuk atau ada urusan lain diluar. Sambil menunggu aku memesan satu cup es krim untuk dimakan disini. Es krim salah satu makanan yang bisa ngembaliin moodku yang lagi rusak. Sejak tadi aku sudah banyak menangis dan malas untuk makan apapun. Setidaknya satu cup es krim ini akan mengganjal perutku.

"Mbak ini adiknya mas Genta ya?" sapa salah satu pelayan cafe yang tidak ku kenal namanya. Aku hanya pernah melihatnya beberapa kali saat kesini dulu.

"Eh iya, saya adiknya kak Genta." Mbak-mbaknya tersenyum ramah kepadaku.

"Mbak Disha mau bertemu kakaknya? Kebetulan mas Genta baru saja datang tadi dan sekarang ada diruangannya," tukas si mbak-mbak itu.

"Eh enggak kok mbak, saya ada janji sama temen, nanti aja saya ketemu sama kak Gentanya," ujarku berusaha sopan. Bukan apa-apa aku hanya khawatir kak Genta melihat mataku yang sembab ini. Mungkin nanti kalau sudah agak mendingan aku akan menemui kak Genta.

Aku mengeluarkan hp untuk memberi tahu Gerald bahwa aku sudah sampai di cafenya kak Genta. Ada pasan masuk dari Gerald dia mengatakan kalau sedang dalam perjalanan menuju kesini.

Beberapa menit menunggu akhirnya Gerald datang juga. Dia celingukan sepertinya mencari keberadaanku. Dan sekarang ini Gerald sudah duduk didepanku.

"Sudah lama Dis?"

"Enggak kok."

"Oh ya Ge, soal tadi aku benar-benar minta maaf sama kamu, aku tidak berniat mengingkari ucapanku," kataku benar-benar menyesal.

"Gak masalah kok Dis, gak usah kamu pikirin lagian tadi kamu tidurnya pules banget dan kata Dave kamu lagi gak enak badan gitu makanya sampai ketiduran."

"Hah? Kamu tadi ke kelas menemuiku Ge?"

"Iya, karna tadi kamu gak dateng-dateng jadi aku berencana melihat kamu dikelas Dis tapi ada Dave yang lagi nungguin kamu, dia bilang kamu gak enak badan dan gak bisa kerja kelompok," jelas Gerald. Ternyata Dave tahu kalau Gerald tadi sempat datang ke kelas untuk menemuiku tapi kenapa Dave malah bilang aku gak enak badan?

"Maaf ya Ge," kataku sekali lagi.

"Udah Dis gak usah bahas itu lagi ok, aku beneran gak masalah kok, Oh ya gimana soal Fara? Kamu sudah tahu kabarnya? Sepertinya kamu kelihatan sedih banget waktu tahu Fara pergi."

"Iya aku baik-baik aja kok, tadi Dave juga bilang kalau Fara juga baik-baik saja."

"Syukur deh kalo gitu."

"Yaudah yuk kita mulai aja bahas soal lombanya," sambung Gerald.

Gerald mulai membahas tentang bagian-bagian yang seharusnya milik Fara. Kami saling membagi tugas untuk mempelajari lagi bagian itu. Tapi tanpa diduga seseorang datang menghampiriku.

"Disha!" Aku terkejut melihatnya berada disini.

"Dave?"

"Kamu ngapain disini?" Dia menatapku dan menatap Gerald sekilas.

"Seperti yang lo lihat bro, gue sama Disha lagi kerja kelompok," sahut Gerald.

"Apa harus malam-malam begini Dis? Emang gak bisa ya kalau besok aja bahasnya?"

"Emm-" Aku bingung mau menjawab apa. Kenapa juga Dave tiba-tiba ada disini?

"Maaf, karna ada banyak hal yang perlu gue bahas sama Disha jadi besok aja kayaknya gak cukup deh," sahut Gerald lagi.

"Gue gak nanya sama lo."

"Daveee! Kemana aja sih lo main tinggal-tinggal aja, lo lagi sama siapa-" Rio datang entah dari mana. Dari bicaranya sepertinya Dave datang bersama Rio.

"...Eh Adishaaa, lo disini juga? Ada lo juga? Kok bisa pas gini sih? Ini nih yang dinamakan kebetulan yang menyenangkan," lanjut Rio.

Seketika Dave menjitak kepala Rio.

"Menyenangkan pala lo!" umpat Dave.

Kenapa situasinya jadi seperti ini sih? Dave bersikukuh mau ikut duduk bersamaku dan Gerald. Rio yang tadinya mau pulang terpaksa juga harus mengikuti Dave.

"Napa juga sih lo ngerecokin mereka berdua dodol, lo gak tau apa mereka tuh lagi bahas soal lomba, yang ada kalau lo disini malah ganggu!" pekik Rio.

"Diem lo! Lagian gak baik cowok sama cewek berduaan, gue ini sebagai manusia baik biar gak ada setan diantara mereka, kan bahaya." Seketika perkataan Dave membuatku menoleh. Bagaimana bisa dia mengatakan hal seperti itu setelah kemarin dia mengajakku pergi berdua? Merasa aku tatap, Dave mengalihkan pandangannya dariku. Terserahlah! Pikirku.

Aku terus membahas tentang materi lomba dengan Gerald dan mengabaikan dua manusia yang duduk di sebelahku. Ternyata mereka berdua tidak bercanda tentang ingin menungguku dan Gerald sampai selesai. Beberapa kali aku melirik Dave yang menatap tajam ke arah Gerald. Entah apa yang dipikirkannya.

"Disha!" Lagi-lagi ada seseorang yang memanggil namaku. Dan itu adalah suara kak Genta. Sontak aku menoleh dan mendapati Kak Genta berdiri di belakangku.

"Kakak!"

"Kamu kok gak bilang-bilang sih kalau mau kesini?"

"Hehe maaf kak, tadinya Disha mau menemui kakak setelah kerja kelompok selesai."

Kak Genta tiba-tiba ikut bergabung juga disini. Mereka semua ngapain sih? Aku jadi bingung sendiri. Satu perempuan duduk bersama empat cowok dalam satu meja, rasanya agak aneh.

"Kamu sudah lama juga Ge disininya?" tanya Kak Genta.

"Lumayan sih kak, dan maaf juga karna ngajak adik kak Genta kerja kelompok malam-malam begini."

"Kakak sih gak masalah Ge asal jangan aneh-aneh aja!"

"Iya kak tenang aja."

"Dan kamu bukannya yang waktu itu sama Disha direstoran?" Kak Genta beralih menatap Dave. Gestur Dave berubah seketika.

"Hehe iya bang, tadi gak sengaja ketemu Disha disini."

"Kalau kamu siapa?" Kali ini Kak Genta menatap Rio.

"Saya Rio bang, temen sekelasnya Disha."

Ini kenapa kak Genta jadi seperti mengintrogasi mereka sih? Aku jadi malu.

"Ohh, jadi siapa diantara kalian yang pacarnya Disha?" Aku melongo seketika. Tak bisa kupercaya kak Genta menanyakan hal seperti itu. Ini sama saja membuatku malu didepan mereka. Spontan aku langsung mencubit pinggang kak Genta.

"Gak ada kak!" sahutku cepat. Mataku sudah melotot ke kak Genta.

Setelah acara introgasi antara kak Genta dengan ketiga cowok kami memutuskan untuk pulang. Karena mengingat sudah sangat malam aku tidak jadi berlama-lama di sini.

"Kayaknya kakak gak bisa ngaterin kamu deh Dis, motor kakak lagi dipinjem sama temen soalnya."

"Gak papa kak, Disha bisa pesen-"

"Biar saya anter aja."

"Bareng aku aja Dis!"

Ujar Dave dan Gerald bersamaan. Kak Genta tampak menatap keduanya. Sedangkan Rio disebelah Dave ikut angkat suara.

"Gue sama siapa bego kalo lo nganterin Disha!" Rio membisikkan ditelinga Dave tapi masih terdengar ditelingaku.

"Bisa diem gak sih lo! Naik ojek kan bisa!" balas Dave dengan lirih.

"Jadi siapa ini yang mau nganterin Disha?" tanya Kak Genta.

"Apaan sih kak, Disha bisa pesen ojek aja, entar yang ada malah ngerepotin mereka." Aku protes ke Kak Genta.

"Gak repot kok Dis," sahut Dave dengan senyumannya.

"Aku juga bisa kok Dis nganterin kamu, lagian sejak awal kamu janjiannya ketemu sama aku jadi aku harus tanggung jawab buat nganterin kamu," pekik Gerald.

"Tuh Dis, mereka aja gak masalah kok, kalau gitu biar kakak aja yang nentuin kamu diantar sama siapa."

Aku hanya bisa menghela napas pasrah. Kenapa sih kak Genta mau repot-repot mengurusi hal beginian. Urusan pulang saja harus ribet seperti ini.

"Gege tolong kamu anterin Disha ya, pastikan dia sampai rumah dengan selamat," tukas Kak Genta. Kenapa kak Genta jadi lebay begini sih?

Gerald tampak tersenyum. Sedangkan Dave raut wajahnya berubah seketika. Apa dia kecewa karna tidak bisa mengantarku pulang? Ah sudahlah Disha kamu jangan mikir yang aneh-aneh.

"Siap kak tenang aja."

"Kenapa wajah kamu berubah gitu?" tanya kak Genta ke Dave.

"Hah? enggak kok bang, gak papa."

"Kamu kesini sama dia kan, kalau kamu yang nganterin Disha terus temenmu mau taruh dimana?"

"Si abang pengertian banget sih," sahut Rio tampak senang. Sedangkan Dave, aku melihat dia hanya tersenyum tipis ke kak Genta.