Chereads / MY EX & MY NEXT / Chapter 2 - Mas Mantan

Chapter 2 - Mas Mantan

Rezca Arav bukan Reza Arap. Seperti tokoh dalam cerita roman picisan, berwajah tampan, rezeki alhamdulillah. Dua komponen penting yang membuatnya seperti gula yang dirubungi semut. Bukan hanya gadis-gadis cantik tapi juga mereka yang menempuh jalan lain dari yang lain juga kadang ikut mendekatinya.

Hari ini tepat tiga hari setelah dia mengajukan proposal pemutusan hubungan pada gadis yang sudah 2 tahun dikencaninya. Biasanya dia tidak akan tahan dan meminta untuk memperbaiki hubungannya dengan mbak manta kurang dari 24 jam. Tapi, kali ini berbeda. Rezca sudah membulatkan tekadnya untuk menyudahi hubungannya. Bosan. Satu kata yang menjadi penghancur. Katakan saja dia brengsek. Memang begitu kenyataannya. Disaat Qaila menangis bombay, dia di sini menebarkan senyuman maut yang siapapun melihatnya akan jatuh pada pesona pujangga itu.

Hari ini jurusan kedokteran sedang mengadakan turnamen dalam rangka milad jurusan. Rezca dan dua orang temannya duduk di tribun menonton pertandingan yang katanya ada unsur persahabatannya alias pertandingan persahabatan. Biasanya dia akan ikut berpartisipasi tapi kali ini dia sedang minat menjadi penonton saja. Matanya seperti mesin pemindai, menyapu segala penjuru untuk menemukan pengganti mbak mantan.

"Lu seriusan putus sama Qaila?" tanya Ridho, salah satu temannya.

Yang ditanya hanya mengangguk masih melemparkan senyum pada siapapun yang bertemu mata dengannya. Mencoba untuk lari dari pembahasan sang mantan.

"Lu bego apa bego, sih?" tanya Ridho lagi.

"Itu pilihan?" tanya Rezca menatap santai sambil menyenderkan punggungnya dan melambai pada gadis-gadis sejurusannya. Buahnya? Teriakan manja! Klise.

"Mbak pacar eh maksudnya mbak mantan buat gua aja ya, Rez?" celetuk Arshen, teman Rezca yang sedari tadi nyimak. Rezca menatap tajam temannya itu sebentar dan setelahnya berusaha mengabaikan.

"Tikungan teman memang tajam, cuk! Tapi, gua dukung lu kok Shen." Ridho dan Arshen tertawa dan bertos ria. Rezca hanya diam walau hanya sebentar dan dilanjutkan dengan tebar pesona.

"Eh, Shen lu sama Qaila bakal ada projek bareng 'kan?" tanya Ridho mencoba memanasi Rezca dan diangguki oleh Arshen.

Arshen adalah partner Qaila dalam pemotretan. Arshen sangat menyukai dunia fotografi jadi sesekali dia akan hunting tapi karena wajahnya yang tidak kalah seperti idol Korea dia juga ikut terjun di dunia model. Di sanalah dia bertemu Qaila yang sialnya adalah kekasih dari sahabatnya sendiri. Untuk Ridho, bukan rahasia lagi jika Arshen memang sudah mengincar Qaila sejak lama tapi dia kalah cepat dengan Rezca.

"Rez, gak masalah 'kan?" tanya Arshen meminta kejelasan bolehkah dia mendekati mantan sahabatnya itu.

"Mau-mauan lu sama bekas gua," jawab Rezca ambigu.

"Gak masalah sama gua. Lagian modelan Qaila gitu mana mau lu garap. Sama gua aja pose paling mesra pelukan doang," sambut Arshen.

Telinga Rezca terasa panas. Padahal sebelumnya dia yakin jika dia telah move on dari mbak mantan. Rezca salah, bukan hanya telinganya yang panas tapi juga hatinya. Lebih panas, tepatnya.

"Gua cabut dulu!" katanya kepada dua orang yang sekarang saling tatap penuh arti.

~My Ex & My Next~

Salahkan si calon dokter itu karena terlalu mudah merasa bosan. Hubungan yang dijalaninya bukan baru dalam hitungan bulan, 2 tahun bukan waktu yang singkat. Terkadang rasa bosan melanda dan dia selalu berpikiran untuk menyudahi. Tapi, dia telah terbiasa akan kehadiran Qaila dalam hidupnya.

Mantan dan tetap berhubungan baik? Itu hanya omong kosong. Tidak pernah ada hubungan berakhir baik-baik, jika masih baik-baik saja maka tidak perlu diakhiri. Dan tetap berhubungan baik setelah semua tidak lagi baik-baik? Bagaimana itu bisa terjadi?

Qaila bukanlah wanita yang baru dikenalinya. Hampir seumur hidupnya selalu bersama Qaila. Bahkan di setiap momen penting dalam hidupnya, Qaila selalu ada di sampingnya. Jika album masa kecilnya dibuka, sebagian besar akan terisi fotonya bersama gadis itu. Hidup bertetangga selama lebih dari 20 tahun, selalu bersama, selalu satu sekolah. Apa yang bisa dilewatkan dari satu sama lain? Tidak ada.

Kadang dia merasa kurang dewasa jika dibandingkan dengan Qaila padahal dia lebih tua dari segi usia. Dia lebih banyak kekanakan dari gadis itu. Keputusan mengakhiri hubungannya dengan Qaila bukanlah karena ada wanita lain. Jika ada wanita lain tentu sekarang dia tidak akan berkeliaran untuk menemukan pengganti. Menurutnya hubungannya dengan Qaila terlalu monoton dan datar. Sebagai pria normal dia bahkan tidak bisa menyentuh gadis yang dicapnya sebagai miliknya walau hanya sebatas bibir. Dia memiliki imajinasi petualang yang tinggi, membuatnya tidak tahan untuk tetap diam di tempat. Selama 2 tahun? Yang benar saja.

Keputusan 2 tahun yang lalu untuk menyematkan predikat pacar pada Qaila seolah keputusan dan langkah yang salah baginya. Seharusnya tetap saja pada hubungan kakak-adik. Tapi, dia tidak bisa membohongi jika ada rasa yang lebih dari itu.

~My Ex & My Next~

"Mas, tumben beberapa hari ini Qaila gak main ke rumah? Lagi banyak pemotretan ya?" tanya wanita paruh baya yang sedang menempatkan dirinya duduk di samping Rezca.

"Putus, Bun!" jawab Rezca.

"Halah, paling ntar minta balikan lagi. Kamu kan gak tahan jauh-jauh dari Qaila," tanggap bunda Rezca.

"Kali ini beneran, Bun. Rezca capek putus nyambung terus. Kayaknya memang gak cocok," jelas Rezca masih mencoba fokus pada tontonannya di layar kaca.

"Gak cocok kok sampe 2 tahun! Gimana sih, Mas? Kalau capek putus nyambung ya jangan putuslah. Asal nanti kamu gak nyesel aja kalau bener-bener kehilangan Qaila. Dapetin cewek sejenis Qaila itu gak gampang, Mas. Bibit, bebet, bobot udah jelas dan unggulan. Kelakuan ya walaupun kadang agak aneh tapi dia anak yang baik, kalian juga udah kenal dari lam-"

"Bunda! Cebokin!" teriak anak kecil yang mengintrupsi petuah bunda Rezca.

"Iya, sayang bentar!" teriak sang bunda.

"Tapi keputusan ada di tangan kamu, lah wong kamu yang jalanin. Semoga keputusan kamu bener kali ini," sambung bunda menasehati Rezca. Setelahnya wanita paruh baya itu pergi menghampiri si bungsu yang sedang buang hajat.

"Bodo ah!" kata Rezca frustasi. Sebagian dari dirinya merasa keputusan yang diambilnya sudah tepat tapi separuhnya melakukan protes, memberontak seakan apa yang dilakukan adalah sesuatu yang salah dan akan disesalinya kemudian hari.

~My Ex & My Next~

Kebiasaan Rezca saat sore hari adalah bermain bersama si bungsu, adik yang terlambat hadir dalam keluarganya. Bagaimana tidak terlambat, di usianya yang menginjak 23 tahun dia memiliki adik laki-laki dengan usia 4 tahun.

Tidak banyak yang dilakukan, hanya sekedar bersepeda keliling kompleks. Yang penting adiknya itu tidak merengek dan mengakibatkan ibunya mengomel.

"Mbak Qai!" teriak Eza saat melihat Qaila yang baru saja turun dari tumpangannya, Go-jek. Dia baru selesai dengan aktivitas foto-foto untuk mengumpulkan punda-pundi agar skincare serta bala tentara bisa menghiasi meja riasnya. Bukan tidak mampu, tapi mandiri secara finansial sudah ditanamkan sejak dini oleh orang tuanya.

"Eza!" balasnya sambil menghampiri pria kecil itu sambil tersenyum. Tanpa diketahuinya sudah ada sosok tinggi semampai yang memperhatikan senyuman itu.

"Woe is me!" desah Rezca dalam hati.

"Ayo temenin Eza main ke taman yok, Mbak!" ajak Eza semangat karena jujur saja pria kecil ini sangat suka berada di dekat wanita cantik. Termasuk Qaila yang kecantikannya tidak bisa dipungkiri.

Qaila menatap Rezca setelah mendapatkan tawaran mantan calon adik iparnya itu. Seolah mengerti Qaila hanya menunduk. Setelah bergelut dengan pikirannya, Qaila menatap Eza. Eza juga menatapnya dengan penuh harap, khas bocah tak berdosa.

"Maaf ya, Za. Mbak masih bau keringet banget, habis kerja," kata Qaila.

"Emang mbak kelja apa? Panas-panasan? Kok bau klinget?" tanya Eza dengan aksen cadelnya.

"Emang cuma panas-panasan aja yang buat keringetan? Foto-foto juga bisa bikin keringetan. Mbak, mau mandi dulu!" jelas Qaila sebisanya.

"Kalo gitu Eza ikut main ke lumah Mbak aja ya? Mas, mau ikut? Gak usahlah! Eza mau belduaan aja sama Mbak Qai. Sana pulang! Bilang sama bunda kalau Eza tempat Mbak Qai," usir Eza pada Rezca dan menjalankan sepeda roda tiganya dengan kaki, bukan digayuh. Qaila yang menyaksikan itu hanya tersenyum. Tingkah Eza memang paling manjur mengobati hatinya yang sedang berantakan.

"Jancook!" umpat Rezca yang masih bisa didengar dua makhluk tadi.

"Eza bilangin sama bunda ya, Mas!" teriak Eza karena kata bundanya yang dikatakan masnya itu adalah kata-kata dosa. Bukan tanpa alasan bundanya memberitahukan pasal umptan. Hal itu karena kebiasaan Rezca yang suka mengumpat saat bermain games online. Dan hal itu sempat ditiru si bungsu Arav.

Sebelum pergi bersama Eza, Qaila menatap dengan pandangan yang sulit dilupakan oleh Rezca, tanpa kata. Rezca hanya bisa menatap balik tanpa tahu apa yang harus dilakukannya. Jika dia bisa jujur, ada rasa rindu yang bersembunyi di hatinya.

"Mbak, nanti masakin mie goleng yang tinja pedas itu ya," kata Eza yang masih bisa di dengar oleh Rezca.

"Bukan tinja, Za tapi Jinjja! Hahahaha," koreksi Qaila yang diakhiri tawa olehnya.

"Adek gua mulai sarap. Iik lah segala mau dimakan," gerutu Rezca tapi hanya dia yang bisa mendengarnya.

Matanya masih memperhatikan punggung gadis cantik yang sedang menuntun adiknya memasuki rumah mantan calon mertuanya.

"Bengong bae, Mas! Ngupi kuy!"

"Njeng!" umpat Rezca karena baru saja senam jantung.

"Eh, Mas Arga ngagetin aja lu ah!" sambungnya setelah mengetahui pelaku utama.

"Lagian ngelamun di pinggir jalan, ntar disambit lekong baru tau! Jangan ditatap aja kalau masih sayang. Dah ah, gua masuk dulu. Ngopi sana, kang kupi!" Arga menepuk bahu Rezca dan berlalu. Rezca menggedikkan bahunya dan berbalik menuju rumahnya.

- Katanya, masa lalu biarkan tetap di belakang karena yang di depan itu tujuan. -