Chereads / Love,love Melody Love / Chapter 5 - Sapu Tangan Hitam

Chapter 5 - Sapu Tangan Hitam

"pergi saja, hempaslah rasa nyaman yang hanya datang menetap sementara lalu pergi menghilang."-Rama

...

Hari- Hari berlalu dengan cepat, alin masih tetap tinggal, aku masih kosong. Rasa percaya ini terlalu besar hingga tak mampu ku memintanya untuk pergi. Alin dengan segala pikirannya , aku buta untuk menerjemah. selain tau dia memiliki kemampuan yang sama sekali tak terduga, menolong orang lalu mendapat apa yang dia inginkan? Sulit ku percaya bahwa hal itu benar-benar terjadi di bumi.

"Rama, kamu gak kerja hari ini?" Aku berjengit kaget, Alin lengkap dengan apron putih bermotif kelinci ditengahnya memanggilku sembari sibuk menata beberapa makanan di meja. Aku bangkit, sesekali ku ketukan sepatu usangku yang berdebu ke lantai.

"Ini juga mau berangkat.." Aku melewatinya tak menyentuh makanan apapun di meja.

"Tunggu dulu, ini.. kayaknya kamu gak mau sarapan. bawa saja, tenang saja makanan itu tak beracun. ku jamin." Aku menggangguk dengan cepat ku ambil kotak bekal yang disiapkan Alin. jujur saja aku sangat lapar, tapi aku juga harus behati-hati walaupun aku sudah sedikit mempecayainya.

Aku akan mulai lagi, hari-hari panjang yang melelahkan..

'''

(Alin POV)

Hmm.. sepertinya, aku sudah cukup berhasil membuat rama percaya padaku, tapi aku merasa dia sedikit berwaspada padaku. oke.. tidak masalah, perlahan tapi pasti. aku bisa melakukannya membuat Rama menjadi bisa menerima hidupnya dan mencintaiku.

Aku berjalan menuju kamar Rama, Aku sudah melakukkannya beberapa minggu terakhir.. membaca buku diary milik Rama, ku akui itu perbuatan yang salah, tapi aku perlu buku itu untuk lebih memahami Rama. tentang asal muasal luka yang terlihat di matanya.

Dia terlihat sangat bahagia bersama ibunya, tapi semesta mengambilnya dan luka sebelumnya saat Ayahnya meninggalkan Rama dan Ibunya.

Tunggu ada hal lain, sebuah catatan kecil dan nama Melati di pojok kanan atas.

Melati

kali ini aku terakhir kali melihatmu, selepasnya aku akan pergi entah kemana tak berarah. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih, kau telah hadir dan Tuhan membuat perasaan asing yang bertuliskan bahwa aku ingin bersamamu. Tapi semuanya sudah terlambatkan?

Melati? Ku rasa dia orang yang spesial bagi Rama, Aku harus mencarinya. Melati? nama itu membuatku fokus mencari jejaknya di dalam buku diary Rama.

Musim penghujan datang lagi, hanya ku sendiri. aku tak ingin pulang melihat keributan dirumah itu sungguh memuakkan. Ayah.. pasti akan bersujud setelah memukul Ibu. Ibu maaf anak mu ini sungguh pengecut, hanya tahu melarikan tanpa bisa membawa pergi jauh dari Ayah. Musim hujan turun dengan derasnya, aku ada payung di dalam tasku tapi aku enggan untuk pulang..

"apa kau membawa payung?" suara itu, saat pertama kalinya kau menyapa diriku. Aku yang tak tahu harus bagaimana, aku hanya mengangguk seperti orang bodoh. Kau.. membuatku merasa bahagia walau sekejap.. Terima kasih Tuhan telah membuat sebuah momen untuk kami, setidaknya aku bisa lupa dengan luka walau sementara. Kami menghabiskan waktu dengan debaran yang mengganggu dibawah turunnya hujan. Klise.. tapi aku mensyukurinya.

Melati, dia.. tidak salah lagi dia teman sekolah Rama.. hari ini cukup sekian, aku harus mencari tahu tentang Melati.

...

Aku beribu-ribu kali mengucap syukur karena, para karyawan di pulangkan lebih cepat entah apa yang merasuki Bang Yoga, dia bilang muka karyawannya sudah lusuh. biar kinclong maka bengkel ditutup lebih cepat dan menyuruh kami istirahat. bagaiman lusuh kalau tiap hari bersentuhan dengan mesin-mesin, perkakas dan oli sebagai pengganti skin care kami. lengkap sudah.

jam masih menunjukkan pukul 2 siang, aku sudah duduk di sebuah halte. Walaupun belum jam pulang kantor tapi halte kali ini cukup ramai.. ada seorang mahasiswi yang sedang bertelepon ria sembari memeluk buku tebal yang cocok untuk dijadikan bantal, ada ibu-ibu yang sibuk bergosip entah apa yang di gosipkan, dan para pedagang asongan yang siap dengan sura khasnya menjajakan dagangan mereka.

Bus terlalu ramai.. aku memilih untuk berdiri di dekat pintu Bus. Aku teringat dengan sapu tangan hitam dari mendiang, aku menacrinya dibalik tas kecil ku. hanya ada dompet dan kotak bekal dari Alin, kemana sapu tangan itu? Ku pikir, aku tak sengaja meninggalkannya di rumah. Aku harus mencarinya.

menghabiskan waktu cukup lama di dalam bus, pemandangan kota yang biasanya membuatku terbuai tapi kini tidak lagi, pikiranku hanya terfokus pada sapu tangan hitam. cemas-cemas, berharap bahwa sau tangan itu masih ada. semoga saja.

Sesampainya aku langsung bergegas ke kamar, mencari sapu tangan itu. tapi semuanya nihil, hampir ke seluruh sudut rumah ku mencarinya tapi tidak ada, saat itu.. suasana hatiku benra-benar tak terkendali. Alin, dia sedang pergi keluar. Aku terduduk lesu.. bayangan Ibu perlahan terlintas dalam benakku. maaf bu.. aku menghilangkannya.. maaf bu..

"Aku pulang..." Alin yang sampai dirumah bingung karena melihat Rama terduduk lesu di ruang tengah.

Aku bisa merasakan Alin menghampiriku lalu mengusap pundakku, sungguh ku ingin di pergi, tak ingin melihatku dalam kondisi buruk seperti ini.

"Rama, Kau Kenapa?" tanya Alin khawatir . aku masih bungkam.

"Ram-"

"Bisakah kau diam, sapu tangan hitam ku menghilang. tolong jangan menggangguku." Tegasku, lalu aku Pergi berjalan gontai menuju kamar, Alin. maaf, tapi saat ini aku benar-benar tak butuh siapapun termasuk dirimu. Bisa ku lihat alin terduduk menatap kosong, maaf aku telah membuatmu bingung bahkan terluka.

Tak semuanya bisa kau tanyakan Alin, Aku belum bisa menerimamu. aku takut kau juga akan pergi..