Chereads / Rainata / Chapter 6 - 5. Harapanku

Chapter 6 - 5. Harapanku

Jika aku tahu kamu akan pergi, aku tak akan membiarkanmu pulang saat itu

# Rainata Deviana Senja

Rain POV

Flashback On...

Hari ini hari pertamaku sekolah di SMA Tribuana, aku sempat ketakutan ketika aku terlambat ke sekolah tadi. Tapi untunglah aku ketemu seorang laki-laki yang terlambat juga, dan dia mau dengan senang hati membantuku masuk secara diam-diam lewat jalan yang ditunjukkannya padaku, jadi kami bisa masuk ke sekolah tanpa kena hukuman, terlebih ini adalah hari pertama sekolahku. Tapi ada hal yang kulupakan, ketika aku menanyakan namanya ia tidak menjawabnya. Bagiku ia cukup tampan dan baik hati, walaupun terlihat dari wajahnya dia seperti laki-laki yang berandalan mungkin? Atau Badboy? Ah aku tak tahu, Akuu tak mau menebak-nebak, tapi yang kutahu dia memiliki hati yang baik dan dia sangatlah tampan, mungkin ia lebih tampan dari Arkan. Dan begitulah aku, aku selalu membandingkan semuanya dengan Arkan, Arkan, Arkan dan Arkan.

Kemana sebenarnya Arkannya? Itulah yang selalu ada di dalam benaknya, kenapa ia begitu tega meninggalkanku, terkadang aku berpikir apakah aku pernah membuat salah besar pada Arkan hingga ia meninggalkanku seperti ini. Setiap hari aku memikirkannya,memikirkan Arkannya, namun apakah Arkan juga memikirkanku? Aku harap suatu saat nanti Arkan kembali. Apapun alasan Arkan meninggalkanku, aku akan tetap memaafkan Arkan, ia akan tetap mencintai Arkan sama seperti dulu,semoga saja Arkannya tidak menghianati janjinya untuk tidak jatuh cinta ke perempuan manapun.

Oke Back to School!!!

Ia juga memikirkan laki-laki itu, laki-laki yang menolongnya yang memiliki wajah yang sangat tampan namun sepertinya laki-laki tersebut memiliki sifat yang cuek dan dingin. Tapi entah mengapa, aku sangat ingin bertemu dengannya lagi, dia sudah menyelamatkanku dari hukuman yang seharusnya kudapatkan pagi ini, semoga ia bisa mencari informasi lebih lanjut tentang laki-laki tersebut, aku sudah bertekad aku akan menanyakannya besok pada Gevan.

Omong-omong soal Gevan, ia adalah teman sebangku-ku, Gevan orangnya ramah menurutku, dia juga baik dan perhatian, dan lebih gembiranya dia mau berteman denganku bahkan menganggapku sebagai sahabatnya, Gevan suka banget gombalin aku, dia juga berkata bahwa dia menyukaiku. Lalu apa yang harus kulakukan? Apakah aku harus menerima cintanya? Tapi kembali lagi ke prinsip awalku aku takut jika harus berpacaran dengan sahabatku sendiri aku takut jika nanti sebenarnya aku tak ditakdirkan dengannya pasti kita tidak akan bertahan lama dan putus, dan aku belum siap untuk menjadi asing. Terlebih sekarang ada sosok Gevan yang sangat mirip dengan Arkan, jujur saja aku sudah merasakan nyaman ketika aku berada di dekat Gevan, walaupun disekolah aku belum mempunyai teman lain selain Gevan, tapi entah apa yang kurasakan aku merasakan bahagia berlipat-lipat ganda sama seperti aku bahagia memiliki Arkan dulu sebagai sahabatku sekaligus cinta pertamaku, walaupun belum sempat kumiliki karena kebodohanku. Tapi akankah aku harus menerima Gevan? Atau menolaknya yang berarti aku melakukan kebodohan yang kedua kalinya. Tapi kurasa aku ingin bersahabat dulu dengannya, aku tak mau semua berjalan begitu cepat. Aku ingin menikmati hari-hari sekolahku di masa putih abu-abu ini bersama Gevan. Semoga saja Gevan tidak seperti Arkan yang meninggalkanku lagi, jujur saja aku tidak siap untuk ditinggalkan kedua kalinya oleh sahabatku, aku membutuhkannya…membutuhkan Arkan maupun Gevan

Gevan sangat baik padaku tadi ia juga mengantarkanku pulang kerumah padahal awalnya aku sempat menolak namun Gevan keukeuh ingin mengantarkanku. Tapi aku rasa ada yang aneh dengan tingkah Gevan aku sempat berpikir dia sakit, tapi setelah kutanyakan berkali-kali katanya ia baik-baik saja, mungkin yang sebenarnya sakit adalah aku, diriku sendiri. Penyakitku tidak bisa disembuhkan, tapi penyakitku tidak akan kambuh jika aku bisa mengontrol emosiku. Dan aku yakin, aku bisa melewatinya, terlebih sekarang ada sosok Gevan yang menemaniku

Aku mungkin akan bercerita semuanya dengan Gevan nanti, dia juga berkata mau mendengarkan seluruh ceritaku, aku sangat bersyukur baru hari pertama sekolah aku sudah mendapatkan teman sebaik Gevan. Gevan tampan seperti Arkan, namun lebih tampan laki-laki yang menyelamatkanku itu, entah sebenarnya siapa namanya? Kenapa aku tak meilirik saja nametag di bajunya, aduh sungguh aku sangat ceroboh dan bodoh harusnya aku memaksa bertanya agar aku tahu informasi lebih tentangnya.

Apa? tunggu, apa yang terjadi denganku? Apakah aku menyukai laki-laki tersebut hanya karena dia menolongku? Tidak, tidak, tidak, tidak ini tidak boleh terjadi aku tidak boleh mencintai laki-laki lain selain Arkan aku sudah berjanji padanya aku akan tetap menunggu kedatangan Arkan lagi dihidupku. "Arkan… kamu dimana? Apa kamu tidak merindukanku? Apa kamu berhenti mencintaiku? Apa kamu berhenti menyukaiku? Apa kamu sudah tidak ingat lagi dengan kenangan kita?, tapi kenapa? Apa salahku? Apa sebegitu salahku sampai kamu pergi dari hidupku? Aku sudah terbiasa ada kamu, dan sekarang aku harus kehilanganmu, semuanya terasa berbeda Arkan, semua terasa kosong, aku merasakan diriku telah mati disaat kamu pergi, aku merasakan jiwaku telah pergi sejak 3 tahun yang lalu, itu semua karenamu Arkan. Apa kamu bisa mendengarku? Kepada siapa lagi aku harus mengadu selain denganmu dan Allah? Aku tak punya siapa-siapa di dunia ini, bahkan orang tuaku tak pernah memperdulikanku entah apa yang mereka pikirkan hingga menelantarkan anaknya seperti ini tak pernah memberikan kasih sayang kepadaku, apa mereka tak menginginkanku lahir? Maka dari itu mereka seolah-olah menganggapku tidak ada. Aku ini sebenarnya benar anak orangtuaku atau aku hanyalah anak panti asuhan yang di adopsi atau aku adalah anak pungut? Kenapa aku tak pernah melihat orang tua macam mereka yang sama sekali tak pernah memperdulikan anaknya. Memang aku tak pernah kekurangan apapun dari segi ekonomi, tapi aku lebih memilih aku menjadi anak dari keluarga sederhana yang penuh dengan kasih sayang, daripada aku hidup ditengah-tengah keluarga kaya raya namun selalu merasa sendirian tanpa adanya kasih sayang apapun dari kedua orang tuaku

Dari kecil aku selalu diasuh oleh pembantu yang bekerja dirumahku, mereka seakan-akan berperan sebagai keluargaku, mereka seperti keluarga sebenarnya buatku, tapi nyatanya mereka hanya menganggapku "anak majikan" maka dari itu mereka memperlakukanku dengan hormat dan selalu menuruti perintahku, mereka selalu berusaha membuatku tidak merasakan kesepian di hidupku, tapi semua sia-sia nyatanya aku sendirian, semua hal yang kusayangi selalu diambil dengan cepat. Maka dari itu aku takut menyayangi siapapun sekarang, takut jika selanjutnya yang kusayangi itu akan hilang juga. Tuhan kuatkanlah hamba-mu ini

Flashback Off...

Tak terasa air matanya bercucuran deras dari pelupuk matanya. Rain menangis lagi, ia bercerita lagi sama seperti hari-hari bsebelumnya, ia mengeluh dan menceritakan pada yang kuasa berharap agar beliau bisa memberikan sedikit rasa bahagia di hidupnya dan hal mustahil di hidupnya yaitu kesembuhannya, ia sekarat namun sama sekali tak terlihat, jika bukan karena obat-obatan yang dikonsumsinya mungkin ia tak bisa bergerak tak bisa berjalan tak bisa bersekolah seperti remaja pada umumnya, mungkin saja jika ia tak menuruti nasehat dokter otaknya akan mati, tak berfungsi lagi namun karena ia mau menuruti semuanya dan mengikuti terapi yang rutin ia bisa, ia bisa menutupi penyakitnya dari semua orang. Ia menangis tersedu-sedu pada yang kuasa ia menceritakan tentang semua keluhannya tanpa ada satupun yang terlewati.

Dan disinilah dirinya, duduk dibawah rumah pohon dibelakang rumahnya sambil memandangi langit, dan matahari yang sudah mulai tenggelam. Tadi sepulang sekolah ia hanya berganti baju, dan makan. Lalu ia melakukan rutinitasnya seperti biasa duduk di bawah pohon sambil memandang langit dan bercerita semua kisahnya pada Sang Surya yang sudah akan tenggelam, menampilkan pemandangan yang memukau, langit di ufuk barat dari pandangannya sudah berwarna orange keemasan. Ia hampir setiap hari berada disini melihat indahnya senja. Ia sangat suka dengan Senja walaupun indahnya hanya sesaat, namun bisa memberi kebahagiaan pada penikmatnya.

Terkadang di hari libur ia juga kesini, berdiri merentangkan tangannya sambil menutup mata lalu berteriak dan menangis sekencang-kencangnnya, ia sudah tak peduli jika tetangga-tetangganya menganggapnya gila, tidak waras atau apapun. Tapi jauh dari semua itu, ia memang harus menerima kenyataan bahwa dirinya sakit, tak bisa disembuhkan. Tak ada yang tahu ini hanya dirinya, dokternya dan yang maha kuasa yang mengetahui tentang penyakitnya, bahkan keluarganya pun tidak mengetahui tentang penyakitnya ini, begitu malangnya Rain, ia terpuruk dan terpukul akan semua kejadian-kejadian pahit di hidupnya, ia masih terlalu kecil untuk mengerti dan menerima ini semua. Ia mengharapkan dirinya bisa terbang keliling dunia dengan sayapnya dan mencari Arkan… Arkannya

Jam sudah menunjukkan pukul 18.30, ia kembali masuk kedalam rumahnya menuju lantai atas, memasuki kamarnya, ia sangat lelah hari ini ia memutuskan untuk tidur sebentar jika sudah merasa lebih baik baru ia akan makan lalu mandi membersihkan badannya. Ia memejamkan matannya dan mulai terlelap.

Seketika itu di dunia lain Rain bermimpi…

"Arkan main sepeda yuk?"

"Aku sih ayo aja, tapi Rain kamu kan gak bisa naik sepeda, gimana dong?" Tanya arkan dengan bingung

"Emangnya kamu gak mau ya ajarin aku supaya aku bisa naik sepeda sama kamu, kalau aku bisa naik sepeda kan nanti kamu ada temen buat sepedaan, kita bisa keliling-keliling kota Bandung sama-sama" jawab Rain kecil dengan polos

"Iya Rain dengan senang hati aku bakal ajarin kamu naik sepeda sampai kamu bisa ya?"

"Beneran Ar?" Tanya Rain berbinar

"Iya Rain kapan sih aku bohongin kamu?"

"Jadi beneran ni kamu enggak bohongin aku kan?"

"Iya Rain, duh kamu kok bawel banget sih?

"Hehehehe yaudah ayo!!! Kita mau belajar sepedaan dimana?

"Dimana ya?" bingung Arkan memikirkannya "Gimana kalau kita ke lapangan tempat orang lari aja disana biasanya sepi kok kita bisa belajar naik sepeda disana, eh ralat kamu yang belajar, aku kan udah bisa" jawab Arkan kecil sambil terkekeh, yah saat itu mereka masih kelas 4 SD

"Ih sombong ya kamu baru bisa naik sepeda, liat aja besok aku bakal lebih hebat naik sepedanya daripada kamu, aku bakal belajar Racing nanti jadi siap-siap aja bakal dikalahin sama Rainata ya dan siap-siap bakal punya sahabat yang terkenal Ar" jawab Rain dengan percaya dirinya dan dengan raut kesalnya

"Oke ayo kita buktikan sekarang"

Dan Rain kecil sangat semangat bersepeda karena Arkan dengan sabar mengajarinya, ketika sudah dirasa mulai bisa Arkan bersiap melepaskan pegangannya "Rain pegang setangnya dengan kuat ya!, aku bakal lepasin pegangannya, kamu kayuh terus sepedanya, harus seimbang jangan sampai oleng entar kamu jatuh Rain" peringat Arkan

Rain hanya mengangguk mengiyakan, namun diluar dugaan ketika Arkan melepaskan pegangannya, Rain bisa.. ia mengayuh sepedanya dengan sangat pelan dan memegang setangnya dengan kuat. Rain tersenyum akhirnya ia bisa bersepeda, ia tersenyum-senyum melamun membayangkan betapa indahnya nanti ketika ia akan bermain sepeda gayung setiap hari bersama Arkan, sungguh ia tak sabar menantikan hal itu tiba. Namun Rain lupa ia sedang bersepeda, dan ia melamun ia sama sekali tak mendengar teriakan-teriakan Arkan yang berlari mengejarnya, ia segera tersadar namun semuanya sudah terlambat, dan

Braaakkkkkk!!!!!!!!!!!

Rain terjatuh dari sepeda, sepedanya oleng karena tak sengaja menabrak batu seukuran Bola Basket, bukan.. bukan… bukan batu tersebut yang menghalangi jalan Rain, namun Rainlah yang bersepeda keluar dari lintasannya, Rain menabrak semak-semak yang berada di pinggir lapangan.

Arkan berlari kencang menghampiri Rain yang sudah terduduk dan menundukkan wajahnya, hingga ia berada di depan Rain yang sudah berkaca-kaca menahan tangis, dengan segera Arkan membantunya berdiri dan mengambil sepedanya lalu mendongkrakkannya. Akhirnya tangis Rain pecah bukan..bukan karena kesakitan karena ia memang tidak terluka sama sekali hanya sepeda Arkan lah yang banyak lecetnnya, ia menangis karena merasa bersalah sudah membuat sepeda gayung Arkan rusak, namun Arkan tak memperdulikan itu, yang ia takutkan adalah Rainnya terluka, tapi syukurlah Rainnya baik-baik saja. Arkan menatap Rain lalu langsung memeluknya, menenangkan Rain agar berhenti menangis, namun usaha Arkan sia-sia bukannya berhenti menangis, Rain malah menangis semakin kencang

"Kamu kenapa nangis? Apa ada yang sakit? Ayo kita kedokter" ajak Arkan dengan panik

Rain terdiam, ia masih sesenggukan dan menetralkan tangisnya agar sedikit mereda, lalu menajwab "Enggak kok aku gak ada yang sakit, gak ada yang luka. Aku nangis karena aku merasa bersalah udah buat sepeda kamu rusak, maafin aku ya Arkan, nanti aku minta Ayah aku buat belikan yang baru ya, Arkan jangan marah jangan benci sama aku ya, Arkan jangan jauhin aku, Arkan jangan takut main sama aku ya, aku kan gak punya temen lain selain Arkan" jawab Rain panjang lebar

Arkan tersenyum manis, sangat manis, dan tentunya sangat menggemaskan dimata Rain "Denger ya Rain, sepedaku ini gak rusak cuman lecet sedikit, ini bisa kok di cat ulang tinggal dibawa kebengkel aja, kamu tenang aja aku gak bakal kapok main sama kamu apapun yang terjadi, jadi sekarang berhenti menangis Rain" jawab Arkan masih dengan senyum manis yang mengembang diwajahnya menenangkan Rain kecil yang ketakutan

Rain mengangguk lalu ikut tersenyum "Terimakasih Arkan, Rain sayang Arkan, Arkan jangan pernah tinggalin Rain ya, Rain gak punnya temen selain Arkan" jawab Rain yang hampir menangis kembali

Arkan yang melihat tanda-tanda Rain ingin menangis lagi, dengan segera mendekap tubuh Rain kedalam dekapannya "Udah Rain jangan nangis lagi, iya aku gak bakal kemana-mana aku bakal tetep temenin Rain dimanapun Rain berada, aku bakal tetep jadi sahabat Rain, kalau kamu nangis lagi aku beneran bakalan marah sama kamu Rain" ancam Arkan dengan jahil

Seketika Rain menjauh dan memelototkan matanya kesal "Kok kamu jahat sih?"

Arkan bingung, memangnya dirinya salah apa sampai Rain mengatainya jahat, Arkan membuka suara "Loh kok kamu bilang aku jahat? Memangnya aku salah apa? kan aku udah bilang aku gak marah sama kamu apapun yang terjadi" sahut Arkan

"Itu tadi kamu bilang kamu bakal marah kalau aku nangis lagi sekarang"

"Ya iya lah makanya jangan nangis lagi"

"Iya iya bawel banget sih kamu jadi cowok, aku aja cewek gak sebawel kamu"ucap Rain dengan kesal

"Yaudah sekarang mau kemana? mau sepedaan lagi atau gimana? Kamu kan udah bisa naik sepedanya tinggal dilatih lagi aja supaya bisa lancar bawa sepedanya dan jangan ngelamun saat bersepeda Rain, karena itu sangat berbahaya Rain terlebih lagi jika kamu bersepedanya itu di jalan Raya, kamu bisa ditabrak orang kalau kamu bawa sepeda gak fokus gitu"ceramah Arkan dengan panjang lebarnya

"Enggak ah aku gamau naik sepeda lagi sekarang, besok aja lagi belajarnya tapi aku maunya biar Arkan yang ajarin aku Hehehehe, ayo kita pulang aku haus dan lapar sekarang setelah capek nangis" jawab Rain seadanya tak lupa dengan cengiran kudanya

"Lagian siapa suruh nangis? Yaudah ayo kita pulang, mampir di warung deket sini aja dulu beli minum, kasian kamu karena lumayan jauh dari sini kerumah Rain"

"Oke ayo, aku sih setuju-setuju aja asal kamu yang traktir aku" jawab Rain dengan cengiran lebarnya, bagaimana tidak? Ia tak membawa uang sepeserpun sekarang dan Arkan mengajaknya mampir kewarung, lalau ia harus membayar pakai apa jika sudah begini,, jadi terpaksa ia menodong Arkan

"Yeeeee dasar kamu maunya mah enak doang"jawab Arkan sambil tertawa

Tapi pada nyatanya tetap Arkan yang membayarnya, setelah selesai beristirahat dan menghabiskan minumannya, tak terasa waktu sudah mulai sore, mereka berdua pun memutuskan untuk pulang kerumah mereka masing-masing. Tapi sebelumnya Arkan mengantarkan Rain pulang terlebih dahulu kerumahnya baru ia pulang kerumahnya sendiri.

Tringgggggg..Triiinggggggg…Trinnggggg

Handphonenya berbunyi nyaring menandakan sebuah panggilan masuk, ia terbangun dan sadar bahwa barusan ia bermimpi lagi…bermimpi tentang Arkannya

Panggilan tersebut diabaikannya ia asik berkutat dengan pikirannya, hingga telepon tersebut berhenti berdering lalu beberapa menit kemudian berdering kembali. Namun dengan kesal ia me-reject terlepon tersebut dan bergegas kekamar mandi untuk mandi dan membasuh badannya, jam sudah menunjukkan pukul 20.30. selesai mandi ia bergeas menuju ke meja makan dan makan, disana sudah tertata rapi berbagai hidangan kesukaannya, ia termenung malam ini tak ada bedanya dengan malam-malam sebelumnya, sama…ia tetap makan malam sendirian . Pembantu dirumahnya sudah pulang, dan kembali..Rain benar-benar sendirian dirumah yang sebesar ini. Ia makan dalam diam dan menatap piringnya lalu berpikir sejenak makanan di piringnya tergolong mewah dan seharusnya ini sangat enak, namun kenapa ketika Rain melahapnya ia tidak merasakan apapun? Kenapa semua makanan ini terasa hambar di lidahnya? Namun sekali lagi tak ada jawaban apapun yang ia dapatkan… hening…hanya bunyi sendoklah yang terdengar nyaring berdenting memekakkan telinganya,

Ketika Rain ingin segera menyelesaikan makannya, ia mendengar suara yang tidak asing lagi di telinganya,

Meoooowwwwwwww… ya itu Katty kucing kesayangannya, Rain membiarkan saja Katty naik kepangkuannya dan mencari posisi yang nyaman. Ketika sudah menyelesaikan ritual makannya ia memindahkan Katty ke kursi disampingnya, ia bergegas kedapur dan mencuci piring. Lalu menuju meja makan lagi mengambil Katty dan menggendongnya. Ia mengajak Katty masuk kekamarnya, ketika ia melihat layar Handphonenya masih menyala-nyala dan bergetar tanda ada pesan masuk. Ia segera meraihnya, dengan sigap ia membuka layar kunci Handphonenya dan langsung mencari menu pesan, ketika itu ia mendapatkan pesan dari seseorang yang kembali membuat mood nya hancur saat itu juga.

From Bunda :

Rain, hari ini Ayah dan Bunda tidak bisa pulang nak, ada kerjaan yang harus kami urus disini, jaga dirimu baik-baik nak jangan terlambat makan. Love, Bunda

Ketika selesai membaca pesan singkat itu Rain termenung sebentar lalu tersenyum miris, ia sudah lelah menangis hari ini sudah cukup banyak memori yang membuatnya selalu bersedih, ia tak boleh larut dalam kesedihan karena ini akan memperburuk kondisi kesehatanya ia akan membuat penyakitnya semakin parah. Rain sudah bosan minum obat-obat sialan itu, yang Rain inginkan adalah hidupnya normal kembali saat dulu masih ada Arkan yang menemaninya, dan ia harus benar-benar berjuang agar bisa berhenti meminum obat-obat itu setiap harinya dan bisa tidur dengan nyenyak setiap harinya. Maka kali ini ia berniat untuk mengabaikan perasaan sakit itu, ia mengelus-elus Katty yang ikut tidur diatas kasur empuk Queen sizenya sambil berkata "Terimakasih Katty sudah menemani hari-hariku, sehat terus ya Katty aku sudah tidak punya siapapun lagi di dunia ini yang menyayangiku kecuali kamu, kucing kesayanganku yang sudah kuanggap sebagai sodara-ku" ucap Rain berkaca-kaca sambil memandang Katty

Katty yang dipandang seperti itu hanya bisa mengendus-endus manja di pergelangan tangan Rain tanda ia mengerti apa yang dibicarakan Rain, tak lupa Katty juga menjawab dengan beberapa kali sahutan

Meooow..Meoowww…Meowwwww…

Rain tersenyum senang lalu tanpa babibu lagi ia mengambil posisi ternyaman, dan mendekap Katty di dalam rengkuhannya. Dan mereka berdua pun tertidur pulas saat itu juga.