Chereads / G.X New Impact / Chapter 31 - PRINCESS

Chapter 31 - PRINCESS

***

Sinar terang perlahan mengintip ruangan ini dari balik jendela, dengan berat aku membuka mataku dan berjalan dengan sempoyongan ke kamar mandi. Disana aku mencuci wajah masamku ini, dengan perlahan aku mengusapkan kain kering di wajahku. Perlahan aku menyentuh bibir lembabku, rasanaya seperti mimpi saja kejadian kemarin.

"Aku tidak kalau Chio itu... seagresif ini."

Tiba-tiba aku menyadari sesuatu, tepatnya di dahi kiriku muncul sebuah tanduk lagi. Beruntung ukurannya masih sangat kecil, jadi tidak akan ada banyak orang yang menyadarinya.

"Jika nanti aku kembali ke duniaku, apakah aku akan dianggap sebagai mosnter?"

***

Saat keluar dari kamar mandi aku baru menyadari sesuatu, Chio tidak ada di kamarnya dan jubahku hilang. Kemana perginya dia?

"Snow, kalau sudah bangun segera turun. Sarapannya sudah siap."

"Baik."

Nona Lumina sudah memanggil, tapi aku tidak enak turun dengan keadaan telanjang dada seperti ini. Aku harus mencari sesuatu untuk menutupi tubuhku!

"Snow, kau didalam?"

"Chio?!"

"Aku masuk ya."

"Tidak! Tunggu dulu!"

Terlambat, dia sudah masuk. Dan seluruh tubuh bagian atasku terlihat, dengan spontan aku menutupi tubuhku dengan selimut tipis yang biasa kupakai tiap malamnya.

"Apa yang kau lakukan Chio?!"

"Ah... maaf ya, aku tidak tau kalau kau sangat malu dilihat seperti itu. Ini jubahmu, aku baru saja membersihkannya. Sudah sangat lama sejak terakhir kali kau membersihkan jubah ini kan?"

"Eh..."

"Aku taruh diatas kasur ya. Kalau sudah selesai segera turun, yang lain sedang menunggumu."

Dengan santai dia berjalan keluar dari kamar, dan perlahan pintu tertutup.

"Apa?!"

Ada apa dengan sikapnya itu?! Apa dia tidak merasa malu sama sekali dengan kejadian kemarin?! Apa hanya aku saja yang merasa malu disini?!

"Ahhhh!!!"

Aku berguling-guling dilantai dan menutupi wajahku dengan jubah ini, sial! Aku merasa sangat malu sekarang! Aku benar-benar tidak tau bagaimana cara mengehadapinya nanti! Ya ampun, aku sangat malu!

***

Di lantai bawah semua orang sudah duduk dengan manis diatas meja, bahkan Arpa yang selalu sibuk tiap paginya sudah ada disana.

"Selamat pagi Snow."

"Selamat pagi semua."

"Bagaimana tidurmu?"

"Ya, tidurku sangat nyenyak. Terimakasih."

Aku berbohong, padahal semalam aku sangat sulit tidur karena memikirkan Chio.

"Oh! Kau sudah turun Snow? Sebentar lagi supnya siap, jadi tunggu ya."

Sekejap kumelihat, Chio tidak ada di sekeliling kami. Pergi kemana dia?

"Ini dia supnya, sekarang mari kita sarapan."

"Terimakasih nona Lumi..."

Tepat dihadapanku ada sesuatu yang menghentikan perkataanku, sesuatu yang bisa menghentikan waktuku selama beberapa detik kedepan. Ya, itu adalah dia. Pagi ini dia menggunakan pakaian pelayan dan mengikat rambutnya kebelakang, mata birunya terlihat indah walaupun terhalau uap makanan, kini telinga panjangnya terlihat semua dan aku baru menyadari kalau telinganya terlihat sangat rapuh, dan yang menjadi pusat perhatianku adalah bibir lembab berwarna pink itu. Entah mengapa mataku tidak bisa lepas dari bibir itu, sungguh... sekarang ini waktu terasa sangat lama.

"Snow? Kau baik-baik saja?"

Sial, aku tidak bisa lepas dari tatapan itu.

"Heh... rupanaya ada yang sedang terpesona disini."

"Eh! Tidak!"

"Bohong..."

Sial, Arpa meledekku!

"Sudah sudah, mari kita sarapan dulu."

"Ya!"

Kami menikmati sarapan pagi ini dengan tenang, semua orang disini menyantapnya dengan baik dan ceria. Tapi tidak denganku, setiap suapan yang masuk kemulutku selalu mengundang mataku untuk memperhatikannya. Terkadang ada beberapa helai rambutnya yang lepas dari ikatan itu dan menutupi wajahnya, dengan lembut dia menyingkapnya dibelakang telinganya. Dan berkat pemandangan itu, aku menjadi yang paling terakhir selesai makan.

***

"Kalian yakin mau pergi sekarang? Kalian boleh tinggal disini lebih lama lagi kok."

"Tidak nona Lumina, kami harus segera pergi. Perjalanan kami masih jauh."

"Sayang sekali, padahal aku ingin kalian tetap tinggal disini."

Matahari perlahan sudah menempatkan posisi diatas kepala kami, dan itu menadakan kalau kami harus segera pergi.

"Tuan Snow! Nona Chio! Biarkan kami berdua ikut dengan kalian."

Alice dan Anna memegang tangan kami berdua, mereka terlihat seperti tidak ingin jauh dari kami.

"Alice... Anna... kalian kan sudah menjadi bagian dari keluarga kecilnya Ibuki, apakah kalian tega meninggalkan adik kecil kalian?"

"Tapi... tapi... kami sudah berjanji menemani kalian sampai perjalanan kalian selesai."

"Aku mengerti perasaan kalian, tapi tetap saja aku tidak bisa mengijinkan kalian ikut dengan kami."

"Tuan Snow... nona CHio..."

Alice mulai menangis dan memeluk erat Chio, Anna terlihat sedang berjuang keras menahan perasaanya. Aku bisa mengetahuinya dari tubuhnya yang mulai gemetaran,dan ekspresi wajahnya yang sangat aneh.

"Anna..."

"Tidak tuan, tidak perlu."

"Kau yakin?"

"Saya... saya..."

Pada akhirnya tangisnya pecah, dia berlari dan memelukku. Aku sempat tidak mempercayai ini, Anna yang biasanya terlihat paling keren dan tenang, ternyata bisa sangat emosional juga.

"Tuan! Ijinkan kami ikut dengan kalian!"

Dia menjerit, dan jeritannya ini terdengar sangat tulus.

"Maaf, tapi kami tidak akan mengajak kalian lagi."

Ditengah suasana yang sangat berat ini kami mendengar langkah kaki yang tergesa-gesa, dari kejauhan kami melihat Arpa yang sedang membawa sesuatu yang sangat besar.

"Tunggu! Jangan pergi dulu!"

"Arpa!"

"Hah... hah... biarkan aku bernafas dulu... hah..."

Wah, dia terlihat sangat kelelahan.

"Anu... sebenarnya ada apa ini?"

"Ini... aku ingin memberikan kalian benda ini... tolong diterima... hah..."

Walau masih terengah-engah tapi dia tetap memberikan benda ini, tapi... benda apa ini?

"Arpa, benda apa ini?"

"Itu... adalah sebuah spear... kami membuatnya khusus untuk kalian..."

"Spear?!"

Chio langsung terlihat sangat antusias, dia langsung membuka spear yang ditutupi dengan kain putih ini.

"Wah!!! Ini sangat hebat!!!"

Saat dibuka, spear ini terlihat sangat keren. Dan sepertinya dibuat dengan teknologi khas dunia ini, di bagian kepala spearnya banyak sekali ornamen kristal berwarna biru.

"Apa kalian suka?"

"Ya! Aku sangat suka ini!"

"Syukurlah... aku pikir kalian tidak akan suka karena spear itu terbuat dari sisik, tulang, dan kristal dari tubuh yang menyerang Midgard."

"Eh?! Naga itu sudah dikalahkan?!"

"Ya, pasukanku yang mengalahkannya. Dan kami dibantu dibantu dewa dewi lainnya juga, saat mereka ingin memusnahkan jasadnya aku memohon agar jasadnya diberikan kepadaku."

Ternyata dewa dewi di dunia ini cukup kuat juga, aku harus berhati-hati agar tidak memancing masalah yang bisa membuat kami memiliki masalah dengan mereka.

"Terimkasih Arpa, kami akan menyimpan spear ini dengan baik."

"Hei Snow! Bolehkan aku memilikinya?! Boleh ya... boleh ya..."

Ya, mungkin aku akan membiarkannya memilikinya. Karena aku bisa memanggil spear kristal es semauku, sedangkan dia sama sekali tidak memiliki senjata lain.

"Baiklah."

"Yeay!!! Terimakasih Snow!"

Kami pada akhirnya mengucapkan salam perpisahan dengan mereka, perlahan kami berjalan menjauh dari sana. Sedih memang harus meninggalkan tempat damai seperti ini dan kembali ke alam liar yang bahkan kami tidak tau apa yang akan menanti kami nanti, namun kami harus tetap malangkah maju.

***

"Spear baru... spear baru... spear baru yang sangat hebat..."

Sepanjang perjalanan Chio tidak berhenti bersenandung riang, bahkan cara berjalannya saja seperti anak kecil yang baru saja dibelikan mainan baru. Dia berjalan dengan melompat ceria, bahkan dia tidak membiarkanku membawakan spear miliknya.

"Hei Chio, seberapa jauh lagi tempat bernama Alfheim itu?"

"Hem, mari kita lihat."

Dia meliaht sebuah peta kuno yang dia beli di kota sebelum pergi.

"Sekarang kita ada disini, jadi seharusnya gerbang menuju duni para elf ada didepan sana."

"Baguslah, kalau begitu ayo kita lanjutkan perjalanan."

"Ya."

Dia meraih tanganku dan menggandengnya erat, genggaman tangannya terasa bergitu hangat di siang hati yang panas ini. Aku... tidak ingin melepaskan tangan ini.

"Berhenti!"

Ada suara! Spontan kami langsung bersiaga dan memperhatikan sekitar, tapi tidak ada tanda-tanda makhluk hidup selain kami. Darimana asal suara itu?

"Keluar kau! Siapapun itu, aku tidak akan segan-segan menghabisimu!"

"Tenanglah manusia."

Terdengar suara dahan pohon berderit, dari atas pohon turun 5 orang berjubah hijau dan membawa spear di tangan mereka. Siapa mereka? Apa yang mereka inginkan dari kami?!

"Crystal Spear."

Untuk berjaga-jaga aku membuat sebuah spear kristal es, jika mereka mulai menyerang aku akan langsung menghabisi mereka tanpa ampun.

"Hormat kepada Putri Lunaria Dentro Tis Zois."

Mereka langsung menundukkan badan didepan kami, seolah mereka sedang memberikan hormat kepada pemimpin mereka.

"Putri luna... siapa?"

"Akhirnya kami bisa menemukan anda yang mulia."

"Anu... saya bukan seorang putri... atau apapun itu."

"Tidak, kristal elf tidak pernah salah. Anda adalah Putri negeri kami, putri dari pohon kehidupan yang agung. Anda adala putri Lunaria!"

Percakapan ini semakin aneh, tapi sepertinya mereka tidak berbahaya.

"Kami mohon, ikutlah dengan kami yang mulia."

"Tapi kita mau dibawa kemana?"

"Kami akan mengantar anda pulang ke negeri tercinta kita, Alfheim!"

***

"Penjemputan sang pemberi kehidupan."