Namaku Snow, aku siswa kelas 3 di salah satu sekolah menengah di distrik C, aku murid pindahan dari kota tetangga. Kini umurku mencapai 18 tahun, aku memiliki seorang adik perempuan berumur 16 tahun, namanya Lilith. Kami tinggal di sebuah apartemen 5 km dari sekolah, kami mengalami kecelakaan 10 tahun yang lalu, orang tua kami meninggal dunia dan kami mengalami amnesia kecil, kami lupa dari mana kami berasal, masa kecil, dan nama kami, tapi berkat bantuan dokter kami bisa memperoleh beberapa informasi mengenai kami dulu.
Kami jatuh miskin dan tidak ada satupun dari kerabat kami yang mau menerima kami, karena itu kami terpaksa menjadi anak jalanan untuk beberapa tahun, dan aku harus menghidupi adikku. Maka dari itu aku menjadi pekerja serabutan, sampai pada hari dimana kami bertemu seorang lelaki dewasa yang memberi kami tempat tinggal, dia sangat baik sampai mau merawat kami sampai sekarang.
***
"Itulah karangan singkat mengenai hidupku, sekian terimakasih."
"Baiklah silahkan duduk."
Aku sedikit melirik mata anak perempuan sekelas yang berkaca-kaca, sepertinya mereka tersentuh mendengar cerita bohonganku tadi. Aku jadi merasa bersalah karena telah membohongi mereka dengan cerita bualan itu, walaupun yang kuubah hanya kejadian dan tokohnya saja tapi tetap saja aku sudah berbohong.
"Ceritamu begitu menyentuhku Snow."
"Terimakasih Jasmine."
Jasmine, dia adalah targetku. Dalam list target milik Infinite namanya adalah Netral, tidak ada keterangan latar belakang, keluarga, keahlian, ataupun keterangan kalau dia itu seorang Gen-X, misiku memang untuk mengawasi segala tindakannya, tapi dari hasil sementara selama 3 minggu ini tidak ditemukan kegiatan yang mencurigakan, aku benar-benar tidak habis pikir kenapa dia manjadi target misi pertamaku.
Yang membuatku heran adalah saat gilirannya maju ke depan dia malah minta "skip", dan guru menyetujui hal tersebut. Aku mulai sedikit curiga, mungkin ada sesuatu yang disembunyikannya dariku, setelah itu dia hanya menatap padaku sambil tersenyum. Senyumannya terlihat sangat dipaksakan, aku yakin pasti ada sesuatu disini.
***
Istirahat siang, ini waktu yang tepat untuk menanyakannya.
"Jasmine, kau ada waktu? Ada yang ingin kubicarakan denganmu di kantin."
"Baiklah, ayo!"
Seperti biasa dia memegang tanganku lagi, tapi sebelum dia mulai menarik tanganku, aku menarik tangannya duluan. Memang memalukan bila ke kantin sambil bergandengan tangan begini, tapi aku sudah terbiasa bahkan aku tidak peduli dengan rumor tentang kami yang beredar.
***
"Snow hari ini kamu sedikit agresif dari biasanya, ada apa?"
"Aku akan langsung saja, apa kamu menyembunyikan sesuatu dariku?"
Dia hanya terdiam, dia tidak menjawabku. Jasmine justru membuang muka di depanku, ternyata benar ada yang disembunyikannya. Karena tidak ingin membuang waktu, aku memindah posisi dudukku yang semula ada di depannya menjadi di sampingnya.
"Bisa kamu ceritakan, Jasmine?"
Dia tetap tidak mau menjawab. Semakin kusudutkan, dia semakin membuang muka dan diam. Aku sempat berfikir untuk memasukkan hal ini sebagai sesuatu yang mencurigakan darinya dalam laporan mingguanku, tapi sebelum aku ingin menuliskan memo di ponselku dia mulai menangis. Tangisannya terlihat terisak-isak, mungkinkah aku terlalu memaksanya?
Tanpa berbicara dia langsung berlari menuju ke lapangan olahraga, aku langsung berlari mengejarnya. Sial! Mungkin aku sudah keterlaluan.
"Sial! Kamu dimana Jasmine?! Aku sudah berbuat jahat padamu! Aku mohon, maafkan aku! Aku mohon, jawab aku! Jasmine!"
Aku berteriak ke seluruh lapangan, namun tidak ada jawaban. Aku sangat khawatir, dia ada dimana? aku mencarinya sampai ke hutan belakang sekolah, tapi tetap saja aku tidak menemukannya.
Langkahku terhenti ketika sampai pada sebuah danau kecil di tengah hutan, aku sedikit terpukau pada keindahan danau tersebut. Mataku langsung tertuju pada pohon melengkung di pinggir danau, di bawahnya ada gadis yang sedang murung sambil mendekap kakinya. Itu... Jasmine!
"Jasmine! Akhirnya aku menemukanmu. Aku minta maaf, aku terlalu memaksamu, aku sangat keter...."
Belum sempat selesai kuberkata-kata, dia berlari memelukku. Aku tidak tau harus apa, apa aku harus memeluknya balik?
"Maaf..."
"Tidak, aku yang seharusnya minta maaf."
"Maaf karena aku tidak pernah menceritakan kehidupanku sebelumnya, tapi kali ini aku akan bercerita sejujur-jujurnya padamu tentang bagaimana kehidupanku sebelum ada di kota ini, jadi aku mohon dengarkan baik-baik."
***
Ayahku adalah seorang ilmuan di district A, kami hidup dengan keluarga kecil namun sangat bahagia dan serba berkecukupan. Ibuku Rose, dia adalah wanita yang sangat cantik dan baik, selalu ramah dengan tetangga, dan sangat menyayangi keluarga lebih dari apapun. Aku juga punya seorang kakak, dia kakak yang pembarani, ceria, dan sangat cerdas.
Saat Aku berumur 6 tahun, ibuku meninggal. dia dibunuh orang tidak dikenal. Ayah dan kakakku sangat syok, ayah bahkan sempat berhenti bekerja, dan kakak juga berhenti pergi ke sekolah. Tapi setelah beberapa bulan ayahku kembali ceria, dia terlihat bersemangat untuk bekerja lagi.
Ayah mendapat pekerjaan baru, namun aku tidak tau apa itu. Tak berselang lama, aku dan kakakku sakit keras, bahkan sempat divonis dokter bahwa kami tidak akan selamat. Tiap hari kami mengkonsumsi obat yang sama sekali tidak enak, dan tiap malam selama seminggu kami mengalami demam tinggi. Namun setelahnya kondisiku semakin membaik, bahkan dokter yang memvonis kami sangat terkejut dengan keajaiban tersebut.
Namun sebaliknya dengan kakakku, dia makin parah. Karena ayah sangat sibuk bekerja, yang merawatnya hanya aku, temannya kakak, dan bibi tetangga sebelah. Saat ayah pulang, kondisinya makin parah. Tubuhnya sangat kurus hampir seperti mayat, rambutnya memutih walaupun masih berumur 10 tahun, warna matanya memudar, dan sama sekali tidak bisa bergerak.
Ayah dan temannya kemudian membawanya ke rumah sakit dengan penanganan yang lebih baik, lebih tepatnya rumah sakit luar negeri. Kami juga ikut pindah keluar negeri, kami semua menunggunya sepanjang hari. Dokter memutuskan untuk melakukan operasi untuk memperbaiki organ dalamnya yang sudah rusak.
Kami menunggu operasi yang berlangsung selama 7 jam tersebut, tapi sayangnya kakakku tidak bisa di selamatkan lagi.
Sampai hari dimana dia dimakamkan, aku tidak bisa melihat wajahnya untuk terakhir kalinya karena dokter khawatir aku akan tertular virus yang ada di dalam organ dalamnya. Setelah insiden tersebut, ayah selama bertahun-tahun pergi bekerja lagi, baru 6 tahun yang lalu dia kembali dan mengatakan bahwa pekerjaanya gagal total.
***
"Maaf karena membuatmu menceritakannya."
"Tidak apa-apa snow, tapi setiap aku mengingatnya kembali, ini membuatku menjadi sedih, karena entah kenapa setelah kakak meninggal aku sama sekali tidak bisa mengingat namanya. Bahkan batu nisan dan dalam dokumen keluarga namanya dihapus. Terlebih lagi, aku tidak bisa menemukan satupun fotonya."
"Maafkan aku Jasmine."
Pelukannya jauh lebih erat kali ini, dia menangis sangat lama. Baru sekitar 1 jam dia bisa tenang dan kembali tersenyum.
"Maaf ya membuatmu bolos kelas untuk menemani manusia cengeng sepertiku."
"Tidak masalah."
"Aku tidak suka dengan wajah murungmu itu."
Dia menyentuh pipiku dan menariknya, tarikannya begitu sakit tapi juga hangat. Dia tertawa melihat wajah anehku, kami duduk dibawah pohon lengkung ini sampai sore dan kembali mengambil barang kami yang tertinggal di kelas. Dengan senyum biasa di wajahnya, kami pulang bersama. Aku hanya mengantarnya ke halte bus di persimpangan. Tangannya melambai perlahan, tanpa sadar aku telah melambai pada busnya yang sudah semakin jauh.
***
Sudah lebih dari 3 minggu berlalu sejak aku ditugaskan untuk mengawasi Jasmine alias Netral, dia adalah target misi departemen kami kali ini, misinya adalah mengawasinya, ya hanya "mengawasinya", entah apa yang ada dalam pikiran atasan yang mengirimkan kami misi ini. Dan yang lebih membuatku heran saat aku bertanya pada Night, kenapa dia mau menerima misi ini dia menjawab.
"Ini misi yang sangat penting bahkan peringkatnya adalah S, jadi kita tidak bisa mengabaikannya begitu saja."
Tapi kalau hanya mengawasi selama sebulan lebih itu... menurutku sangat aneh. Pertama, peringkat misi ini sendiri yang sangat tinggi. Kedua, kelengkapan informasi yang aku dapat dari atasan maupun sekolah sangat minim. Ketiga, dia adalah seorang perempuan dan namanya bukan Netral melainkan Jasmine. Keempat, aku sudah melakukan semua yg diperintahkan tapi tidak ada yang mencurigakan.
Semua ini membuatku sulit untuk membuat laporan tiap akhir minggunya, yang aku tulis malah lebih mirip seperti buku harian.
Saat aku lelah menghadapi misi ini lilith mengetuk pintu kamarku sangat keras, mungkin dia ingin sesuatu.
"Ada apa?"
"Kakak tolong beli semua barang yang ada di list ini ya."
"Apa ini?"
"Kebutuhan bulanan, kalau kakak tidak mau kelaparan selama sebulan tolong belikan ya."
"Ya akan kubelikan. Tapi tunggu dulu, apa ini?"
"Hm... yang mana kak?"
"Lihat daftar list terakhir ini."
"Oh, ini ice cream strawberry, memangnya kenapa kak?"
"Kenapa ada di sini?"
"Hehehe aku lagi pengen kak, boleh kan?"
"Iya iya boleh."
"Yeay, aku sayang kakak."
"Aku pergi dulu."
"Hati hati di jalan kak."
Langit terlihat semakin sore, untungnya aku memakai pakaian olahragaku jadi aku bisa sakalian jogging ringan sedikit. Barang yang harus dibeli lumayan banyak, untungnya toko yang ingin kudatangi tidak jauh dari apartemen, hanya sekitar 500 meter.
Saat ingin masuk ke toko aku bertemu seorang gadis yang juga ingin masuk ke toko. Tatapan malu-malu yang terlihat cantik ini, tidak salah lagi dia pasti Tania. Karena terlalu lama bertatapan, kami berdua berakhir dengan canggung dan malu-malu didepan pintu toko. Daripada seperti ini terus aku harus mulai menyapanya.
"Selamat sore, Tania."
"Se... selamat sore."
"Silahkan masuk duluan."
"Terimakasih, anu... maaf aku lupa menanyakan namamu saat itu."
"Tidak apa-apa, aku tidak masalah dengan itu."
"Kalau begitu, siapa namamu?"
"Namaku Snow."
"Snow? Nama yang bagus."
"Terimakasih, ngomong-ngomong Tania mau beli apa?"
"Aku hanya ingin beli shampoo saja, kamu mau beli apa sampai bawa list belanja sepanjang itu."
"Hari ini aku yang bertugas belanja bulanan, tapi karena masih baru disini jadi aku agak bingung letak semua benda yang ada di sini."
"Snow, mau kubantu?"
"Terimakasih Tania kamu sangat membantu."
Kami akhirnya belanja bersama, selagi membantuku berbelanja kami berbicara berbagai hal, dari cerita Tania kini aku tau seperti apa dirinya, umurnya 17 tahun, dia memiliki orang tua yang masih muda bahkan kalau dinalar lebih tepat dipanggil "kakak" olehnya, bagaimana tidak umur kedua orang tuanya itu 22 tahun. Dia bercerita kalau dirinya hanyalah anak angkat dalam keluarga tersebut, karena ibunya tidak dapat mengandung karena suatu kelainan. Awalnya dia ingin di jadikan adik dari ibunya, tapi setelah mendengar cerita dari pria yang akan menjadi ayahnya itu dia memilih menjadi seorang anak, terlebih Tania sudah sejak bayi tinggal di panti asuhan jadi dia tidak tau rasanya memiliki orang tua.
Dari ceritanya juga, aku tau dia tidak masuk sekolah karena dia sudah tamat sekolah menengah sewaktu di panti asuhan, dia mengambil program pendidikan semacam "program cepat lulus" atau apalah itu, dia lulus sekolah menengah di umur 15 tahun, tapi dia tidak ingin kuliah maupun bekerja dia ingin menemani ibunya dirumah yang hanya ibu rumah tangga. Ayahnya bekerja terus-menerus. Kadang beliau sampai tidak pulang, tapi saat kutanya pekerjaan ayahnya dia menolak memberitahuku.
Kami sedikit demi sedikit mulai akrab, selagi sempat aku dan dia betukar nomer ponsel sehingga kami bisa saling menghubungi.
"Tania, terimakasih sudah mau menolongku berbelanja."
"Iya sama-sama, aku ke mobil dulu ya."
Dia meninggalkanku dan berlari menuju mobil, terlihat sekilas ada seorang wanita dewasa di kemudi mobil sedang mengobrol dengannya, mungkin itu ibunya?
"Snow, apa kamu tidak ada acara setelah ini?"
"Eh tidak ada."
"Yeay, kalau begitu mau mampir ke rumahku? Kamu diundang Mama untuk makan malam di rumah kami, sekalian ajak adikmu itu."
"Eh eee oke."
"Oke nanti lokasi rumahku aku kirim lewat ponsel ya."
"Iya oke."
"Dah... Sampai nanti."
"Oke."
Itu cepat sekali aku bahkan tidak sempat berfikir untuk mejawab semua pertanyaannya tadi, semua terasa seperti hujan peluru yang langsung mengenai organ vitalku, aku tidak dapat mengelak darinya, dan seketika wajahku merona karena baru sadar kalau aku akan makan malam bersamanya, ini terlalu cepat!
***
"Aku pulang."
"Selamat datang kak, kakak tidak lupa membelinya kan?"
"TIdak, ini barangmu."
"Yeay makasih kak"
"Lilith aku tadi bertemu dengan gadis yang aku tabrak saat hari pertama sekolah. Kami mengobrol cukup lama, lalu saat pulang aku... lebih tepatnya kita diundang makan malam di rumahnya."
"Bagus dong, seharunya kakak senang, tapi kenapa kakak malah terlihat murung seperti itu?"
"Soalnya kakak tidak tau harus pakai baju apa nanti, kamu tau sendiri kan kalau kakakmu ini payah dalam fashion."
"Tenang... kan ada Lilith, aku akan memilihkan baju yang bisa membuat kakak seperti tokoh utama malam ini."
***
Butuh waktu yang lama untuk bersiap, paling lama adalah memilih baju yang cocok untuk kukenakan nanti, ini menghabiskan waktu sekitar satu jam setengah, baju yang ini, baju yang itu, saking lamanya aku sempat berniat mau memakai pakaian olahraga saja, mendengarnya lilith sangat marah padaku.
"Kakak tidak boleh memakai pakaian itu lagi!"
"Lalu apa yang membuatmu lama memilihkan baju untukku?"
"Karena.... kakak terlihat sangat tampan memakai pakaian apapun aku bahkan sampai bingung pilih yang mana."
Dia mengatakannya sambil tersenyum senang, karena kesal mendengar jawabannya aku sedikit memukul keningnya, lalu aku memilih kaos dan jas hitam yang baru kubeli kemarin, beserta celana jeans, sedangkan lilith memakai setelan pakaian santai.
Karena tempatnya sangat jauh kami harus menaiki bus, waktu yang diperlukan untuk sampai tujuan lumayan lama sekitar 50 menit. Aku tidak menyangka rumahnya sangat jauh, bahkan Lilith sampai ketiduran.
***
Kami akhirnya tiba, dan kesan pertama kami ialah "besarnya", lalu saat melihat sekeliling kami menyadari sesuatu yang sedikit janggal, yaitu hanya rumahnya yang ada di bukit ini, tidak ada rumah lain selain rumahnya. Mengesampingkan hal itu, di depan ada Tania dan sepasang pelayan yang menyambut kami.
"Selamat datang di rumah kami Snow."
Aku hanya bisa mengangguk saja, seumur hidup baru pertama kali ini aku melihat ada pelayan asli di dunia ini.
Pusat perhatianku ada di rumah yang megah dan Tania, dia sangat cantik menggunakan setelan pakaian santai dan wajahnya yang terlihat putih natural, begitu indah di terpa matahari sore. Adikku sedikit mencubitku untuk menyadarkanku dari lamunan tadi, saat tersadar kami sudah ada di ruang tamu. Betapa memalukannya diriku, dari tadi tidak bisa berhenti berdecak kagum.
"Maafkan dia ya kak Tania, dia memang begitu orangnya."
"Tidak masalah kok, siapa namamu?"
"Perkenalkan nama saya Lilith, saya adalah adiknya Kak Snow."
"Senang berkenalan denganmu Lilith. Oh iya Lilith kamu sangat manis, boleh tidak kakak memelukmu?"
"Eh ya boleh kok."
Tania langsung berlari dan memeluk Lilith dengan erat, dia terlihat sangat senang seperti mendapat sebuah boneka baru. Kadang dia juga mencubit pipinya karena saking gemasnya, jujur saja aku juga sering melakukannya. Mungkin Tania belum pernah bertemu gadis semanis dan semungil Lilith.
"Selamat malam semua, maaf kalau saya mengganggu kesenangan kalian. Perkenalkan nama saya Laila, saya ibunya Tania."
"Selamat malam, saya Snow se... senang berkenalan dengan anda."
"Tidak perlu kaku begitu, mari kita langsung saja."
Maafkan diriku yang berkali-kali mengatakan "Wow!" dalam hati ini Lilith, tapi kakak tidak bisa berhenti mengatakannya karena meja makannya sangat panjang, mewah, dan ada lilin ditengah-tengahnya. 2 orang pelayan tadi datang membawakan hidangan makan malam, tentu saja hidangannya juga mewah, kami bahkan belum pernah melihat hidangan semewah ini sebelumnya.
***
"Snow, bisa kau ceritakan sedikit tentangmu?"
Apa yang harus aku ceritakan, Night sudah memperingatkanku untuk tidak memberitahu siapapun mengenai identitas asli kami, karena sangat berbahaya kalau sampai bocor. Aku juga tidak tega harus berbohong pada orang sebaik mereka. Lilith melihat kearahku seakan memberi isyarat untuk mengarang cerita, tapi aku menggelengkan kepala karena aku tidak sanggup berbohong kepada mereka, apa yang harus kulakukan.
"Papa pulang!"
Terdengar suara pria berjalan menuju ruang makan, mungkinkah dia ayahnya? Selesai sudah hidupku. Tapi rasanya aku mengenal suara ini, suara yang tidak asing di telingaku. Tapi tidak mungkin itu dia.
"Oh ada tamu ya, perkenalkan saya kepala keluarga di rumah ini. Nama saya..."
"Hah! Night!"
"Oh! Ternyata Snow dan Lilith."
Sulit dipercaya orang seperti Night adalah ayahnya Tania, gawat ini benar-benar gawat. Bagaimana aku menjelaskan situasi ini kepada keluarganya.
"Pantas saja tadi aku menelpon kalian pakai telepon kantor tidak ada yang mengangkat, ternyata kalian disini."
"Sayang, kamu mengenal mereka?"
"Tentu saja, mereka bekerja di departemen yang sama denganku. Mereka anak baru."
Dia langsung blak-blakan saja, apa dia tidak khawatir informasi kami bocor walaupun itu keluarganya sendiri.
"Pantas dari tadi kalian diam, rupanya kalian sedang menjaga identitas kalian ya."
"Kalian pegawainya papa?! Keren! Berarti kalian juga punya Gen-X?"
"Ya, tentu saja kami punya. Tunggu dulu! Night apa tidak apa-apa membocorkan rahasia walaupun itu keluargamu sendiri?"
"Tentu saja, mereka bisa menjaga rahasia. Kedua pelayan rumah ini adalah mata-mata sekaligus sepasang assassin peringkat S di kota ini, istriku bekerja sebagai informan di departemen kita dan mantan hacker terkenal yang biasa dipanggil Pink Panda, Putriku juga memiliki Gen-X sama seperti kita."
"Tania, kamu juga objek penelitian orang itu?"
"Ya kau benar Snow, hanya saja aku adalah objek khusus karena efek dari Serum X yang ada di tubuhku bisa dibilang Spesial. Mereka memanggilku dengan sebutan Shadow, tapi karena namanya menyeramkan Papa mengubah namaku jadi Tania."
Ternyata semua penghuni rumah ini adalah orang dalam, aku sangat takut kalau informasi kami bocor. Tapi ada yang mengganjal dipikiranku mengenai Tania, mungkin aku tanyakan nanti saja.
***
Karena malam sudah semakin larut, Night meminta kami untuk menginap. Dia bilang dirumah ini ada banyak kamar kosong, terlebih jarang ada orang menginap. Tania, terlihat sangat senang mendengarnya.
Bisa dibilang, Tania sejak hidup berkeluarga dengan Night dan istrinya tidak pernah punya teman lain. Karena sifatnya yang pemalu dia selalu kabur sebelum diajak berkenalan, tapi entah kenapa kalau denganku dia mau berkenalan dulu walaupun akhirnya dia juga lari menjauh.
Lilith akan tidur di kamar Tania, karena Tania melarang kami sekamar. Dia bilang walaupun kami saudara, tapi kami tidak boleh sekamar kalau sudah berumur diatas 15 tahun.
Karena tidak bisa tidur aku sedikit jalan-jalan keluar rumah untuk menenangkan fikiranku. Pemandangan di atas bukit ini sangat indah, bintang-bintang di langit terlihat sangat jelas.
"Aku mencarimu kemana-mana Snow."
Suara Night yang terdengar sedang berjalan di belakangku, aku juga mencium bau tembakau dari belakang, tak kusangka dia itu adalah seorang perokok.
"Aku baru tau kalau kau itu perokok."
"Aku tidak merokok sesering Tree, aku hanya merokok kalau ingin saja. Ngomong-ngomong bagaimana misimu?"
"Sesuai yang kutulis dalam laporanku, aku tidak tau lagi apa yang harus aku tulis dalam laporan karena sama sekali tidak terjadi hal yang mencurigakan."
"Apa dia menceritakan tentang kehidupannya sebelum ada di kota ini?"
"Iya, dia menceritakan semua. Mulai dari kehilangan ibunya, kakaknya, dan ayahnya yang selalu bekerja. Dia juga bilang akulah teman terbaiknya, sekarang aku mengerti kenapa dia selalu sendiri di kelas. Aku kadang berpikir kalau dia bukan orang yang jahat."
"Oh begitu."
Hanya itu yang dia katakan, setelah menghisap rokok dia melanjutkan kalimatnya.
"Kamu jangan terlalu lemah saat hidup bermasyarakat, hidup di lingkungan sosial tidak seindah yang kau bayangkan, terlebih banyak orang bermuka dua di luar sana. Aku tidak bilang kalau Netral menceritakan cerita bohong, justru dilihat dari laporanmu dia terlihat sangat jujur padamu. Tapi, aku yakin masih ada yang dia sembunyikan."
Untuk sejenak kami terdiam. Udara dingin malam ini, bau tembakau di sekitar kami, dan suara hewan-hewan malam seakan mengisi kekosongan obrolan kami ini. Jujur saja, aku tidak percaya kalau Jasmine berbohong padaku. Tapi mungkin saja dia hanya tidak bisa menceritakan rahasianya, justru rahasia itulah yang ingin aku cari tau untuk memenuhi misiku.
"Ada yang ingin kusampaikan padamu Snow, meskipun kamu sedang dalam misi tapi aku memintamu untuk membantuku dalam penyergapan malam mini. Tree tidak bisa datang karena dia sedang dalam rapat dengan atasan menggantikanku, maka dari itu aku ingin kamu ikut penyergapan malam ini. Bagaimana kamu ikut?"
"Baik, aku ikut. Tapi bagaimana dengan adikku?"
"Soal keamanan lilith kau tenang saja, bukannya sudah kubilang kalau pelayan rumah ini adalah assassin yang berkerja untukku, adikmu pasti aman tidak perlu khawatir. Sekarang ikut aku, sebelum melakukan penyergapan aku ingin memberikan sesuatu padamu."
Kami pergi meninggalkan rumah, sebelumnya aku sudah berpamitan pada Lilith agar dia tidak khawatir.
Aku tidak tau akan dibawa kemana, tapi yang pasti ada yang sesuatu yang sangat penting diberikan padaku. Tapi apa aku pantas menerima sesuatu yang penting tersebut?
***
Setelah beberapa menit kami sampai di depan rumah klasik yang masih berdiri kokoh, saat masuk tidak ada siapa-siapa. Night, langsung mengajakku masuk ke dalam lift rahasia yang tersembunyi di belakang lemari ruang tengah.
Saat pintu lift terbuka, aku melihat ada ruangan berwarna putih yang sangat luas. Di dalamnya ada banyak sekali senjata dari berbagai jenis, tempat yang sangat hebat.
"Selamat datang di laboratorium bawah tanah, tempat ini adalah tempat penyimpanan senjata sekaligus penelitian dari peninggalan laboratorium gila itu."
"Semua ini berasal dari sana?"
"Ya, sebenarnya setiap anak yang memiliki peringkat kekuatan S akan dibuatkan senjata yang berbeda-beda sesuai dengan tipe Gen-X yang mereka miliki. Tapi karena laboratorium itu dibubarkan sebelum semua senjata ini diberikan kepada pemiliknya maka senjata ini disembunyikan di laboratorium ini, kami departemen Infinite mengambil alih tempat ini untuk gudang sekaligus tempat penelitian."
"Lalu apa tujuanmu membawaku kemari?"
"Data kalian tertinggal di dalam arsip pribadi Prof. Light, yang ada di kantornya. Dari data tersebut tertulis semua data spesifikasi dari Gen-X kalian, namun pada bagian tipe Gen-X milikmu dan adikmu tidak dapat dibaca karena tertumpah tinta, tapi pada bagian peringkat Gen-X milik kalian berdua tertulis SS. Peringkat tersebut sama seperti peringkatku dan Tree, sebelum aku bertemu denganmu waktu itu aku sudah selesai membaca semua datamu. Maka dari itu aku merekrut kalian menjadi anggota Infinite, ada sekitar 7 orang yang memiiliki Gen-X dengan peringkat SS. 4 diantaranya ada di pihak kita, 2 lagi ada dipihak musuh, dan 1 lagi sedang menjalankan masa tahanan."
"Tunggu dulu, peringkatku dan Lilith setinggi itu? Bahkan adikku belum bisa memunculkan Gen-X miliknya, bagaiman bisa kami memiliki peringkat setinggi itu? Dan musuh? Apa kita memiliki musuh? Belum lagi siapa yang sedang dalam masa tahanan itu?!"
"Tenangkan dirimu Snow! Memang benar adikmu belum mengeluarkan Gen-X miliknya tapi di data tetap saja peringkatnya SS. Lalu musuh yang dimaksud disini adalah semacam organisasi pengguna Gen-X yang mengambil jalan kriminal untuk hidup. Dan satu orang yang sedang ditahan itu adalah seorang pembunuh, dan senjata milik mereka bertiga dicuri tepat sebelum kami mulai menggunakan gedung ini."
Yang benar saja, peringkatku sama dengan Night. Tapi kenapa saat kita bertemu aku bisa kalah darinya, semua hal yang tiba-tiba ini membuat kepalaku semakin pusing.
Aku mencoba menenangkan kepalaku beberapa menit, Night menghampiriku dan memberiku secangkir teh herbal.
"Tempat seperti ini juga menyediakan minuman juga ya."
"Kami juga manusia, tidak mungkin kami betah berada di bawah sini tanpa makan dan minum. Bagaimana, kau sudah tenang?"
"Ya kurasa."
"Nah sekarang ikuti aku."
Kami berjalan ke ujung ruangan, disana ada lemari besi dengan system keamanan yang sangat banyak. Night memintaku untuk mengambil sebuah senjata yang berbentuk seperti spear, saat aku menyentuhnya warnanya yang semula hitam legam berubah. Warnanya berubah menjadi penuh corak Kristal es, ada satu mata di gagangnya.
"Sudah kuduga, senjata yang kau pegang ini hanya akan bereaksi pada pemiliknya."
"Aku tidak begitu paham."
"Pada saat pembuatan senjata ini, DNA pengguna Gen-X yang memiliki peringkat SS dimasukkan kedalamnya. Jadi yang bisa menggunakannya hanya yang memiliki DNA yang sama dengannya, seandainya aku yang memegangnya senjata ini tidak akan bereaksi. Nama senjata ini adalah Y-MIRai Spear, karena kamu belum bisa menggunakan portal sepertiku maka sementara senjata ini hanya bisa kau bawa."
"Y-MIRai, nama yang bagus. Aku suka."
"Senjata kita akan menyesuaikan Gen-X kita, jadi tidak perlu khawatir kalau tidak bisa mengendalikannya."
Senjata yang hebat, aku bisa merasakan banyak energy yang mengalir.
***
Kami akhirnya berangkat menuju lokasi penyergapan, tepatnya berada di jalan No. 13 di wilayah bisnis district C. Night menjelaskan kalau dia mendapat informasi dari istrinya kalau akan ada aksi pencurian di Bank Internasional yang berada di sini, pengguna Gen-X yang ikut diperkirakan hanya 2 orang.
"Kita sudah sampai, pakailah masker ini. Kau tidak ingin indentitasmu terungkap, benar kan?"
Kami berdua memakai masker yang sama, ya hanya masker biasa. Sebenarnya kami akan dibuatkan topeng untuk menyamar. Tapi sayangnya, topeng kami berdua belum jadi, Night juga ikut memakai masker biasa ini karena topengnya hancur saat menolong kami dulu.
"Mereka akan sampai 1 menit lagi, bersiaplah."
"Baik."
Night menyuruhku untuk bersiap-siap mengenakan senjataku, aku berharap tidak ada satupun yang mengenaliku.
"Mereka datang."
Kami bersiap di posisi, ternyata benar mereka hanya 2 orang. Terlebih lagi mereka juga menggunakan topeng keras, hanya saja topeng mereka tidak bercorak. Hanya ada warna hitam, tidak ada lubang mata dan lainnya.
"Sayang sekali, kami sampai lebih dulu."
"Kau memang selalu datang awal ya Nightmare, sekali-kali biarkan kami berhasil menjalankan tugas."
Sepertinya hanya satu orang yang sedari tadi diam, walaupun tertutupi topeng tapi aku bisa merasakan kalau dia sedang memandangiku.
"Sepertinya ada anak baru disini, sangat tidak sopan kalau aku tidak memperkenalkan diri. Namaku Rocka, dan ini rekanku Zero. Sebaiknya kalian bersiap, karena kami tidak akan segan-segan untuk membunuh kalian."
Sepertinya ini akan menjadi malam terakhirku disini, tekanan aura yang mereka miliki sangat besar. Cukup besar untuk membuatku muntah, tapi kalau aku mati disini aku tidak bisa melihat Lilith lagi. Aku harus bertahan.
"Snow dengar! Aku akan melawan Rocka, kau lawan Zero. Diantara mereka hanya Rocka yang memiliki tenaga yang sangat besar, dan Zero tidak memiliki tenaga yang besar, tapi hati-hati jangan sampai tersentuh olehnya. Nama dari Gen-X miliknya sama seperti namanya yaitu Zero, efeknya adalah bila kita tersentuh, maka kita tidak akan bisa menggunakan Gen-X kita selama 1 jam. Saat kau tidak bisa menggunakannya, dia akan langsung menghajarmu habis-habisan. Meskipun tenaganya tidak besar tapi dia ahli dalam hal bela diri. Berhati-hatilah."
"Baik."
Tanpa basa-basi Rocka langsung menyerangku, Night benar tenaganya sangat besar. Ditambah dengan sarung tangannya itu, berbentuk seperti batu dan bercahaya. Sial aku tidak bisa menahan lebih lama lagi, spearku akan hancur.
Night menolongku, dia memukul wajah Rocka sangat keras sehingga membuatnya terpental cukup jauh. Dia mulai mengeluarkan tattoo dan katananya itu, sepertinya dia mulai serius.
"Snow kau bisa menggunakan spear bukan?"
"Ya, aku bisa sedikit."
Tanpa berkata apa-apa lagi Night berlari menghadapi Rocka, sekarang hanya tinggal aku dan Zero. Dia tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerang, terlebih dia tidak memakai senjata apapun. Hanya bermodal sarung tangan biasa yang dilapisi besi dia memasang kuda-kuda, aku juga memasang kuda-kuda yang sama. Meskipun hanya sedikit aku juga memperlajari bela diri menggunakan spear di desa sendirian, aku hanya perlu bersiap ketika dia menyerang.
"Sebenarnya aku tidak ingin melawanmu, tapi ini adalah konsekuensiku melakukan perkerjaan ini."
Dia berbicara, hanya saja dia menggunakan alat pengubah suara.
"Maafkan aku."
Setelah berkata seperti itu, dia mulai menyerang. Dilihat dari gerakan beladirinya ini, dia pengguna aliran bebas. Gerakannya campuran dari berbagai aliran dan sangat cepat, aku hanya bisa menangkis dan menghindari semua serangannya. Biarpun begitu tekanannya sangat kuat, aku harus segara mengambil langkah.
***
"Hei! Ingin kekuatan lebih? Aku bisa membantumu."
Kenapa ada suara yang terdengar dikepalaku, siapa kau?!
"Aku? Tidak penting siapa aku, yang terpenting sekarang adalah apakah kau menginginkan kekuatan lebih? Jika ya, aku bisa memberimu lebih. Cukup anggap saja aku ini nyata, maka kau akan mendapat apa yang kau inginkan."
Aku tidak tau kau ini apa, tapi aku tidak punya pilihan lain selain menerimanya karena aku semakin terdesak.
"Pilihan yang bagus, sekarang terimalah kekuatan yang sudah kujanjikan ini!"
***
Aku tidak tau kenapa, tapi aku merasakan energi yang sangat berbeda dari energiku mengalir deras dalam tubuhku. Meskipun begitu, energi ini membuatku bisa bergerak lebih cepat. Sekarang adalah waktuku menyerang, aku akan membuatnya tersudut.
Aku menangkis pukulannya dengan sangat cepat, dia terkejut dan ada banyak sekali celah yang bisa kumanfaatkan. Dengan cepat aku berpindah kebelakangnya, ini sangat cepat bahkan aku tidak pernah bergerak secepat ini sebelumnya, terlebih suhu disekitar tubuhku semakin dingin padahal malam ini suhunya normal. Tapi ini sangat menguntungkanku, semakin dingin suhunya semakin besar kekuatan Gen-X milikku.
Tanpa berpikir lagi aku mengayunkan spearku tepat di punggungnya, itu membuatnya terpental cukup jauh. Tapi anehnya bekas gerakanku tadi membekas menjadi kristal es yang tajam dan besar, ini... bukan Gen-X milikku.
"Tidak kusangka kau akan menyudutkanku. Maaf, tapi aku terpaksa menggunakan Gen-X milikku."
"Dari semua serangan bertubi-tubi tadi, kau bahkan belum menggunakannya. Aku yakin Gen-X milikmu sangat merepotkan."
Dia terdiam sesaat, lalu melepas kedua sarung tangannya. Aku tidak tau pasti, tapi aku akan menghindari semua serangannya karena terlihat sangat berbahaya.
Dalam sekejab dia sudah ada di belakangku, karena panik aku mengayunkan spear langsung kearah topengnya. Seranganku berhasil memotong bagian mulut dari topengnya, tapi dia berhasil menyentuhku.
"Maaf."
Hanya itu yang dia katakan saat menyentuhku. Aku langsung melompat ke belakang, saat kuihat dia tidak menutupi mulutnya yang terlihat. Bibir berlipstik, wanita?!
Tanpa memberiku kesempatan bergerak dia berlari menjauh.
"Hei! Tunggu dulu, aku belum kalah!"
Aku merasakan tubuhku sangat berat, kecepatan lariku berubah menjadi kecepatan manusia normal saat mengejarnya.
"Sial, Gen-Xku tidak bisa digunakan!"
***
"Kau lumayan juga ya, Rocka!"
"Jangan meremehkanku, aku tidak akan kalah dari pembunuh sepertimu!"
"Bisakah kita melupakannya, ini sudah sangat lama dari hari itu."
"Kau pikir aku akan dengan mudah melupakannya! Selama aku masih hidup, aku pasti akan memusnahkanmu."
"Kau juga jangan berfikir kalau aku akan memaafkanmu setelah kau menculik adikku! Sekarang jawab! Dimana adikku?!"
"Rocka, aku sudah dapat apa yang kita perlukan. Ayo segera kita pergi dari sini."
"Oh, terimakasih Zero. Ayo kita pergi!"
"Mau kemana kau?!!"
"Cukup sampai disini pembicaraan kita, aku tidak akan pernah memberitahumu dimana adik cacatmu!"
***
Terdengar suara gemuruh yang sangat kencang, dan tanah ikut bergetar hebat. Saat kulihat ada dinding tanah yang sangat besar tepat di depan Night, dia terdiam lalu berteriak kesal. Dia mengamuk, dia mengayunkan katana miliknya tanpa arah membuat dinding tersebut hancur. Sangat jarang aku melihatnya bergitu, ada apa dengannya.?
"Mimpi buruk terangkat kembali"