Chereads / G.X New Impact / Chapter 3 - SHADOW

Chapter 3 - SHADOW

Misi pertamaku adalah mengawasi seorang siswa Sekolah Menengah yang berada tidak jauh dari apartemen kami. Sudah kucari ke semua dokumen yang ada, tapi tidak ada satupun yang mengatakan kalau dia seorang Gen-X, ada kemungkinan dia adalah manusia normal, atau mungkin dia adalah target kriminal oleh orang-orang yang memiliki Gen-X.

Kemarin Tree mengatakan kalau jumlah pengguna Gen-X yang di bebaskan dari lab adalah 200 orang dan di seluruh dunia hanya ada 7 orang pengguna Gen-X setiap kotanya, dan dia juga berkata kalau kami tidak dihitung dalam jumlah 200 orang tersebut, karena sebelum dibubarkannya laboratorium kami kabur dari sana.

Kalau dipikir lagi di distrik C ini ada Nightmare dan Tree, dan beberapa hari lalu Night juga berhasil menangkap satu pengguna Gen-X yang diketahui bernama Scare, berarti sekarang sudah ada 3 orang pengguna Gen-X, berarti bersisa 4 orang lagi. Terlebih lagi kami anggota Infinite tidak tau sisa 4 orang ini orang baik seperti Night dan Tree atau penjahat seperti Scare, ini benar-benar pekerjaan yang berat untuk seorang pemula sepertiku. Apa yang harus ku lakukan?

"Kakak, cepat keluar kamar nanti kakak terlambat."

"Terlambat?"

Sial sudah jam 07.50, kelas dimulai 10 menit lagi sementara itu aku belum mandi ataupun sarapan. Ah! yang penting mandi dulu.

"Maaf Lilith, aku janji akan makan makananku sepulang sekolah, aku mau mandi dulu."

"Eh tunggu sebentar kak!"

Sial! mandiku menghabiskan waktu 12 menit, ini membuatku terlambat 2 menit. Walau bisa dibilang jaraknya dekat, tapi karna tidak punya sepeda aku harus berlari. dengan berlari bisa menghabiskan waktu kurang lebih 15 menit. Sial!

Andai aku bisa menggunakan Gen-X milikku saat ini juga! Sayangnya Night sudah melarangku menggunakan Gen-X saat di muka umum apapun keadaannya. Tapi karena larangannya ini akan membuat hari pertama sekolahku kacau.

Karena aku berlari sambil melamun, akibatnya saat mencapai perempatan aku menabrak seseorang, kepala kami saling berbenturan sampai mengeluarkan suara sangat keras.

"Aduh! Sakit!"

"Maaf saya sedang buru-buru, maaf juga karena kecerobohan saya belanjaan anda jatuh semua."

"Eh, iya tidak apa-apa."

"Mari saya bantu membereskan belanjaannya."

"Ti... tidak perlu, saya bisa sendiri."

Saat berdiri wajah kami saling bertatapan dan kami membatu untuk beberapa saat. Kuperhatikan, dia seorang wanita yang sangat cantik, tingginya kira-kira lebih tinggi sedikit dari Lilith, kami juga sepertinya seumuran, yang membuatku lebih tertarik lagi karena wajah dan sifat malu-malunya yang sangat imut, baru kali ini aku terpesona dengan kecantikan wanita selain adikku sendiri.

"Ma... maaf?"

"Maaf saya tadi melamuni kecantikan anda."

"Eh! Te... terimakasih atas pujiannya."

Ekspresinya yang panik semakin membuat hatiku berdegup kencang.

"Boleh saya tau nama anda?"

"Eh, kenapa tiba-tiba?"

"Agar saya bisa lebih sopan kepada anda, saya merasa tidak enak kalau memanggil dengan sebutan anda terus-menerus."

"Ba... baiklah, panggil saja saya Tania."

Dia terlihat sedang memperhatikan bajuku.

"Kamu murid Sekolah menengah ya?"

"Ah Iya, aku baru pindah ke kota ini beberapa hari lalu."

"Oh, maaf ya saya harus segera pulang, saya khawatir ayah mencariku. Kalau ada kesempatan, mari mengobrol lagi."

Dia tersenyum padaku, manis sekali!

"Kalau begitu, nama sa..."

"Sampai jumpa."

"Eh tunggu namaku..."

Belum sempat kuberitahukan namaku dia lari menjauh, padahal tadi itu kesempatan sekali seumur hidup. Tapi karena kejadian tadi hatiku tidak bisa berhenti berdegup kencang, rasanya sangat nyaman mengobrol dengannya.

Seandainya ada kesempatan lagi, aku ingin sekali mengobrol lagi dengannya. Ya, Itu bisa kupikirkan belakangan, yang penting sekarang aku harus segera berangkat, ini sudah lewat dari kata terlambat!

***

Aku benar-benar terlambat, terilhat jelas tidak ada siapapun di depan gerbang yang tertutup, terpaksa harus kulompati pagar sekolah setinggi 2,5 meter ini. Aku berlari dengan riuh di lorong menuju kelasku, dan hebatnya saat membuka pintu kelas aku mendapati pelajaran sedang berlangsung, ada guru yang sedang mengajar dan teman sekelas yang menatapiku.

"Hah... hah... maaf saya terlambat na...ma... saya Snow, saya... murid pindahan baru disini hah... hah... senang bertemu kalian."

Sial, aku susah mengatur nafas. Ini semua karena aku berlari terlalu kencang.

"I... ya, silahkan duduk."

Dilihat dari ekspresinya, sepertinya guruku ketakutan. Mau bagaimana lagi, sudah sewajarnya kalau dia takut, penampilanku saat pertama kali bertemu mereka semua sangat kacau, 3 kancing atas seragamku terbuka sehingga kalung pemberian Lilith terlihat jelas, muka lelahku yang terlihat seram, dan ikat rambut belakangku yang terbuka, mungkin itu semua yang membuat seisi kelas memberikan tatapan takut padaku.

Sebenarnya tujuanku disini bukan untuk mencari teman yang banyak, tapi setidaknya aku harus punya satu, yaitu Netral. Ada satu hal lagi yang membuat kesialanku hari ini semakin lengkap adalah tempat dudukku. Hanya satu tempat duduk yang tersisa, yaitu pojok belakang kelas dan posisinya sangat jauh dari tempat duduk targetku.

Tak lama kemudian kelas kembali kondusif, namun aku bisa merasakan kalau saat guru mengajar, seisi kelas sedang berbisik dan tidak diragukan lagi kalau yang mereka bicarakan itu adalah aku.

"Hey... dia lumayan tampan ya."

"Iya sih, tapi agak nyeremin."

Tolong, jangan membicarakanku tepat di depanku, itu mebuatku tidak nyaman. Misi ini terasa semakin sulit, tekanan mental yang sangat kuat memenuhi ruang kelas ini, terutama tekanan dari murid laki-laki yang memandangiku dengan tatapan penuh rasa cemburu. Yah tidak masalah, lagi pula aku bersekolah disini hanya sementara.

"Baiklah anak-anak hanya itu saja yang bisa ibu sampaikan, terimakasih semuanya."

"Tertimakasih bu."

"Tambahan, Snow nanti sepulang sekolah tolong ke kantor. Ada yang ingin ibu bicarakan."

"Baik bu."

Paling nanti aku cuman mau diomelin karena terlambat.

"Sekarang kalian boleh istirahat."

ini kesempatanku, aku harus berani mengajaknya ke kantin. Tapi saat melangkah mendekatinya, aku merasa seisi kelas melihatku dengan tatapan tajam. Abaikan saja mereka, sekarang yang terpenting adalah Netral. Ya hanya dia.

"Maaf mengganggu, apa kamu mau ke kantin bersamaku?"

Dia menatapku dengan tatapan datar, namun seketika juga ia tersenyum senang.

"Boleh, ayo! Nanti ramai kalau lama-lama."

Dia langsung berdiri sambil memegang tanganku, dan dengan santainya dia menggandeng tanganku keluar kelas. Seketika itu seisi kelas berteriak heran, dilihat dari ekspresi mereka sepertinya mereka terkejut.

"Maaf aku belum sempat menanyakan namamu."

"Tenang saja, namaku Jasmine. Senang berkenalan denganmu."

"Eh, Jasmine?"

"Kenapa? Apa namaku aneh?"

"Ah tidak, Namamu bagus."

"Terimakasih, oh iya siapa tadi namamu?"

"Namaku Snow."

"Nama yang aneh, tapi aku suka."

Kenapa namanya berbeda dari informasi yang aku dapatkan, Ini mencurigakan sekali, aku mulai berfikir kalau aku salah orang. Kalau memang benar salah orang, aku bisa pingsan karena malu.

"Kita sudah sampai, kamu mau pesan apa?"

"Aku masih baru di kota ini, aku akan senang kalau bisa makan sesuatu yang sama denganmu."

"Baiklah, bu paket biasanya 2 ya!"

Nampaknya dia sangat akrab dengan ibu kantin, sambil menunggu pesanan mereka mengobrol berdua. Mungkin dia bukan orang jahat.

"Semua jadi 12$ nak"

"Astaga, dompetku tertinggal di kelas. Bagaimana ini?"

"Jasmine, Pakai uangku saja dulu."

"Maaf ya, nanti akan aku ganti di kelas."

"Tidak masalah kok."

Kami memilih tempat duduk yang kosong, dan yang tersisa hanya tempat duduk sofa di sudut kantin yang luas ini.

Kami menghabiskan waktu istirahat dengan makan, mengobrol, dan bersenda gurau. Jujur saja, ini sangat menyenangkan. Mungkin ini rasanya kalu punya teman sungguhan nanti.

"Kau suka sepakbola Jasmine?"

"Hm... aku tidak suka."

"Eh! Kenapa? Padahal lelaki remaja seperti kita seharusnya suka."

"Anu, jangan-jangan kamu menganggapku laki-laki ya?"

"Eh?"

"Maaf mungkin kamu belum tau, tapi aku ini bukan laki-laki, aku ini perempuan. Hanya saja penampilanku yang tomboy membuatku seperti laki-laki."

"Eh apa?! Ta... tapi kenapa kau memakai celana panjang?"

"Karena aku tidak mau pakai rok, aku takut dijahili anak laki-laki di sekolah, aku sudah minta izin ke kepala sekolah, dan seluruh sekolah juga sudah tau kalau aku ini perempuan. Apa ini tidak cocok denganku?"

"Awalnya kupikir ini aneh, tapi setelah kupikirkan lagi kamu lumayan cantik memakainya."

"Terimakasih."

Tapi tetap saja aku masih shock setelah tau ternyata dia adalah perempuan, aku tertipu oleh penampilannya. Apa ada yang salah dengan otak kepala sekolah sampai mengizinkannya memakai celana? Apa dunia sudah seburuk ini?

Tiba-tiba ponselku berdering, mungkinkah panggilan kantor?

"Maaf ya Jasmine, ada panggilan."

"Tidak apa-apa, angkat saja."

Dan benar saja, yang memanggilku adalah bosku sendiri. Kebetulan ada banyak yang ingin aku tanyakan padanya.

***

"Hallo Snow, bagaimana misimu?"

"Sementara lancar, Night kenapa aku harus memata-matai Netral? Dan kenapa namanya bukan Netral tetapi Jasmine? Terlebih lagi dia itu perempuan."

"Siapa yang bilang dia laki-laki?"

"Tapi kau tidak bilang apa-apa padaku selain untuk mengawasinya!!"

"Jangan lupa laporannya ya, sampai jumpa."

"Oi tunggu!"

***

Bos yang sangat menjengkelkan, tapi aku berusaha sabar karena tanpa dia aku mungkin tidak akan ada di sini sekarang.

"Snow, tadi siapa?"

"Ah, dia bossku."

"Boss?"

Sial aku keceplosan.

"Maksudku dia boss tempat kerja paruh waktuku."

"Oh aku kira apa, ternyata cuman boss tempat kerja paruh waktumu."

"Haha ya, maaf ya."

Tak lama terdengar bel tanda pelajaran selanjutnya sudah berbunyi, Aku dan Jasmine bergegas kembali ke kelas, namun masih ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku. Aku harus menanyakannya.

"Maaf kalau tiba-tiba, aku perhatikan kau selalu terlihat sendiri di kelas, bahkan setelah bel isitirahat berbunyi tadi kau tetap sendiri, dan ekspresi heran teman-teman saat aku mengajakmu ke kantin tadi, apa terjadi sesuatu?"

Dia hanya tersenyum lalu memegang tanganku dan membisikkan sesuatu kepadaku.

"Ini bukan sesuatu yang baik untuk di dengar, nanti kamu juga tau Snow."

Perempuan yang misterius, aku jadi makin penasaran tentangnya. Terlebih sudah menjadi misiku untuk mengawasinya. Sementara ini, mungkin akan kubiarkan dulu semua mengalir.

***

Sudah 3 minggu sejak aku berteman dengan Netral, aku kerumahnya, aku menemaninya ke toko buku, dan pergi keluar saat akhir pekan. Tapi tidak ada satupun hal yang mencurigakan darinya. Aku makin penasaran kenapa orang sebaik dia menjadi target misiku, bahkan Night tidak memberitahuku kenapa, apakah netral juga pengguna Gen-X? atau bukan? Mungkin aku akan minta perpanjangan waktu misi ke jendral besok.

***

Ponselku berdering, pasti dia lagi.

"Selamat malam Snow, kamu sedang apa?"

"Aku hanya sedang melamun sebelum tidur, kamu sendiri?"

"Aku juga, hei ada toko kue baru di dekat sekolah. Mau temani aku kesana?"

"Tentu saja."

"Yeay! Terimakasih, kamu memang yang terbaik. Selamat malam, mimpi indah Snow."

"Kamu juga, selamat malam."

***

Sepertinya aku memang harus meminta perpanjangan waktu.

"Bunga Salju"