Chereads / Pesona Hijab Zaara / Chapter 1 - Zaara menyukai seseorang

Pesona Hijab Zaara

Lutpika_Putri
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 5.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Zaara menyukai seseorang

Suasana di kota ini sejuk, tenang dan nyaman. Seakan angin mengajak bermain, rumput mengajak berbicara bahkan air mengajak pergi menelusuri indahnya sungai.

Walaupun statusnya kota tetapi rasanya seperti desa yang belum tercemar limbah produksi, polusi serta gunung sampah pun jarang ditemui.

Penduduknya pun ramah termasuk perempuan yang bernama Zaara. Bunga yang indah sebagai pertanda perempuan terbaik di rumah kediaman Bapak Jamal.

Setiap sore Zaara mengikuti kajian di masjid Al-Munawar, dimana masjid ini adalah sebuah bukti perjalanan hidupnya untuk mencari ilmu. Zaara pun akrab dengan ustadz Ali Muhammad beserta putrinya yaitu Dina Mawarullah.

Selain mengikuti kajian, ia selalu mencari ilmu di 'Peshosan' orang lain menyebutnya dengan perkuliahan siswa sholeh nusantara. Tetapi perkuliahan ini mencakup SMA, SMK dan sekolah yang kualitasnya cukup bagus penyampaian materinya pun dikuasai dengan baik.

ااَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ ، اَلصَّلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ

اَللهُ اَكْبَر، اَللهُ اَكْبَر لاَ إِلَهَ إِلاَّالله

Suara paling indah akhirnya hadir, kini Zaara, dan ibu sedang menunaikan sholat subuh. Ayah dan A Yusuf sudah pergi ke masjid.

"Zaara sudah selesai belum siap-siapnya, ayah tunggu di teras ya jangan terlalu lama nanti kita terlambat. " ujarnya.

"Baik ayah sebentar, ayah tunggu ibu kemana?" tanya Zaara.

"Ibu pergi ke pasar, tadi gak pamit ke Zaara soalnya Zaara lagi sholat dhuha." jawab ayah sembari mencubit pipi Zaara.

"Yahh ayah Zaara mau ikut mau bantu ibu." wajah Zaara seperti kecewa.

Seketika ayah tersenyum

"Zaara putri ayah, sudah jadi rutinankan pergi ke kajian, ayah juga tadi udah izin sama ibu ajak kamu, ibu dukung kamu pergi ke kajian Zaa, kan nanti Zaara bisa bantu ibu masak sayang." penjelasan ayah seketika memberikan aura positif untuk putrinya.

"Iya ayah, Zaara merasa bersalah gak bisa nemenin ibu ke pasar. Ayah betul aku hari ini harus pergi ke kajian, nanti Zaara masakin makanan paling enak buat ayah." wajah zaara kini berseri dengan riang.

"Ayo kita berangkat ayah." ajak Zaara.

"Mari meluncur Zaa." jawab ayah.

Sampailah ke tempat yang mulia ini, tak lama kajian pun di mulai dan ada sesi tanya jawabnya.

"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, perkenalkan nama saya Zaara, izin bertanya ustadz bagaimana caranya menghilangkan kenangan karena perkara hati itu susah, apalagi kehilangan orang yang begitu dicintai." Zaara selalu tersenyum walaupun pertanyaannya membuat ia gugup.

"Terimakasih untuk pertanyaannya Zaara, ketika kita jatuh cinta kepada seseorang namun cinta itu belum dalam ikatan halal, cobalah untuk mengikhlaskan dan merasakan bagaimana rasanya kehilangan dia. Jangan pernah merasa memilikinya atau mencoba melupakan dia. Sebuah usaha untuk melupakan dia tidak akan pernah berhasil jika hatimu masih terpaut pada sosoknya. Intinya Ikhlaskan semua kepada Allah. In Syaa Allah Allah akan ganti dengan orang yang lebih baik karena perkara rasa hati dan cinta itu tidak akan ada habisnya hingga ia benar-benar menemukan labuhannya. Cinta dan harapan akan tetap menjadi satu, namun caranya pun harus selalu didasarkan dengan niat karena Allah." penjelasan ustadz Ali Muhammad cukup jelas dan membuat hati Zaara lebih baik.

Kajian pun selesai, tiba-tiba Zaara teringat awal pertama mengenal Kahfi. 7 tahun silam Zaara selalu bermain dengan sosok pria. Ya dia adalah Kahfi, dimana saat masa kanak-kanak Kahfi memberikan bunga walaupun hasil tanaman entah punya siapa tapi waktu itu sangatlah berkesan, Kahfi selalu mempersilahkan Zaara membeli apapun, Kahfi selalu antar jemput sekolah sekalipun berjalan menelusuri persawahan. Dan Kahfi yang selalu marah jika Zaara tidak berangkat ke mesjid untuk belajar ilmu agama. Ya itulah Kahfi bahkan sampai saat ini Kahfi masih sama.

Apa ini yang di sebut cinta dalam diam? Memendam rasa dengan waktu yang lama? Bahkan Zaara tak ingat sejak kapan ia mencintai Kahfi. Untuk bercerita pun Zaara sangat malu apalagi untuk mengungkapkannya.

"Zaara kenapa ngelamun, ayo pulang" seketika suara itu mengagetkannya.

"Astagfirullah, ayo ayah. Maaf ya Zaara kurang konsentrasi aja ayah" tersenyum sembari memeluk pria itu.

Hari yang menyenangkan untuk Zaara, sesampainya di rumah Zaara langsung membantu ibu membersihkan rumah di lanjut mengaji dengan pak ustadz Ali Muhammad, ustadz yang mengisi kajian pagi dan Ayah dari Kahfi. Malam pun terasa dingin dan sepi persis seperti hati Zaara. Zaara segera mengambil air wudhu barulah melaksanakan kewajibannya.

"Ya Allah ada apa dengan Zaara? Zaara seolah ingin memiliki hambamu, ya Allah Zaara merasa kecil untuk mendapatkan seseorang. Zaara bukan apa-apa untuk keluarga Zaara terutama ayah dan ibu, ya Allah bimbinglah keluarga Zaara agar bisa mengambil hikmah dari semua kejadian, jadikanlah sebagai hamba yang bisa menahan amarah. Lapangkan hati Zaara agar senantiasa memaafkan kesalahan orang lain, ya Allah  sadarkan Zaara bahwa semua hal yang telah dan akan terjadi ialah atas kehendak-Mu dan atas takdir-Mu. Jadikan setiap takdir yang Kau tunjukkan kepada Zaara supaya selalu membawa Zaara lebih dekat kepada-Mu. Dan tegurlah Zaara bila hati ini terus menerus menginginkan seseorang yang belum ada ikatan halal dengan Zaara. Zaara ingin pria yang sholeh bukan hanya untuk Zaara tetapi untuk keluarga Zaara, ampuni semua dosa keluarga Zaara dan orang yang berniat menyakiti keluarga Zaara. Aamiin Allahumma Aamiin." tangisan mulai mengalir di sekeliling mata Zaara.

Bukan hanya Zaara yang bangun malam itu. Ternyata, Ayah Zaara melihat putrinya mengatakan bahwa ia mencintai pria. Tetapi hanya bisa berbicara kepada yang menciptakan-Nya.

Senyum Ayah terukir dengan tulus.

"Zaara Ayah percaya bahwa kamu bisa. Ayah percaya bahwa kamu sanggup melewati dan Ayah percaya meskipun kamu belum percaya. Ayah amini. Ayah imani. Kamu tidak pernah sendiri." sontak Zaara terkejut ketika mendengar perkataan itu.

"Ayaaahh." seketika Zaara langsung menghampiri tubuh yang selalu melindunginya dari kecil.

"Zaara yang sabar ya, ayah dan ibu selalu ada buat kamu. Walaupun Zaara jarang bilang tentang perasaan Zaara sendiri, tapi ayah tau semua tentang putri ayah." tangisan Zaara semakin deras.

"Ayah, Zaara mencintai Kahfi. Bukan hanya mencintainya ayah tapi Zaara sangat mengaguminya, putra bapak ustadz Ali Muhammad ini sangat sholeh dan sikapnya bijaksana ayah." Zaara semangat menceritakan Pria yang disukainya.

Ayah tersenyum. Baru sekarang melihat putrinya memuji pria selain dirinya.

"Zaara mencintai, mengagumi boleh. Tapi ingat jangan berharap lebih ya." perkataan ayah selalu damai dihati Zaara

"Iya Ayah, tapi ayah akan selalu menjadi pria yang Zaara cintai." tak malu Zaara mencium pipi ayahnya, ayahnya adalah pahlawannya di kehidupan dunia maupun akhirat.

"Ayah dicium ko ibu enggak Zaa," ujar ibu yang tiba-tiba datang.

"Astagfirullah ibuuu, Zaara kaget." Zaara kini tersenyum dan menghampiri ibu dan segera memeluknya.

Rutinitas pagi kini berjalan seperti biasa, setelah malam hari berdoa bersama ayah dan ibu, pagi ini Zaara memasak untuk ayah dan A Yusuf tidak lupa di bantu ibu. Setelah itu barulah Zaara ke sekolah.

"Wihhh masak apa nih nona? Udah cocok jadi seorang ibu rumah tangga ya" ledakan A Yusuf yang membuat Zaara malu.

"Apaan coba kan Zaara bantu ibu doang, yang cocok itu Aa ayo cepet nikah biar tidurnya ga peluk guling mulu" Zaara membalas dengan meledeknya sambil mengeluarkan lidah.

Ibu tertawa "Udah A, Zaara kan malu kalo di sebut ibu rumah tangga lagian putri ibu masih muda kan. Nah ibu setuju yang lebih cocok itu A Yusuf" ibu ikut meledeknya menjadikan suasana lebih humor.

"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh." terdengar samar di pendengaran Zaara. Tapi A Yusuf langsung pergi berniat membukakan pintu.

Tapi tiba-tiba ayah datang

"Zaara bikin teh atau susu ada tamu didepan." ayah langsung pergi.

Ketika Zaara sampai di ruang tamu kaget yang dirasakannya. Tamu itu adalah Kahfi.

"Baru kali ini Kahfi ke rumahku sendiri, ada apa ya ko perasaanku ga karuan gini?" gumam Zaara dalam hatinya.