"Wah, kau cantik sekali, Amber," kata Sulli dengan nada takjub.
"Ouh ada yang kurang" ia berpaling pada suaminya yang duduk dekat pintu menontoni kesibukan istrinya.
"Minho, bisa tolong ambilkan buket bunganya, please?"
Minho membawakan sebuket bunga berwarna warni dan memberikannya pada Amber. Alunan musik mulai mengalun lembut dari celah pintu yang terbuka. Amber langsung sesak nafas, jantungnya berdetak tak karuan.
"Tenanglah, Amber," Sulli menenangkan. "Kau terlihat agak pucat,"
Amber mengejang dan tersenyum. Ia harus bisa mengontrol jantungnya agar keringat tidak merusak riasannya.
"Tenang, Amber. Kai menunggumu disana." gumam Amber pada diri sendiri.
Amber menarik napas dalam-dalam, menguatkan diri agar tenang dan terus memerintahkan jantungnya agar tetap stabil.
"Sudah aku katakan, menikah bukan keahliannya," bisik Minho.
Sulli mendecakan lidah dan membungkamnya dengan tatapannya. Kemudian berpaling tersenyum pada Amber.
Wedding march mulai bergaung. Amber bersiap-siap dengan Sulli sebagai pengiringnya.
"Kau sudah siap, sayang," Daniel menarik tangan Amber melingkari lengannya dan menggenggamnya erat-erat.
"Ya, Dad" sahutnya nyaris tak bersuara.
"Ya ampun Amber, kau tidak memakai Heelsmu," seru Sulli.
Amber menunduk melihat sendal gladioator putih elegan yang ia kenakan "Aku tidak ingin mengambil resiko jatuh ketika berjalan menuju altar" Suara Amber nyaris menghilang karena ketegangan.
Pintu altar terbuka, semua mata langsung tertuju padanya. Darah mengalir deras ke pipinya. Amber nyaris tertunduk malu. Saat ini wajahnya pasti terlihat seperti tomat siap panen. Semua gumaman dan suara-suara bergemersik para tamu terdengar begitu ia muncul. Amber melangkah satu-satu, seirama berusaha menyesuaikan dengan tempo musik yang lambat. Amber melihat para tamu yang tersenyum padanya. Tapi ia tak sanggup membalas atau senyumannya akan terlihat sangat jelek sekali. Dalam hatinya Amber bertanya, mengapa lorongnya panjang sekali, mengapa ia tidak sampai juga.
"Sayang, angkat kepalamu," bisik Daniel. Ketika Amber mengangkat kepalanya, ia melihat Kai disana, mengenakan setelan serba putih. Saat pandangan mata mereka saling bertemu Kai tersenyum-senyum bahagia yang membuat napas Amber tercekat. Kai memandang Amber takjub.
Kemudian, sampai juga Amber di altar. Kai mengulurkan tangan. Daniel menyerahkan Amber pada Kai dan Amber meraih tangan Kai.
"Jangan malu, kau tidak konyol memakai gaun itu, kau cantik, Amber" puji Kai dengan senyum merekah menghiasi wajahnya.
Hidung Amber kembang kempis dipuji begitu, ingin rasanya ia menggaruk hidungnya karena gugup bercampur malu.
Mereka menjalankan ritual dan mengumandangkan janji setia. Amber nyaris saja menangis ketika mengucapkan janji setia. Kini saatnya mereka menyematkan cincin ke jari manis mereka.
"Amber Josephine Liu, terimalah cincin ini sebagai tanda cinta dan kesetiaanku," ujar Kai mantap sambil menyematkan cincin berlian itu kejari manis Amber.
Ketika giliran Amber, ia gemetar bukan main menyematkan cincin itu ke jari manis Kai dan mengucapkannya dengan terbata-bata.
Setelah mereka dinyatakan sah sebagai suami istri dan berciuman. Mereka meninggalkan altar, semua bertepuk tangan kemudian para tamu menghujani mereka dengan kelopak bunga dan beras. Namun seseorang, tidak salah lagi Sulli melempar banyak sekali beras, kemungkinan ia meraup bukan menjumputnya. Dendam Sulli terbalaskan, karena ketika pernikahannya dangen Minho waktu itu Amber melakukan hal yang sama. Dengan gentle Kai melindungi Amber dari hujan beras dengan tangannya
Selesai acara resepsi yang melelahkan, malamnya mereka menyibukan diri untuk membuka hadiah dan membaca kartu ucapan selamat dari para tamu dan rekan-rekan mereka. Sambil Amber menghilangkan perasaan gugup yang lain, kali ini lebih parah. Amber khawatir menjalankan malam pertamanya dengan Kai. Untungnya Kai tidak keberatan untuk menunggunya sampai siap dengan mengalihkannya dengan kegiatan membuka kado dan membaca surat dari kerabat.
"Ah, yang ini dari Chen, dia menulis sesuatu yang tak aku mengerti, mungkin kau paham" Kai memberikan kartu ucapan itu pada Amber.
Kartu itu bertulisakan Pro aris et focis yang artinya Altar dan cinta.
"Apa artinya itu?"
"Ini pribahasa latin yang artinya Altar dan cinta, simbol cinta dan keluarga" jawabnya melamun.
Mendadak ingatan Amber melayang ke hari-hari ketika Chanyeol meninggalkannya. Itu buruk, untuk saat ini. Bagaimana kini Amber berusaha melihatnya, mengingat wajahnya melalui saringan apa yang pernah ada dulu. Dari sudut pikirannya itu, membayangkan bahwa Chanyeol meninggalkannya saat masih sangat mencintanya, meninggalkannya demi kebaikan mereka berdua intinya. Amber keluar dari kamar, meninggalkan Kai sendirian yang sibuk membaca pesan dari teman lamanya.
Kai keluar kamar, melihat Amber yang duduk memandang lurus ke kolam renang yang keperakan terkena terpaan cahaya bulan. Ia mendekati Amber dan duduk disampingnya.
"Ada apa sayang?"
Amber menunduk kemudian menggeleng pelan sambil menghapus air mata dipipinya.
"Katakanlah padaku" Kai mengusap rambut Amber penuh kasih sayang dan menyelipkan rambut yang menutupi wajah Amber ke kupignya
Amber bisa merasakan lubang itu perlahan-lahan menganga kembali dan mengoyak dadanya begitu mengingat Chanyeol.
"Maafkan aku Kai," Amber meremas-remas tangannya, tak sanggup mengangkat wajahnya
"Aku hanya memikirkannya" lanjut Amber bergidik karena merasa bersalah pada Kai dan merusak malam mereka, maaf telah mengulangi hal itu lagi, mengingat masa lalu, yang seharusnya telah menjadi tekad terbesarnya agar ingatan itu tak pernah kembali lagi dan menyakiti perasaan Kai.
Kai merangkul Amber sambil mengusap - usap punggungnya "Tidak apa-apa aku mengerti kok"
Hati Amber semakin terasa nyeri melihat bagaimana sesungguhnya hal itu menyakiti hati Kai, meski Kai berusaha tidak menunjukkannya.
Amber menimbang-nimbang lagi sikapnya kali ini yang jelas sangat salah.
Amber yakin, ia menikahinya karena mencintainya walau tidak sebesar cintanya yang pernah hilang. Ia yakin menikah hanya butuh aspek itu dan saling mengisi satu sama lain. Ia tidak melanggar janji suci pernikahan itu. Ia hanya terlalu terpaku pada masa lalu. Ia yakini dirinya bahwa suatu saat pikiran tentangnya akan tersaring sendirnya dan melupakannya selamanya. Hanya soal waktu saja
"Aku hanya berharap yang terbaik untuknya" Amber mengenyakkan kepalanya di bahu Kai.
"Aku juga berharap yang terbaik untuknya"
Amber menggeleng sementara air mata terus menetes dari sudut-sudut matanya.
"Ssst... Jangan sedih." Kai mengusap air mata di sudut mata Amber dan mengecup keningnya.
Amber telah menjalani kehidupannya dengan baik tanpa Chanyeol, semua karena Kai. Waktu telah menyembuhkan semua dengan adanya Kai, karena ada Kai pula pikirannya sangat mudah dialihkan perhatiannya terhadap masa lalunya. Ia satu-satunya orang yang paling mengerti dan memberikannya kekuatan. Walau masa lalu terus mengganggu Amber dan terus mengganggu namun Kai tidak berusaha keras memaksakan Amber untuk melupakan semua, tapi sosok Kai sendiriah yang perlahan menggantikan sosok Chanyeol yang memenuhi kepalanya. Sahabat yang ia cintai yang kini menjadi pasangan hidupnya. Kai sosok yang memenuhi kriteri yang Amber inginkan, Kai sosok sahabat yang paling mengertinya dan sosok suami yang selalu mengisi relung hati Amber.
"Berjanjikah padaku jangan pernah meninggalkanku dan selalu mencintaiku" Suara Amber masih sedih.
"Tidak akan Amber, tidak akan pernah dan aku akan selalu mencintaimu ada atau tidak adanya kau didunia ini sampai jantungku berhenti berdetak" Kai meletakkan tangannya di bawah dagu Amber dan membawa bibirnya ke bibir Amber sekilas.
Amber nyaris tak bisa menahan tangis. Ia menarik napas dalam-dalam, berharap bisa menenangkan diri. Amber harus merelakannya. Amber harus memastikan ini tidak akan pernah terjadi lagi. Ia sudah memiliki Kai yang tulus mencintainya, dan Amber bertekad tidak mau menyakitinya terus menerus dengan bersikap egois. Ia tidak akan mengizinkan dirinya mengingat kenangan buruk itu. Ia akan berusaha keras tetap berada di masa sekarang saja.
END