Chereads / My promise / Chapter 30 - chapter 29

Chapter 30 - chapter 29

Happy reading,

Denenchofu, Jepang...

" Tunggu! Coffee buat siapa Bi? " tanya Louise ketika melihat Bibi Iori membawa nampan berisi secangkir coffee.

" Untuk Tuan muda, Nona " jawab Bibi Iori sambil tersenyum,

" Hm.. Biar aku saja yang antar, Bi " tawar Louise dengan sopan

" Tapi Nona... "

" Tidak apa - apa Bi, sini coffeenya. " sela Louise sambil mengulurkan tangan untuk meraih nampan itu,

" Terima kasih Nona, Tuan ada di ruangan kerjanya. " sahut bibi Iori mengalah. Louise hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum.

Tok! Tok! Tok!

" Masuk " terdengar suara dari dalam ruangan,

Louise membuka pintunya perlahan, lalu melangkah masuk ke dalam ruangan. Ia menghampiri Ritz yang sedang sibuk dengan dokumen- dokumen penting yang berada di atas meja kerjanya.

" Aku bawain coffee untukmu " ucap Louise ketika berdiri di samping meja kerja tersebut, lalu meletakkan secangkir coffee itu,

" Hm "

" Minumlah... Setidaknya bisa mengurangi kelelahanmu " pinta Louise dengan lembut.

Setelah mendengar perkataan Louise, Ritz memutuskan menghentikan kesibukannya lalu mulai menikmati coffee yang dibawakan oleh Louise.

" Apa kau perlu bantuan? " tanya Louise sambil melihat berkas - berkas tersebut dengan penasaran.

" Tidak perlu! Sebentar lagi selesai. " jawab Ritz langsung menolak tawaran Louise.

" Baiklah, kalau begitu sebaiknya aku kembali ke kamar saja " ungkap Louise sedikit kecewa,

Baru saja Louise mulai melangkah, tubuhnya terhuyung ke arah belakang. Ritz menarik salah satu pergelangan tangan Louise hingga tubuhnya limbung dan jatuh ke atas pangkuan Ritz.

" Ahh! " pekik Louise terkejut,

" Marah, huh?!! " bisik Ritz sambil menjilat daun telinga kanan Louise.

" ng.. Tidak! " jawab Louise dengan wajah yang mulai memerah.

" Benarkah??" pinta Ritz sambil mengecup ringan leher Louise bermaksud menggodanya.

" Ritz! "

" Hm "

" Lepas! " Gumam Louise merasa malu, ia berusaha bangkit dari pangkuan Ritz namun Ritz menahannya.

" Kiss me dear." bisik Ritz dengan lembut,

" Hah?!! "

" Atau kau ingin aku yang menciummu? " tanya Ritz sambil menggoda Louise,

Ritz tidak membiarkan Louise menjawab pertanyaannya, ia langsung melumat bibir mungil yang ada di hadapannya, salah satu tangannya meraih tengkuk Louise agar Louise tidak bisa mengelak. Awalnya Louise terkejut namun lambat laun ia menerimanya, dan membalas ciuman itu dengan mengikuti tempo yang Ritz lakukan.

Saat Louise mulai kehabisan nafas, dan wajahnya mulai berwarna merah, ia memukul dada Ritz pelan. Ritz mengetahui maksud tersebut sehingga ia melepaskan ciumannya. Sambil terengah - engah Louise berusaha menghirup oksigen dengan rakus, bibirnya yang basah dan bengkak semakin menarik di mata Ritz.

Tanpa di sadarinya pandangan Louise terhenti pada laci meja nomer ketiga yang terbuka. Sepintas ia melihat sebuah dokumen dengan lambang atau simbol yang sudah tidak asing lagi baginya. Rasa penasaran langsung menyusup ke dalam benaknya, namun ia tidak berani secara terbuka menanyakan langsung kepada Ritz.

" Ada apa ? " tanya Ritz sedikit heran ketika melihat Louise tidak fokus.

" Ng... Ahh... Tidak ada apa - apa " jawab Louise sambil menggelengkan kepalanya untuk menutupi kegugupannya.

" ... " Ritz hanya terdiam mengamati ekspresi Louise.

" Sebaiknya aku kembali ke kamar, aku baru ingat belum selesai membaca novel yang ku beli kemarin " jelas Louise salah tingkah dengan wajah yang masih tersipu,

" Hm.. Kembalilah " jawab Ritz tanpa merasa curiga sedikitpun.

Louise meninggalkan ruang kerja Ritz dengan tergesa - gesa menuju kamarnya. Degup jantungnya berdetak cepat ketika ia mengenali simbol yang tertera di map tersebut.

Rasa penasaran sesaat terpacu untuk mengetahui apa isi di balik map tersebut, namun ia tidak mau bertindak gegabah terlebih dia harus menanggung resikonya apabila ketahuan.

" Aku harus mendapatkan map itu! " bisiknya dengan yakin.

***

Sementara itu di Swiss...

Bugh!

Bugh!

Bugh!

Leo dan Davi sedang melakukan kyorugi di atas arena yang dilapisi matras tipis, keduanya sepakat bertarung saling mempratikkan teknik serangan dan teknik pertahanan kaki.

Sebagian team elit tersebar di sisi arena untuk menonton, Davi memberikan tendangan samping dengan menggunakan pisau kaki ke arah perut Leo, namun Leo berhasil menangkisnya ke bawah dan langsung membalas dengan tendangan depan sambil melompat ke arah Davi.

Keduanya saling beradu tendangan tanpa jeda, membuat Leo dan Davi di penuhi keringat. Akhirnya setengah jam kemudian mereka beristirahat, dan arena itu mulai di isi oleh anggota team elit yang ingin berlatih seperti Leo dan Davi.

Tangan putih mulus Livia terulur memberikan botol air minum kepada keduanya. Livia sendiri sudah melakukan latihan terlebih dahulu bersama Kate salah satu dari team elit yang dipersiapkan.

" Aku harus kembali! Apa jadwal untuk besok? " tanya Davi sambil meneguk air minum,

" Temui kami di lapangan tembak! Aku akan mengirimkan alamatnya " jawab Leo sambil mengelap keringat dengan handuk kecil yang diberikan Livia.

Davi hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban lalu mengambil tas yang berisi baju ganti. Sebelum meninggalkan ruangan Davi melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan badannya, agar badannya tidak terasa lengket lagi.

" Kau yakin mengajaknya bergabung?" tanya Livia

" Setidaknya dia memiliki tujuan yang sama!" jawab Leo dengan datar,

" Aku harap dia tidak menghianati kita." ucap Livia dengan sungguh - sungguh.

" Tenanglah! Jangan terlalu memikirkanya!" sela Leo sambil mengusap puncak kepala Livia dengan lembut.

" Yaa "

" Good girl! " puji Leo sambil tersenyum,

" Masih ingin berlatih? " tanya Livia dengan wajah polosnya,

" Ya, Sebentar lagi aku akan sparring dengan Elger!" jawab Leo

" Semangat!!! " seru Livia sambil mengepalkan telapak tangan kanannya lalu mengangkatnya tinggi.

Leo hanya tertawa melihat tingkah Livia yang seperti anak kecil.

" Kau benar - benar menggemaskan " bisik Leo sambil mengerlingkan matanya ke arah Livia. Dengan spontan kedua pipi Livia berwarna kemerahan karena malu, melihat itu Leo langsung mengacak - acak rambut Livia karena gemas.

" Aish! Ahh! Jadi berantakan nih!" celetuk Livia sambil cemberut.

" Jangan menggodaku, Liv " ucap Leo,

" Hah?! Aku tidak menggodamu " sahut Livia masih dengan wajah cemberut.

" Ini apa? Kenapa bibirnya dimonyong - monyongin? " jelas Leo sambil meraup bibir Livia,

" Iihhh! Kakak! " pekik Livia kesal.

Namun sesaat Livia terdiam saat menyadari orang - orang melihat ke arahnya dengan tatapan penasaran. Wajahnya semakin merah karena merasa kesal dan malu bersamaan. Sedangkan Leo hanya tertawa geli melihat tingkah Livia yang lucu.

Tak lama kemudian Leo kembali ke arena untuk melakukan kyorugi bersama Elger. Ia dan Elger terus melakukan gerakan tendangan dan gerakan tangkisan untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan masing- masing. Tidak ada kata menyerah bagi Leo berserta teamnya karena mereka menyadari misi kali ini sangat berbahaya hingga nyawa menjadi taruhannya.

Kematian team Z menjadi contoh bahwa lawan mereka bukan orang - orang sembarangan. Musuh mereka juga orang - orang yang terlatih dan memiliki keahlian di atas rata - rata.

" Aku pasti akan menemukanmu, my princess! " bisik Leo dalam hati,

Leo meyakini bahwa Louise masih hidup. Semua hasil forensik memang menunjukkan bahwa sebenarnya jasad tersebut adalah tubuh Louise tetapi Leo telah berhasil menemukan sesuatu yang salah, sehingga ia memilih untuk sementara merahasiakannya. Hanya ia dan beberapa anak buahnya yang mengetahui hal itu.