Kami pun merayakan natal bersama, lingkungan apartmennya pun termasuk baik. Sehingga ketika hari natal tiba semua orang berdatangan dan memberikan ucapan selamat dan mendapat bingkisan berupa kue termasuk Aurell. Aurell waktu itu mencoba membuat kue sendiri dan ketika aku mencobanya ...
"Bagaimana? enak kah ..." matanya menatapku penuh penasaran.
"Hmmm ... " gumanku.
"Bilang saja, tidak enak !" ucapnya lesu.
"Enak, ini enak sekali ...!" pujiku.
"Bohong ..." jawabnya tak percaya. Aku tersenyum.
"Ini, serius ... " kataku.
"Kamu hanya ... menye... hmmm ..." aku pun memasukan sisa kue ke dalam mulutnya untuk dia cicipi, aku yakin sekali dia belum mencobanya. Matanya terbelalak terkejut.
"Bagaimana? aku tidak bohong kan ?" ujarku sambil tertawa. Tapi dari matanya, dia tahu itu enak sekali.
"Arthur ... " teriaknya, sambil memukulku lembut, dia pun tertawa dengan wajah malu.
"Syukurlah, aku bisa bikin kue sama seperti buatan ibuku! dia sangat cerewet sekali! Aurell, kamu harus bisa masak, ini dan itu ... aku bertanya untuk apa? ibuku menjawab, ya untuk suamimu, anak-anakmu dan mungkin adik-adikmu .." ucapnya, dia kemudian terdiam. Aku memeluknya.
"Aku tidak mengharapkanmu untuk bisa memasak! tapi tidak keberatan juga sih,kalau itu terjadi !" ujarku tersenyum..
"Itu sama saja, sayang ... " jawabnya balas tersenyum sambil mengecup pipiku. Begitulah sehari-hari kami, walau sebenarnya saat ini aku sedang menyembunyikan sesuatu darinya. Ibu tiriku sudah memilhkan calon untukku, namanya Stephanie, dia putri seorang pejabat kota yang berpengaruh. Dia memperkenalkan kami ketika makan malam seminggu sebelum natal tiba. Dia cantik, anggun tapi sayang bukan tipeku, yang sudah tersimpan dihatiku hanya Aurell. Papaku hanya terdiam tanpa berbicara. Aku sudah menjelaskan kalau sudah ada yang punya, tapi ibu tiriku tidak perduli.
Rasanya hatiku berontak, apa aku harus kabur saja bersama Aurell? pikirku waktu itu, tapi untunglah ada seorang dewi penyelamat datang dan itu adalah ... ibu kandungku sendiri ! aku begitu terkejut dan tak percaya. Pertemuan waktu itu, kami di undang ke sebuah pesta. Awalnya aku menolak, tapi ibu tiriku memaksaku, karena ada gadis itu di sana bersama kedua orang tuanya, ya sudah aku terpaksa ke sini tentu saja papaku juga ikut.
Stephanie terlihat cantik tapi centil dan bermanja kepadaku, seakan dia memang tak keberatan dengan perjodohan ini, sejak awal dia tak mau lepas dariku.
"Arthur, maukah berdangsa denganku ?"
"Arthur, mau kah kau minum denganku ?"
"Arthur, ayo kuperkenalkan dengan teman-temanku ..." begitulah tingkahnya dan teman-temannya seperti yang aku duga... sama dengan teman sekampusku. Di rumah mereka seperti bangsawan tapi di luar liar.
"Maaf ... aku mau pergi ke toilet !" kataku, berpamitan dan pergi begitu saja, tapi aku menyelinap ke taman belakang, aku duduk di gazebo taman. Aku menghela nafas, tanpa sadar aku menyentuh sakuku dan ada sesuatu yang mengganjal dan itu sebuah bros...
Bros ini diberikan seorang perempuan cantik, ketika aku akan pindah ke London bersama papaku, aku tertegun melihat bros itu ada sebuah lambang keluarga. Punya siapa kah ini ? apa istri papa terdahulu ? sebelum mamaku ? ya, tanteku kakak papaku atau bibiku mengatakan kalau mamaku pergi begitu saja meninggalkan papa.
Sejak aku tinggal bersama tante atau bibiku yang lain, aku seperti di abaikan, tapi tidak dengan nenek dan kakekku, yang justru memanjakanku. Mungkin itu yang membuat mereka iri, tapi keduanya selalu menghidar ketika aku bertanya jauh tentang ibuku. Bahkan saudara sepupuku sering mengejekku bahwa ibuku seorang pelacur, tapi aku tak percaya.
Ya, aku yakin sekali. Karena tidak mungkin kan seorang pelacur menikahi seorang bangsawan, hanya karena ingin mempunyai ... anak ? benarkah ... akhirnya aku tahu, siapa papaku yang sesungguhnya, ketika itu aku SMU. Aku tanpa sadar mendengar perbincangan papaku di ruang kerjanya suatu malam, sedang ibu tiriku sudah tertidur. Awalnya aku pikir itu perbincangan antar teman, tapi lama kelamaan ada nada romantis yang aku dengar.
Puncaknya aku melihat dengan mataku sendiri, ketika aku baru pulang dari rumah temanku, aku melihat mobil favorit papa terparkir di sebuah klub malam pinggir kota, banyak orang mengatakan kalau itu klub mewak untuk para kaum ... gay ! dan terlihatlah papaku keluar dengan seorang pria sambil berpelukan mesra. Aku hanya terdiam, tidak marah atau pun kecewa, karena aku tidak dekat dengannya ... aku memutuskan untuk pergi. Dan tidak mengatakan, bertanya apa pun tentang dirinya.
Aku terdiam, sampai seorang perempuan cantik datang kepadaku, dia menyebut namaku. Aku menatapnya dan menundukan kepalaku, Dia kemudian menyapaku, awalnya aku agak sungkan, karena dia seorang Lady. Tapi entah kenapa aku seperti dekat sekali dengannya ...
Kami berkenalan dan dia berhasil menebak isi hatiku, dan tanpa di duga aku mengungkapkan yang sebenarnya. Tak lama papa dan ibu tiriku muncul, aku terkejut karena wanita itu mengenal papa dan ... akhirnya aku tahu semuanya, dia adalah ibu kandungku yang sebenarnya !
Bukan hanya itu ternyata aku mempunyai dua papa kandung, bagaimana bisa ? akhirnya mama kandungku menceritakan semuanya, dan berkat dia perjodohan itu pun di batalkan. beberapa hari kemudian aku bertemu dengan mamaku, kami mengobrol di sebuah restauran untuk makan siang.
"Hallo, sayang ...!" sapanya lembut, kami berpelukan. Rasanya aneh, aku tidak pernah merasakan pelukannya tapi ... ada rasa hangat dan rindu, kepadanya.
"Bagaimana kuliahmu ?" tanyanya, setelah kami duduk.
"Baik, tan eh bu !" kataku gugup. Dia tersenyum dan menyentuh tanganku lembut.
"Arthur, mama tahu! ini belum terbiasa, tapi kenapa aku mengundangmu ada sesuatu yang harus aku ceritakan secara pribadi! kamu tidak keberatan kan ?" tanyanya, aku mengangguk.
"Ya, ma! tidak apa-apa !" jawabku, dia kembali tersenyum lembut.
"Mama tahu, hidupmu ... pasti cukup berat kan ?" aku mengangguk.
"Mama, minta maaf! karena tidak mengasuhmu dan juga membesarkanmu dengan seutuhnya, semua karena ... perjanjian dengan nenekmu dan juga papamu !" ucapnya.
"Ya, aku tahu ... !" kataku, dia tertegun.
"Benarkah ?" aku mengangguk.
"Aku tahu, kehidupan lain papaku, selain itu aku tak sengaja melihat surat perjanjian ketika nenek dan kakekku meninggal dan aku membereskan kamar mereka !" jawabku.
"Oh, begitu ya! aku turut berduka untuk mereka berdua Arthur! aku dengar keduanya sangat baik kepadamu !" ujarnya.
"Ya, tapi tidak dengan yang lainnya ... "
"Ya, aku mengerti, sejak dulu ketika aku masuk ke keluarga papamu! mama juga seperti itu, mereka tidak tahu aku bangsawan juga, walau memang sedang tidak baik-baik saja saat itu kondisi ekonomi keluarga mama !" jelasnya, aku terdiam.
"Aku mengenalmu dari ... bros itu !" ujarnya sambil menunjuk ke jas ku, ya sampai saat ini aku sering memakainya. Entah kenapa ini sangat berarti sekali buatku.
"Oh, ini pemberian seorang wanita di stasiun kereta! waktu itu aku masih kecil !" kataku, dia tertegun.
"Arthur, apa kamu ... tidak mengenali mama ?" tanyanya, aku menatapnya dan tertegun.
"Jadi ... ini ..."
Bersambung ...