Reynand menghentikan mobilnya tepat di depan lobi Berlin Hotel. Bersama Aina turun dari mobil tersebut. Tanpa berbasa-basi lalu menyuruh petugas valet memarkirkan kendaraannya.
Reynand menyodorkan lengannya. Aina langsung menggamit lengan kekar sang putra untuk jalan beriringan.
"Di mana Ayahmu, Rey?" tanya Aina mengedarkan pandangannya. Bagaimanapun selain karena ingin berkenalan dengan calon besan keluarga Kanzia, kedatangan Aina untuk memenuhi keinginan sang mantan suami mendampinginya.
Reynand melirik arloji. "Mungkin sebentar lagi, Ma. Tadi saat kita berangkat, Ayah pun baru berangkat dari kediamannya."
"Ya-ya. Harusnya kita bisa tiba berbarengan mengingat jarak rumahnya dan Berlin Hotel sama dengan apartemenmu."
"Hu-um." Reynand mengangguk. Ia mengembuskan napas panjang berusaha untuk menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba menghampiri. Walau bagaimanapun, pria itu sudah memutuskan sebuah keputusan penting dalam hidupnya.
Drrt-drrt-drrt!