Kanzia bersandar pada kursinya. Melirikkan mata ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul sepuluh pagi. Sejak pagi hingga saat ini, hanya dua orang pasien saja yang datang untuk berkonsultasi.
Ruang praktik dingin dan sunyi itu menjadi saksi dirinya yang kurang profesional menghadapi pasien. Pasalnya, dua pasien yang datang kepadanya menjadi sasaran kekesalan Kanzia. Dokter wanita itu melayani dengan sedikit jutek dan tidak banyak berbicara kepada pasiennya. Ia masih kesal terhadap Reynand yang selalu berhasil menyulut emosinya.
Bagaimana tidak? Pagi-pagi ia sudah harus berhubungan dengan pria bernama Reynand dan adiknya. Bagi Kanzia, itu adalah mimpi buruk. Satu orang Reynand saja membuatnya dongkol, apalagi satu orang lagi? Daniel dan Reynand sama saja. Membuat ia sangat pusing. Tidak hanya mengajaknya bertengkar mulut di pagi hari, Reynand juga tidak bosannya mencari masalah. Ia lalu bertengkar mulut dengan iparnya sendiri di depan ruang operasi.
