Angin malam yang berembus kencang di rooftop Asyraf Hospital tak membuat Reynand dan Kanzia mengurungkan niat untuk bertemu dan berbicara empat mata. Kanzia yang ingin berbicara dengan pria tampan itu merasa bahwa rooftop adalah satu-satunya tempat paling aman, jauh dari atensi para kakaknya yang suka sekali mencampuri urusan pribadinya.
Keduanya berdiri sambil bersandar pada tembok kokoh dengan tinggi sedada. Pandangan mereka menghadap terang benderangnya lampu pada gedung-gedung tinggi yang menjulang di sekitaran bangunan rumah sakit.
Kanzia berusaha menguasai dirinya. Mengetahui sang ayah mengidap penyakit kanker paru stadium tiga membuat dadanya terasa sesak. Tidak hanya itu, Marvin yang berkata dengan kalimat menohok ikut menyumbang emosi tak terkira dalam dirinya. Jika saja bunuh diri tak dilarang agama, Kanzia mungkin akan melompat saat itu juga. Namun tak bisa, Reynand juga berada di sana. Menunggu Kanzia membuka mulutnya.