"Tidaaak!" pekik Kanzia yang tersadar dari lamunannya. Napasnya sedikit tersengal. Ia melamunkan sesuatu yang tidak-tidak yaitu menikah dalam waktu dekat dengan seorang pria yang tidak ia kenal.
Rani--perawat yang mengasisteninya siang itu sontak mengarahkan pandangan kepadanya. "Ada apa, Dok?" tanya Rani cemas. Ia yang sejak tadi hanya memainkan ponselnya lalu buru-buru mendekat.
Kanzia menghela napas panjang. Ia lalu menyandarkan tubuh pada kursinya. "Ran, coba kau cek ke luar, apa ada pasien yang ingin berkonsultasi lagi?"
"Baik, Dok!"
Rani bergegas membuka pintu ruang praktik Kanzia dan keluar dari ruangan itu. Pandangannya mengedar ke sekeliling, tapi ia tidak melihat siapa-siapa di sana. Bahkan terlihat kosong melompong pada kotak tempat pasien meletakkan nomor urut mereka. Rani berbalik masuk kembali dan melapor.
"Tidak ada, Dok!" katanya.