Bintang berkelip menghiasi angkasa sinar rembulan melengkapi keindahan malam, angin berhembus menerpa tubuhnya begitu menyejukkan, sesejuk saat ia membayangkan sosok yang memberikan warna dalam hidupnya. Tangis, tawa, rindu yang ia rasakan bersama kekasihnya yang kini entah tak ada kabar beritanya.
Dalam sunyi air matanya menetes mengingat sosok yang dulu memberikannya tawa dalam duka, menguatkan dikala rapuh.
"Aku merindukanmu?,'" gumamnya dalam hati
"Aku tidak akan lelah menunggumu?," perlahan ia meneteskan air matanya dan merebahkan tubuhnya tanpa menutup jendela yang sadari tadi sudah terbuka, sebut saja Mitha ia sangat menyukai melihat bintang dari balik jendela, ia terus menatap bintang hingga perlahan matanya tertutup dan melayang ke dalam dunia mimpi. Mitha sosok yang kuat ia menangis bukan karena ia lemah tetapi ia menangis karena terlalu lelah berpura-pura tersenyum sedangkan hatinya terluka.
"Terkadang aku lelah menahan rindu yang semakin membelenggu tapi aku tidak pernah menyesali akan sebuah rindu ini karena rindu ini mengajariku banyak hal."
***
"Mitha, bangun ini sudah siang" perlahan ia membuka mata
"Ia ibu" sembari tersenyum kepada ibunya.
"Jangan lupa nanti sarapan dan minum obat"
"Iya ibu"
"Iya sudah sekarang mandi nanti siap-siap supaya tidak terlambat"
Mitha hanya tinggal bersama ibunya, ayahnya sudah lama meninggal dan ia tidak memiliki saudara.
"Kamu yakin hari ini ingin masuk kuliah"
"Iya bu Mitha baik-baik saja, ibu tidak usah khawatir"
"Iya sudah kamu hati-hati di jalan"
Setelah Mitha selesai sarapan ia bergegas berangkat ke kampus, ia melambaikan tangan pada ibunya dan berjalan keluar halaman untuk menunggu bus yang biasanya ia naiki ketika pergi ke kampus. Selang beberapa menit bus yang di tunggunya datang dan segera naik ke dalam bus matanya melihat setiap sudut mencari tempat duduk yang kosong, Hingga akhirnya ia melihat tempat duduk paling belakang kemudian ia duduk menyandarkan tubuhnya seraya menatap pemandangan di balik jendela. Lagi dan lagi pikirannya kembali mengingat sosok yang selalu dirindukannya. Ia mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya kemudian mengirim pesan pada Alif, ya Alif sosok yang selalu Mitha rindukan, sosok yang selalu menjelajahi pikirannya.
1 pesan terkirim
"Sayang bagaimana kabar kamu, aku harap baik-baik saja semangat ya"
Mitha selalu mengirim pesan pada Alif meski ia tahu tak kan ada balasan, namun meski seperti itu ia tetap senang karena bisa mengungkapkan perasaannya, mengungkapkan rasa rindunya dan rasa peduli pada kekasihnya.
Seketika Mitha tersentak karena ada yang menyentuh bahunya
"Maaf mbak bayarnya mana?"
Mitha segera mengambil uang dan menyodorkan uang pada kondektur hingga akhirnya ia sampai di universitas tempat ia kuliah.
Meski langkahnya sedikit tergoyah, wajahnya masih agak pucat ia berusaha semampunya untuk menuju kelas, dari arah belakang Lidya memanggil Mitha ia sahabat dekat Mitha dan sekaligus sahabat SMA dahulu.
"Mitha tunggu, apa kamu baik-baik saja" Mitha hanya mengangguk dan tersenyum.
"Bagaimana apa sekarang Alif sudah menghubungimu?," tanya Lidya
"Belum, mungkin dia lagi sibuk"
"Masa setiap hari selalu sibuk, seharusnya sendirinya yang menghubungi kamu, aku tahu urusan pekerjaannya sangat penting tapi dia seharusnya bisa membagi waktu, harusnya kesibukan dan kasih sayang harus seimbang dong"
"Sudahlah ayo kita masuk sebelum Bapak Dosen datang'
terkadang dalam pikiran Mitha pernah terselip rasa curiga karna tidak mendapatkan kabar tetapi ia segera menepisnya dan berusaha berpikir positif.
***
1 Bulan Sebelumnya
Rasa yang tak bisa di gambarkan dengan apa pun Mitha sangat bahagia karena ia telah menemukan sosok yang selama ini ia cari.
"Mitha aku benar-benar sayang sama kamu"
Mendengar itu Mitha menggenggam erat tangan Alif ia benar-benar bahagia
"ia Alif aku juga sayang sama kamu"
Di sela-sela kesibukan Alif ia selalu menyempatkan untuk memberi kabar pada Mitha, begitu pun sebaliknya. hingga pada suatu hari Alif di tugaskan untuk terjun ke masyarakat untuk menangani proyek di luar daerah. Pada mulanya meski jarak memisahkan mereka masih sering berkomunikasi hingga waktu berlalu hanya Mitha yang sering menghubungi Alif.
"Warna akan pudar terkikis mentari dan hujan begitu pun cinta akan pudar seiring berjalannya waktu. Layaknya tanaman jika tidak di siram ia akan layu ataupun mati begitu pun rasa cinta"
Hari demi hari terus berlalu semakin hari semakin sulit Mitha berkomunikasi dengan Alif, entah karena Alif sibuk entah karena Alif lupa akan dirinya, namun Mitha terus meyakinkan hatinya ia berusaha berpikir positif tentang Alif. Mitha selalu mengirim pesan penyemangat untuk Alif. Malam itu bukan kata indah yang ia dapatkan tetapi kita yang begitu menyayat hati.
Pesan masuk Alif
"Mitha jangan mengganggu dengan pesan-pesanmu itu, aku ingin fokus maaf bukan bermaksud melarang hanya saja kamu harus tahu waktu"
Menerima pesan itu hatinya begitu sakit.
"Aku lakukan bukan untuk mengganggumu tetapi untuk memberi semangat pada kamu, aku tidak pernah meminta balasan yang lebih hanya sedikit sapaan cukup membuatku bahagia?," gumamnya dalam hati.
***
Ibunya mendekati Mitha yang sedang duduk di ruang tamu
"Bagaimana hari ini kuliahnya lancar"
"Lancar ibu"
"bagaimana keadaan kamu, lebih baik mengambil cuti saja dan istirahat di rumah"
"Enggak usah ibu, Mitha baik-baik saja Mitha masih kuat Mitha ingin menyelesaikan kuliah"
"Iya sudah kalau begitu, berangkat ke kampus di antar Pak Ujang jangan naik angkutan umum lagi"
"Ibu Mitha masih bisa berangkat sendiri, Mitha masih kuat ibu jangan khawatir".
Ibunya menghela nafas mendengar semua itu.
Mitha terserang penyakit lupus, penyakit ini di akibatkan kelebihan daya tahan tubuh sehingga berbalik menyerang tubuhnya sendiri, semakin hari tubuh Mitha semakin hitam dan kurus. Meski kondisinya semakin melemah ia tidak ingin merepotkan orang lain.
''Ya sudah kalau kamu ingin kuliah, sekarang istirahat supaya besok bisa fit lagi"
Mitha tersenyum pada ibunya dan mencium kening ibunya lalu ia melangkah masuk ke dalam kamarnya. Ia duduk di depan cermin sembari menatap wajahnya yang sudah berbeda tidak secerah dulu karna kini pada ke dua pipi Mitha di penuhi bintik-bintik merah semua itu di karena kan penyakitnya yang sudah menjalar.
Ia melirik ponselnya kemudian ia memainkan jemarinya mengirim pesan pada Alif
pesan terkirim
"Kapan pulang?, bagaimana keadaanmu?" hingga 7 menit berlalu tetap tidak ada balasan, selang 10 Menit 1 pesan masuk dari Alif
"Baik". Ya hanya kata itu yang muncul di layar ponselnya.
"Apa ada waktu, aku ingin bicara denganmu?"
"Iya". Lagi dan lagi hanya satu kata yang ia dapatkan, meski seperti itu Mitha tidak merasa kecewa karna ia tahu kekasihnya bukan tipe orang yang suka WhatsApp.
Ia pun segera mencari nama Alif di deretan nama-nama.
"Halo, assalamualaikum"
"waalaikumsalam, iya ada apa"
"Apa di sana benar-benar sibuk"
"Iya, di sini aku benar-benar sibuk, maaf kalo aku selalu tidak ada waktu buat kamu, oh ya maaf sudah dulu aku ada urusan kamu baik-baik di sana ingat jaga kesehatan"
"tapi lif ada yang ing...."
tut. . . .tut. . .tut
sebelum Mitha menyelesaikan kata2nya telefon sudah di matikan oleh Alif
"Kenapa d matikan ada hal yang ingin aku katakan, apa kamu tidak tahu aku sangat rindu, tidakkah ada waktu lebih lama lagi sebelum semua terlambat" gumamnya dalam hati.
Tiba-tiba dari balik pintu terdengar ketukan
"Mitha, ini aku Lidya bolehkah aku masuk?"
"Iya masuk saja tidak di kunci"
"Kenapa lagi sahabatku apa karna Alif lagi"
"Tadi aku telefon Alif tapi dia sibuk"
"Apa dia tahu kalo kamu sakit"
"Belum, aku tidak ingin Alif tahu, dan kamu juga jangan memberi tahu dia aku tidak ingin membuatnya kawatir"
"Mana mungkin dia khawatir sama kamu, menanyakan kabar saja dia jarang"
"Aku yakin meskipun seperti itu dia ingat sama aku, mungkin karena kesibukannya yang mengharuskan dia jarang memberikan kabar"
"Iya sudah terserah kamu saja, mungkin karna cinta kamu kuat pada Alif meski terluka kamu mampu bertahan"
"Aku bertahan dengan segala kekurangan dan kelemahanku, bertahan untuk selalu menyayangimu
Di sini aku ada untukmu, ada untuk menunggumu, untuk menyayangimu
Walau sepi yang aku rasa, walau kepedihan yang kurasa aku akan berusaha untuk selalu menyangyangimu dengan ketulusanku"
***
Semakin hari keadaan Mitha semakin memburuk, kini ia tidak lagi mampu beraktivitas seperti biasanya daya tahan tubuhnya semakin melemah
"Sayang kita ke rumah sakit saja ya lebih baik d rawat di sana"
"Tidak usah ibu Mitha masih kuat"
"Iya sudah kamu istirahat ibu buatkan bubur"
"Iya ibu" menatap ibunya sembari tersenyum.
Perlahan ia meraih ponsel yang terletak di atas meja dan menelefon Alif
"Apa kamu sedang sibuk, aku butuh kamu, aku sedang tidak enak badan tapi tenang saja aku sudah tidak apa-apa cuma kecapian"
"Syukurlah kalau begitu, jangan mengeluh terus sakit tidak boleh di manjakan"
"Iya tenang saja aku sudah tidak apa-apa, kamu kapan pulang?"
"Tidak tahu, masih belum pasti"
"Cepat pulang aku rindu"
"Kamu selalu saja bilang seperti itu jangan manja"
"Aku tidak manja, tidak ada salahnya kan seorang kekasih merindukan kekasihnya, tidak ada salahnya kan seorang kekasih ingin di manja karna semua itu naluri seorang wanita"
"Iya aku tahu akan hal itu, kamu harus tahu di sini aku sedang sibuk tidak hanya memikirkan kamu, masih banyak hal yang harus di pikirkan kalau kamu memang tidak tahan dengan keadaan ini lebih baik cari laki-laki lain"
Tiba-tiba telefonnya mati. Mendengar semua itu hati Mitha benar-benar terluka kekasih yang selalu di nantinya berkata seperti itu
"Aku tidak ingin meminta lebih hanya ingin di perhatikan sama kamu karena waktuku tidak lama lagi" gumamnya dalam hati.
Perlahan ponsel yang di genggamnya jatuh ia merasakan tubuhnya bergetar hebat, merasakan sakit yang benar-benar sakit.
"ibu sa....sakit ibu" teriaknya dengan nada paruh. Mendengar suara rintihan ibunya segera berlari ke kamar Mitha.
"Mitha, kamu kenapa?"
"Ibu sakit-sakit sekali"
Seketika itu Mitha segera dilarikan ke rumah sakit, kini keadaannya semakin parah ia tidak dapat bertahan lama lagi namun sampai saat ini Alif belum tahu keadaan Mitha karena Mitha melarang Lidya dan ibunya untuk memberitahukan tentang keberadaan Mitha.
***
Jakarta, Pulau Jawa.
"Alif, proyekmu di sini sudah selesai besok kamu boleh pulang". Mendengar semua itu hati Alif sangat senang karena ia sudah sangat rindu pada keluarganya ia juga sangat merindukan Mitha ia juga ingin sekali meminta maaf karna tadi sudah marah-marah pada Mitha. Sesegera Alif menelefon Mitha namun tidak ada jawaban hingga ia memutuskan untuk mengirim pesan.
"Sayang hari ini aku pulang, maaf kemarin aku marah-marah aku tidak bermaksud marah sama kamu hanya saja saat itu aku benar-benar pusing dan banyak masalah yang harus aku selesaikan sehingga aku lepas kendali dan marah-marah sama kamu. Alhamdulillah sekarang sudah selesai dan aku akan pulang tunggu aku Mitha '' tetap tidak ada balasan dari Mitha, perasaannya gelisah bercampur senang karena ia akan pulang dan menemui kekasihnya. Segera Alif menuju Bandara Internasional Soekarno–Hatta, Tangerang, Banten.
Di perjalanan Alif selalu memikirkan Mitha ia sangat menyayangi Mitha hanya saja terkadang ia mengacuhkan Mitha semua itu Alif lakukan untuk masa depan mereka.
2 Jam di perjalanan menggunakan pesawat akhirnya Alif sampai di Bandara Internasional Minangkabau, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, setelah menemui keluarganya ia bergegas ke rumah Mitha tetapi sampai di sana rumah Mitha sepi tidak ada siapa pun di sana, Alif begitu panik ia segera menelefon Lidya karena Lidya teman dekat Mitha.
"Ilid Mitha ke mana, kenapa di rumah tidak ada siapa-siapa teleponnya di hubungi selalu tidak ada jawaban"
"Mitha sakit, dia dirawat di Rumah Sakit Yos Sudarso kamar 15"
"Dia sakit apa, kenapa tidak memberitahu aku"
"Bagaimana aku memberitahumu, kamu selalu sibuk dengan urusanmu sendiri, seharusnya luangkan waktu di sela-sela kesibukanmu, memberi Mitha kabar, memberi Mitha perhatian kesibukan dan perhatian harus seimbang, aku tahu pekerjaan memang penting tetapi menjaga perasaan seorang wanita juga penting karena dengan kehadiran seorang wanita hidupmu akan lebih berarti kamu akan mengerti ketulusan seorang wanita dalam menyayangi"
"Iya Ilid aku menyesal telah mementingkan diri sendiri, aku akan segera ke sana terima kasih Ilid"
Setelah mematikan telepon ia segera menuju rumah sakit, sesampai di sana ia segara menuju kamar No. 15 perlahan Alif membuka pintu ia melihat tubuh Mitha terbaring lemah ia mendapati Mitha sedang tertidur.
Perlahan Alif memegang tangan Mitha dan membelai rambutnya.
"Sayang aku pulang" perlahan mata Mitha terbuka Mitha tersenyum dan menatap Alif.
"Alif, benarkah itu kamu" air matanya menetes ia sangat bahagia karena bisa melihat Alif"
"iya Mitha ini aku, aku pulang" Alif pun ikut meneteskan air mata melihat keadaan Mitha.
"Mitha aku akan berusaha selalu ada waktu untuk kamu, sayang cepat sembuh" sembari mencium kening Mitha.
Mitha menatap Alif penuh rindu perlahan ia menyentuh pipi Alif
"Bolehkah aku meminta satu permintaan"
"Apa itu sayang"
"Aku ingin bersandar di bahumu"
"Baiklah"
Alif membantu Mitha duduk dan menyadarkan tubuh Mitha ke dada bidangnya. Alif terus membelai rambut Mitha karena ia benar-benar merindukan Mitha.
"Sayang kamu harus sehat, kamu harus kuat kita akan menghabiskan waktu yang sudah terlewatkan".
"Sayang. . . Sayang kamu tidur ya"
Alif menatap Mitha hingga ia menyadari Mitha sudah tidak lagi bernafas ia mengabuskan nafas terakhirnya dalam pelukan Alif.
"Maafkan aku Mitha, andai saja aku tidak terlalu mementingkan urusanku sendiri mungkin aku bisa membahagiakanmu"
SELESAI