"Serangan Musuh!!" "Toweng! Toweng! (Suara lonceng)" Musuh keluar dari pos masing-masing dan mulai menyiapkan pertahanan seadanya.
"Tuan Zord Larilah! sepertinya Country of Japan menyerang!!!" Omong-omong Jepang juga ada di dunia ini karena mereka terhubung dengan Gerbang dunia di Tokyo.
"Japan lagi! Horland lari bersamaku!" Tapi ketika Horland dipanggil oleh Zord tiba-tiba bom 250 kg dan tewas terpanggang.
"Zord-sama!!!" Zord masih selamat tapi tangan kanannya hilang.
"Aku tidak apa-apa! Hanya tanganku saja yang hilang!" Zord beruntung karena hanya terkena tangannya, jika bom itu mengenai kepalanya maka entahlah.
[Para Prajurit setempat! Anda telah melindungi buronan kami! dalam waktu 10 detik kami akan membersihkan kota ini agar kami bisa menemukan buronan itu!]
1 ,2 , 3, 4, 5, 6, 7 , 8, 9 dreeeeet! dreeet! 1,000 peluru ditembakkan dari Helikopter tempur AH-64J Apache. Warga sipil menjadi ketakutan dan lari kocar-kacir.
"Gila!! ini bukan pertempuran! ini pembantaian!!" Padahal Lebih parahnya Zord dulu memprakarsai invasi ke balik gerbang dunia.
Para Pasukan Bela Diri Jepang membawa banyak APC, Tank, Dan Artileri Type-99 15 cm. Sementara di superioritas udara, F-16J, F-4E Phantom dan mereka semua mengepung wilayah darat agar Buronan yang dicari tidak kabur.
"Laksamana, Ada Kapal yang rupanya kita kenal sedang menuju kemari dengan Skuadron udara Zero! kapal itu adalah Shinano!! Tidak, Itu tadi adalah Yamato!!"
"Bicara yang jelas! zaman perang dunia kedua sudah usai dan Yamato ada di laut Okinawa, mengapa bisa?"
Ketika 50 pesawat Zero meluncur, Wujud Shinano berubah kembali menjadi Yamato lagi untuk daya tembak yang kuat. 26,000 kilo lebih Salvo yang dapat ditembakkan oleh Yamato dapat membuat Kota kecil menjadi debu.
"Hey Itu Sang Legenda Kapal Yamato!!" Petugas Bridge JMSDF di JS Kaga menarik perhatian teman-temannya sesama anggota Angkatan Laut Pasukan Bela Diri Jepang.
"wah iya benar! itu benar-benar Senkan Yamato!?"
"Gila amat! Mataku masih belum rabun ya? Kabarnya Senkan Yamato tenggelam di perairan Okinawa kan?"
"Dia benar-benar ada! itu bukankah dia tenggelam pada operasi Ten-Go?"
Operasi Ten-Go (天號作戰 (kyūjitai) atau 天号作戦 (shinjitai) Ten-gō Sakusen) adalah operasi militer besar yang terakhir dilakukan angkatan laut Jepang dalam Perang Pasifik, Perang Dunia II.
Pada April 1945, kapal tempur Jepang Yamato yang merupakan kapal tempur terbesar di dunia berangkat untuk melakukan misi bunuh diri melawan kekuatan Sekutu di Pertempuran Okinawa. Sebelum sampai di Okinawa, armada Jepang diserang hingga tidak melanjutkan pelayaran, dan hampir seluruhnya dihancurkan oleh pesawat-pesawat Amerika Serikat yang berpangkalan di kapal-kapal induk. Yamato dan lima kapal perang Jepang lainnya tenggelam.
Pertempuran ini mempertunjukkan supremasi udara Amerika Serikat dalam tahap terakhir Perang Pasifik, dan betapa mudahnya kapal-kapal dijadikan sasaran serangan udara bila tidak dilindungi pesawat-pesawat tempur. Meskipun harus mengorbankan sejumlah besar nyawa dalam usaha yang sia-sia, pertempuran ini menunjukkan usaha terakhir Jepang dalam memperlambat gerak maju Sekutu menuju kepulauan Jepang.
Setelah kalah berturut-turut dalam kampanye militer Kepulauan Solomon, Pertempuran Laut Filipina, dan Pertempuran Teluk Leyte, Armada Gabungan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang sudah dalam keadaan hancur. Pada awal tahun 1945, Jepang hanya memiliki sejumlah kapal perang yang masih operasional ditambah sejumlah kecil pilot dan pesawat terbang. Sebagian besar dari kapal-kapal perang Jepang Armada Gabungan yang tersisa disandarkan di beberapa pelabuhan di Jepang, sementara sebagian besar kapal-kapal besar berpangkalan di Kure, Hiroshima.
Setelah invasi ke Saipan dan Iwo Jima, tentara Sekutu mulai melancarkan serangan ke pulau-pulau utama Jepang. Sebagai tahap berikut sebelum dilancarkannya invasi ke pulau-pulau utama di Jepang, tentara Sekutu menginvasi Okinawa pada 1 April 1945. Pada bulan Maret, pemimpin militer Jepang menjelaskan dalam briefing di muka Kaisar Hirohito bahwa serangan udara besar-besaran akan dilakukan Jepang, termasuk penggunaan unit serangan khusus tokkōtai bila pihak Sekutu menginvasi Okinawa. Menurut laporan, kaisar kemudian bertanya, "Lalu bagaimana dengan angkatan laut? Apa yang mereka lakukan untuk membantu mempertahankan Okinawa?" Setelah merasa ditekan untuk melakukan serangan, para petinggi angkatan laut merencanakan misi bunuh diri yang melibatkan kapal-kapal perang mereka yang masih operasional, termasuk kapal tempur Yamato.
Menurut rencana yang disusun dibawah arahan Panglima Tertinggi Armada Gabungan, Laksamana Toyoda Soemu, Yamato dan kapal-kapal pengawalnya ditugaskan menyerang armada Amerika Serikat yang mengawal pendaratan pasukan Amerika Serikat di sebelah barat Okinawa. Yamato dan kapal-kapal pengawalnya harus membela diri sendiri dalam perjalanan menuju Okinawa, dan lalu mengandaskan diri antara Higashi dan Yomitan, dan bertarung sebagai meriam artileri hingga dihancurkan musuh. Setelah kapal-kapal mereka hancur, para awak yang selamat diharuskan meninggalkan kapal dan bertarung melawan pasukan Amerika Serikat di darat. Kalaupun ada, pesawat-pesawat tempur yang melindungi Yamato dan kapal-kapal pengawalnya hanya sedikit. Hal ini membuat mereka hampir-hampir tidak berdaya melawan serangan udara Amerika Serikat yang bertubi-tubi. Yamato dan kapal-kapal pengawalnya berangkat dari Kure menuju Tokuyama, Yamaguchi di lepas pantai Mitajiri, Jepang pada 29 Maret 1945. Walaupun Laksamana Seiichi Itō sepertinya mematuhi perintah atasan, sebagai komandan Operasi Ten Go, dirinya masih menolak untuk memberi perintah kepada kapal-kapalnya untuk untuk melaksanakan misi yang diyakininya sebagai sia-sia dan tidak berguna.
Sebagian pimpinan Angkatan Laut tidak menyambut dengan positif rencana misi yang dianggap mereka hanya membuang-buang nyawa dan bahan bakar. Kapten Atsushi Ōi, komandan armada pengawal menentang karena dialihkannya bahan bakar dan sumber daya yang sudah terbatas untuk operasi ini. Ketika kepadanya dikatakan bahwa operasi ini untuk menjaga tradisi dan kehormatan angkatan laut.
Laksamana Muda Ryūnosuke Kusaka berangkat dengan pesawat terbang dari Tokyo, 5 April 1945 menuju Tokuyama dalam usaha terakhirnya meyakinkan para komandan Armada Gabungan, termasuk Laksamana Itō agar mau menerima rencana operasi. Setelah pertama kali mendengar rincian operasi (sebelumnya masih dirahasiakan, dan sebagian besar komandan Armada Gabungan tidak diberi tahu), para komandan Armada Gabungan dan kapten-kapten kapal secara bulat mendukung Laksamana Itō, dan menolak rencana operasi berdasarkan alasan yang sebelumnya dikemukakan Laksamana Itō. Laksamana Kusaka kemudian menjelaskan bahwa serangan angkatan laut berfungsi sebagai pengalih perhatian pesawat-pesawat Amerika Serikat dari serangan udara yang akan dilancarkan angkatan darat terhadap armada Amerika Serikat di Okinawa. Ia juga menjelaskan bahwa pemimpin nasional Jepang, termasuk kaisar, juga mengharapkan angkatan laut untuk berusaha sebaik-baiknya dalam mempertahankan Okinawa.
Setelah mendengar penjelasan tambahan dari Kusaka, sikap para komandan Armada Gabungan melunak, dan menerima rencana yang diusulkan. Awak kapal diberi briefing mengenai tujuan misi dan diberi kesempatan untuk tidak ikut berangkat bila mau, tetapi tidak ada yang bersedia ditinggal. Walaupun demikian, awak kapal yang baru, sedang sakit, dan ragu-ragu diperintahkan meninggalkan kapal. Pada awak kapal dilatih untuk terakhir kalinya sebelum misi berlangsung, terutama berlatih prosedur pengendalian kerusakan. Saat tengah malam, kapal-kapal diisi bahan bakar. Menurut laporan, personel Pelabuhan Tokuyama membangkang perintah atasan. Secara diam-diam, Yamato dan kapal-kapal lainnya diisi dengan semua bahan bakar yang tersisa di pelabuhan, walaupun bahan bakar yang diisikan mungkin tidak cukup untuk kembali lagi dari Okinawa.
Pukul 16.00 tanggal 6 April 1945, Yamato dengan komandan Laksamana Itō, dikawal kapal penjelajah ringan Yahagi dan delapan kapal perusak berangkat dari Tokuyama untuk memulai misi. Dua kapal selam, USS Threadfin dan USS Hackleback sudah memergoki Yamato ketika mereka berlayar ke arah selatan melewati Selat Bungo, tetapi keduanya tidak dapat langsung menyerang. Kedua kapal selam memberitahukan armada Amerika Serikat akan adanya konvoi kapal perang Jepang.
Dini hari 7 April, kapal-kapal perang Jepang melewati Semenanjung Ōsumi menuju laut terbuka dari Kyushu ke arah selatan menuju Okinawa. Mereka berlayar dalam formasi defensif, Yahagi berada di depan diikuti Yamato, delapan kapal perusak membentuk lingkaran di sekeliling dua kapal yang lebih besar. Masing-masing kapal berada dalam jarak 1.500 m satu sama lainnya, dan berlayar dengan kecepatan 20 knot. Salah satu dari kapal perusak Jepang, Asashimo mengalami kerusakan mesin dan kembali pulang. Pesawat pengintai Amerika Serikat mulai membayang-bayangi kapal-kapal perang Jepang. Pada pukul 10.00, kapal-kapal Jepang berbelok ke barat agar terlihat sedang ditarik mundur, tetapi pada pukul 11.30, setelah dideteksi dua pesawat amfibi PBY Catalina, mereka berbalik arah menuju Okinawa setelah sempat melepaskan tembakan salvo ke arah PBY Catalina dengan meriam 460 mm yang berisi amunisi khusus (san-shiki shōsan dan).