Hal pertama yang Pino lakukan saat dia masuk ke dalam Desa Huem ialah mencari pria tua yang sebelumnya telah ia ajak bicara. Meninggalkan Vivi dan anak-anak begitu saja, dia terus memeriksa sekitarnya, pria tua itu memberikan perasaan yang tak biasa saat berbicara dengannya dan dia mengira jika pria tua itu merupakan salah satu dalang dari kejadian yang menimpa Vivi.
Beberapa waktu berlalu, dia menemukan pria tua itu sedang duduk di antara tumpukan jerami, dia terlihat seperti pria tua pada umumnya, bersantai dan menikmati hembusan angin.
Ia mendekati pria tua itu, langkahnya cukup cepat, dia tak menggubris para penduduk yang berada tak jauh dari pria tua tersebut. Pino tak ingin membuat keributan besar, sehingga dia mendekati pria itu dengan santainya.
"Pak Tua, akhirnya aku menemukanmu."
"Oh... anak muda waktu itu, apa kau sudah menemukan monster-monster itu? Kenapa kau terlihat marah? Tempat itu, apa kau tidak menemukannya dan merasa marah karena aku menipumu? Hmm... aneh sekali, seharusnya ada monster di sekitar sana," ujar pria tua itu, dia melihat Pino yang menunjukkan raut wajah tak bersahabat dan tampak penuh kemarahan.
"Tidak, aku menemukan mereka, bahkan lebih dari itu, aku menemukan satu cerita yang menarik dari para korban yang selamat. Aku tidak tahu harus mempercayainya atau tidak, namun aku rasa cerita yang mereka katakan padaku tampak sangat nyata. Melihat lokasi dari ceritanya pun, semuanya mirip, apa kau pikir ini hanya kebetulan?" Senyuman dingin di wajahnya membuat pria tua itu bergidik, bukan karena takut namun dia merasa ada yang janggal.
Pria tua itu berusaha untuk tetap tenang, matanya melirik ke arah lain dan melihat para penduduk yang mendengarkannya mulai berubah. Dia menjadi semakin percaya diri setelah melihat reaksi para penduduk yang mendengar ucapan Pino, dia duduk dengan tegak dan menatap Pino tajam.
"Anak muda, cerita apa yang kau dengar dari para korban? Akhir-akhir ini banyak sekali kabar simpang siur di sekitar desa kita, ada yang mengatakan jika tempat kita merupakan desa berbahaya, banyak rumor bertebaran di sekitar tempat ini. Apa kau percaya dengan ucapan para korban yang kemungkinan hanyalah orang-orang yang terjebak saja?" Pria tua itu dengan tenangnya berkata, dia sama sekali tidak risau ketika melihat tatapan mata Pino yang semakin dingin.
Para penduduk yang berada di sekitar mereka berdua tidak tinggal diam, mereka mendekat dan memperpendek jarak antara mereka dengan Pino dan pria tua itu. Beberapa orang terlihat waspada dan siaga, mengantisipasi tindakan yang akan Pino lakukan pada pria tua tersebut.
"Aku salah mengira rupanya, ceritamu mungkin yang benar, Pak Tua. Sayangnya, aku juga merasa tak berdaya dengan semua ini, kenapa kau mengatakan sesuatu yang sama dengan apa yang aku pikirkan? Sebuah rumor hanyalah berita angin saja, terkadang rumor itu sendiri merupakan kebenaran sesungguhnya, jadi kau memaksaku, Pak Tua. Ada kata terakhir yang ingin kau ucapkan?" tanya Pino, dia membulatkan tekadnya untuk memberi mereka perhitungan, ia merapal mantra dan tangan kanannya berada di gagang pedangnya, siap untuk menariknya.
Pria tua itu tak bergeming dari tempatnya, dia berdiri dan menatap Pino dengan tajam, ia menggerakkan tangannya sebagai tanda untuk para penduduk lainnya agar tidak beranjak dari posisinya. Dia menutup matanya sebentar, menarik nafasny, lalu dia melihat Pino dengan tatapan yang berbeda.
"Anak muda!!! Jika kau pikir tindakanku ini sangatlah buruk, tak apa, namun sebelum kau melepaskan kekuatanmu itu, tolong katakan padaku, apa aku salah menggunakan tindakan keji itu? Tidak adanya balasan dari Guild ataupun kerajaan dalam setiap permintaan yang kami kirim, kau pikir kami bisa hidup dalam bayang-bayang monster itu?"
"Kami sudah berusaha untuk menggunakan cara lain, mencoba menyerang mereka, namun kau lihat di sana ada banyak wanita maupun mayat wanita bukan? Kebanyakan dari mereka merupakan penduduk di tempat ini. Hanya ini satu-satunya cara yang bisa kami pikirkan setelah kami tak bisa menghancurkan mereka dengan kekuatan seadanya ini. Jika kau pikir tindakan yang kami lakukan salah, hunuskan pedang itu dan tebas kami!!!"
Pria tua itu menunjukkan tekad yang kuat, sekilas Pino bisa melihat ketakutan di tatapan matanya, meski perasaan itu hanya muncul sekejap mata, namun dia mendapatkan momen tersebut. Pino meniadakan mantra yang hendak ia gunakan, namun tangan kanannya tetap di posisi yang sama.
Dengan melihat respons dari para penduduk sekitar dan pria tua ini, Pino menyimpulkan jika semua perkara ini terjadi akibat kelalaian dari Guild maupun pihak kerajaan. Akan tetapi, dengan alasan apapun tindakan mereka tidak bisa ia benarkan. Sayangnya, dia kini kembali dihadapkan dengan sebuah pilihan yang bisa mengubah kehidupannya.
Pino berusaha menyikapinya dengan tenang, dia tidak ingin pikirannya dikuasai oleh kemarahan, dan ia mempertimbangkan tindakan apa yang tepat untuk mereka.
"Pak Tua, masalah ini memang bermuara dari pihak kerajaan maupun Guild seperti yang kau sebut tadi. Sayangnya, tindakanmu terlalu berlebihan, aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja. Mengampuni tindakan sekeji itu, aku tidak bisa melakukannya, namun melihat adanya alasan kuat yang kau miliki. Aku akan memberimu keringanan, aku akan mengambil nyawamu dan membiarkan seluruh penduduk hidup seperti biasa lagi. Terima saja, aku akan menepati ucapanku."
Pino menarik keluar pedangnya, ia meletakkannya di leher pria tua itu dengan tenang, mengeluarkan aura yang kuat serta niat membunuh yang besar, dia memaksa para penduduk yang ada di sekitarnya untuk diam.
"Keputusan yang tepat, Anak Muda. Aku juga sudah hidup terlalu lama, asal kau menepati ucapanmu, aku akan menerimanya, namun aku ingin kau mengabulkan permintaan terakhirku ini, apa kau mau mendengarkanku?" Pria tua itu lega, dia tidak bisa membiarkan seluruh penduduk terkena imbas dari keputusan yang pernah ia buat beberapa waktu lalu.
"Katakan, selagi permintaanmu masih dalam jangkauanku, aku akan mengabulkannya. Kau bisa memegang ucapanku, mereka akan aku bebaskan," balas Pino, dia bersiap untuk mengayunkan pedangnya.
"Terima kasih, Anak Muda. Keinginanku sederhana, aku ingin kau menjamin Desa Huem tetap terlindungi dan aman dari monster, biarkan mereka hidup seperti biasanya." Mengucapkan permintaan terakhirnya, Pria tua itu menutup matanya, ia membayangkan sosok yang selalu menemaninya saat dia saat susah maupun senang.
Pino mengayunkan pedangnya dan sebuah kepala melayang di udara lalu jatuh ke tanah disertai dengan teriakan pilu dari penduduk di sekitarnya.
"Aku tidak akan mengambil nyawa kalian, pria tua ini mengambil semua dosa kalian. Hiduplah seperti biasanya dan jangan pernah kalian melakukan tindakan semacam ini lagi," ujar Pino, dia mengambil kepala pria tua itu, saat tangannya bersentuhan dengan darah pria tua itu, tiba-tiba saja aliran energi masuk ke dalam tubuhnya dan berubah menjadi mana.
Ia mengabaikan hal tersebut, meskipun dia terganggu. Dia meletakkan kepala pria tua itu dekat dengan tubuhnya, lalu dia segera meminta mereka untuk menguburnya.
Saatnya dia meninggalkan tempat itu, setiap ia melangkahkan kakinya, dia mendapatkan tatapan kebencian dari para penduduk, namun dia tak peduli. Dia memegang ucapannya dan meninggalkan tempat itu bersama Vivi serta anak-anak lalu bergegas menuju ke Kota Morshore.