Poorstag memberikan sebuah peta pada Balam, peta yang dia berikan merupakan sebuah peta yang berisikan seluruh wilayah Kerajaan Mirilim. Memang bukan hal yang baru untuk Balam, namun dia masih tetap senang dengan pemberian Poorstag. Dia melihat arah yang ditunjuk oleh Poorstag yang mana itu berada di wilayah utara sedangkan mereka ada di wilayah selatan, tempat yang ditunjuk oleh Poorstag merupakan salah satu kota yang dimiliki oleh Kerajaan Mirilim, yakni Kota Archon.
"Hmm... apa maksudmu menunjuk kota ini? Apakah ada kejadian yang menggemparkan di kota itu atau ada sesuatu hal yang menarik di sana?" tanya Balam, dia cukup kaget dengan tempat yang ditunjuk oleh Poorstag. Awalnya dia kira, Poorstag akan menunjukkan sebuah tempat yang berada tak jauh dari Hutan Ashmoss. Akan tetapi tempat yang ditunjuk oleh Poorstag benar-benar mengejutkan dirinya dan membuatnya bingung.
Kota Archon sendiri merupakan salah satu dari kota yang ada di Kerajaan Mirilim dan merupakan salah satu kota yang memiliki banyak kemiripan dengan Kota Morshore, dimana kota ini berada di perbatasan kerajaan yang langsung berbatasan dengan salah satu kerajaan lainnya.
"Kau ingin berpetualang dan menjelajahi tempat-tempat yang dulu belum kita kunjungi, kan? Daripada pergi mengunjungi tempat yang tak tahu bagaimana kondisinya, lebih baik kau mengunjungi kota ini. Aku dengar-dengar di sana tengah terjadi pertempuran, entah pertempuran melawan monster atau melawan kerajaan itu!!!" Poorstag mencoba untuk mengarahkan Balam agar mau mengunjungi Kota Archon.
Di kota itu memang tengah terjadi pertempuran antara Kerajaan Mirilim dengan Kerajaan Weldian yang mana kerajaan ini merupakan kerajaan peringkat keempat, namun kekuatan mereka setara dengan Kerajaan Mirilim sehingga pertempuran dengan skala kecil selalu terjadi.
"Pertempuran? Kau ingin aku kembali ke masa itu? Mungkin saja, aku juga rindu akan suasana di medan perang. Akan tetapi, aku tidak tahu harus bagaimana jika Pino mengetahuinya. Sulit untuk mengatakannya, aku tidak ingin melibatkan anakku dalam urusan ini, dia belum pantas untuk berada di sana," balas Balam, dia memang merindukan medan perang, entah dirinya harus melawan manusia ataupun monster, dia benar-benar merindukan medan perang yang menjadi tempatnya melampiaskan seluruh perasaannya.
"Pino? Apa sangkut pautnya dengan dia, Balam? Kau lah yang menentukan semuanya, apa kau kira dia tidak akan berada di medan perang nantinya? Jangan berlagak bodoh, kau hanya berada dalam delusimu semata. Dia jauh lebih tangguh dari dirimu, aku tidak ingin mengatakan ini... namun Balam!!! Kau sangat menyedihkan sejak kau kehilangan Valerie, kau benar-benar kehilangan arah!!!" geram Poorstag, dia tidak lagi mengerti Balam, sosok yang seharusnya jauh lebih tangguh dan perkasa mulai melemah karena satu hal yang hanya ia yakini padahal itu bukanlah sebuah kebenaran.
"Apa maksudmu Poorstag? Apa aku salah mengkhawatirkan anakku? Aku sangat mengetahui bagaimana dirinya, dia pasti akan mencariku jika aku berada di medan perang, dia kehilangan ibunya di usia muda dan dia selalu bersama denganku!!! Apa aku lemah karena hal itu? Jangan bercanda denganku!!! Kau yang belum menikah dan belum mempunyai anak, bagaimana kau bisa mengerti apa yang aku rasakan!!!" teriak Balam, dia menggunakan aura dan mana-nya untuk menekan Poorstag dan hal itu membuat meja yang ada di depan mereka hancur.
"Kau salah menangkap apa yang aku maksud, Balam. Jangan berlebihan!!! Jernihkan pikiranmu itu!!! Emosimu kacau, Balam!!! Pino memang membutuhkanmu namun tidak selamanya dia akan berada di tanganmu, kau harus melepaskannya sejak saat ini dan membiarkan dia untuk merasakan langsung apa yang ada di medan perang itu. Jangan termakan khayalanmu semata, dia bukan lagi anak kecil yang harus selalu kau lindungi, akan ada saatnya dialah yang melindungimu!!!" balas Poorstag dengan keras. Dia tidak menahan kata-katanya maupun emosinya, dia tahu apa yang ia katakan mungkin akan melukai Balam, namun dia tetap mengatakannya agar Balam memahami poin yang ia maksud.
"Diam!!! Meski begitu, aku tetap tidak bisa melepaskannya begitu saja. Dia satu-satunya anakku, melihat dia terluka seperti ini saja... aku... aku... tidak tahu harus berbuat apa? Bagaimana jika aku kehilangan dia? Aku tidak akan pernah bisa memaafkan diriku sendiri, lebih baik aku yang mati dan sengsara daripada dia, Poorstag. Medan perang bukan untuk dirinya, aku tidak... Argh... lupakan saja!!!" geram Balam, dia tidak mau mengatakan apa yang dia bayangkan ketika membahas medan perang.
"Balam... kau bukan hanya pemimpin prajurit saja, bukan hanya sosok yang tangguh, kau jauh lebih baik dari semua itu, aku bisa bilang kau adalah yang terbaik. Mau dimanapun kau berada, tidak akan ada yang berani macam-macam denganmu, namun keberanian dan kekuatanmu itu menghilang karena kau khawatir dengan putra kesayanganmu yang sebenarnya dua kali lipat lebih tangguh dari dirimu, kau... kau bukan melindunginya namun kau meremehkan potensinya!!!" Poorstag menatap tajam Balam dan dia memberikan semua yang ia miliki pada tatapannya dan membuat Balam goyah ketika dia duduk.
Balam terdiam dan tidak bisa memberikan balasan karena dia teringat akan masa mudanya dimana dia tidak diberi kebebasan oleh orang tuanya untuk ikut serta dalam medan perang, namun karena tekadnya sudah bulat dia melawan dan meninggalkan kedua orang tuanya hanya untuk hidup di medan perang dan dia merasakan semua pahitnya pertempuran.
Waktu mengingat hal itu, Balam menundukkan kepalanya dan mulai meneteskan air matanya, dia tahu jika apa yang dia lakukan ini bukan melindungi anaknya malahan membuatnya menjadi boneka yang ia kendalikan. Perlahan-lahan dia menyadari jika apa yang dia lakukan itu tidaklah sepenuhnya benar, mengatur nafasnya, Balam menatap Poorstag.
"Aku tidak tahu!!! Apakah ini benar atau tidak, namun yang aku inginkan hanyalah kebahagiaan untuk anakku, jika dia memang ingin berada di medan perang, aku akan mendukungnya dan aku akan menemaninya jika aku bisa. Melarangnya hanya akan membuat dia melakukan satu tindakan yang jauh akan aku sesali nanti, aku benar-benar melupakan itu, terima kasih, Poorstag. Kau benar-benar membantuku kali ini," seru Balam dengan lemah, suaranya lirih dan tidak terlalu bertenaga, dia tidak terlihat seperti seorang petarung mematikan namun terlihat seperti pria paruh baya biasa yang sangat menyayangi anaknya.
"Aku tahu itu, kau selalu seperti ini. Semenjak Valerie tidak ada, kau berubah menjadi sosok yang sangat berbeda, itu tidak buruk namun kau benar-benar kehilangan jati dirimu, melupakan apa yang pernah terjadi dan kau terkekang oleh pemikiranmu sendiri. Sekarang kau harus menjelajah lagi dan biarkan Pino di Akademi Coasthaven, meski dia harus bertempur di medan perang... itu jalan yang harus dia lalui," balas Poorstag.
Pino yang tidak tahu menahu akan percakapan antara Balam dengan Poorstag mulai membuka matanya dan merasakan aliran mana di seluruh tubuhnya dan dia juga merasakan ada sesuatu yang berbentuk buku di dalam dirinya. Wujud itu semakin terlihat nyata, ketika dia mengikuti aliran mana yang masuk ke dalam buku tersebut, Pino mulai mendapatkan pemahaman tentang buku yang ia rasakan itu.