"Kota ini berkembang dengan pesat dan tergolong cepat daripada tempat lainnya. Bagaimana dengan Akademi Coasthaven, apakah tempat itu sudah berubah menjadi lebih layak dari pada dulu? Untuk mempelajari sihir dengan baik, aku ingin Pino belajar di sana, namun sudah lama aku tidak ke sana. Bisa kau beritahu bagaimana tempat itu?" tanya Balam, dia tidak pernah mengunjungi Akademi Coasthaven lagi tempat yang dulu menjadi tempatnya menimba ilmu.
Akademi Coasthaven bukan hanya akademi yang mengajari sihir semata namun juga menjadi tempat untuk mereka yang ingin mempelajari militer. Akademi ini menjadi salah satu akademi terbaik di Kerajaan Mirilim, yang terletak di Kota Morshore yang mana kota ini merupakan salah satu kota utama di Kerajaan Mirilim selain dua kota lainnya.
Kerajaan Mirilim sendiri merupakan salah satu dari kerajaan yang menjaga keseimbangan dunia bersama dengan enam kerajaan lainnya, mereka menahan guncangan para monster yang ingin menghancurkan dunia. Meski hanya salah satu dari kerajaan yang mencegah kehancuran dunia, Kerajaan Mirilim bukanlah kerajaan yang terkuat melainkan dia berada di peringkat ketiga dari kerajaan lainnya.
Akademi Coasthaven merupakan tempat yang paling bagus untuk mempelajari sihir di Kerajaan Mirilim ini, tempat ini menjadi pusat dari pembelajaran sihir di Kerajaan Mirilim. Balam cukup terkejut ketika mendengar perkembangan Akademi Coasthaven dari mulut Poorstag langsung.
"Benarkah? Aku tidak bisa percaya jika tempat itu berkembang sejauh ini. Tidak hanya bekerja sama dengan pasukan kerajaan saja, mereka juga menggunakan berbagai macam cara agar murid-muridnya merasakan langsung pertempuran nyata. Bagus, tempat seperti inilah yang cocok untuk Pino, aku tidak ingin dia hanya belajar teori saja namun aku ingin dia merasakan langsung apa itu pertempuran," seru Balam, dia cukup puas dengan tempat yang akan menjadi sekolah untuk anaknya.
"Ya, di akademi ini anakmu bisa menjadi salah satu kandidat yang disebut sebagai anak jenius. Tingkat mana-nya yang besar dan juga inti sihir yang langka, dia bisa menjadi alah satu dari mereka, mungkin dia bisa diajari sihir secara langsung oleh para penyihir atas yang ada di sana. Kau sudah membekalinya cukup banyak bukan, seluruh kekayaan yang kau kumpulkan kau simpan di Goldenroses, kau harus membawanya ke sana untuk memverikasi kepelimikannya," balas Poorstag dengan lemah, dia masih merasakan efek dari penggunaan segel Sanctimony of The Nether.
"Huft... aku harap dia bisa belajar banyak di sana. Tak ada harapan lain yang aku sematkan padanya, Poorstag, aku hanya ingin dia mengerahkan seluruh kemampuannya untuk belajar dan bertahan hidup. Aku tidak tahu apa aku masih bisa melihatnya lagi atau tidak, jadi... aku ingin dia bisa bertahan di dunia ini meski tanpa diriku," ucap Balam. Matanya sendu dan dia membungkuk, ingatannya kembali pada saat dia bersama dengan Valerie.
Balam tidak menginginkan sesuatu terjadi pada Pino seperti halnya kejadian yang menimpa pada Valerie, istrinya. Dia hanya berharap agar Pino dapat hidup lebih baik dan bertahan hidup meski dirinya nanti meninggalkan dunia. Harapannya yang sederhana itu membuat Poorstag terdiam, dia tidak pernah mengira jika pria yang bisa membunuh tanpa berkedip, membantai dengan senyum di wajahnya akan memiliki ekspresi dan suara yang begitu menyedihkan.
"Tenanglah, dia bukan pemuda yang lemah. Dia bisa menjadi sosok yang tangguh sepertimu Kawan. Bukankah kau sendiri yang melatihnya, kau yang membimbingnya, dan kau sendiri yang mengawasi seluruh prosesnya hingga saat ini. Apa semua itu tidak memperlihatkan seperti apa anakmu itu? Kaulah yang paling tahu, Kawan, di usianya yang masih belasan tahun dia sudah mampu menahan kerusakan sebesar ini... jadi, dia akan bertambah lebih tangguh lagi di masa mendatang." Poorstag berusaha untuk menenangkan Balam yang terlihat gelisah dan tidak tenang.
Walaupun tahu apa maksud dari ucapan Poorstag, dia belum bisa melepaskan bayang-bayang yang merenggut akalnya. Dia benar-benar diam dan tidak melakukan apapun, hanya duduk dengan lemah dan bersandar pada kursi. Matanya tertutup dan nafasnya tidak beraturan, dia terus terbayang-bayang akan kematian Valerie, pelan namun pasti dia mencoba untuk menghapus bayang-bayang tersebut.
Mengapa dia kembali teringat akan kematian istrinya? Semua karena kondisi Pino yang tak kunjung siuman, apalagi dengan suhu tubuhnya yang makin dingin, dia makin tak bisa mengontrol kegelisahannya. Balam teringat akan Valerie yang terbunuh di masa itu, dan dia mulai mengingat kembali perasaannya ketika dia memeluk Valerie, dingin dan kaku, sekarang dia merasakan hal itu pada Pino.
Satu jam, sepuluh jam, satu hari, Pino tak kunjung sadar namun wajahnya terlihat lebih berenergi daripada kemarin. Tetap saja semua itu membuat Balam khawatir, dia tidak beristirahat dan terus mengawasi Pino yang belum juga sadarkan diri. Dia hanya berada di samping Pino sepanjang waktu dan memegang tangannya. Dia menggenggamnya dengan sangat erat seolah-olah ingin mentransfer energinya agar Pino cepat siuman. Genggamannya yang sangat erat dan tatapan mata yang tidak teralihkan, tetap pada satu titik, Balam terlihat tak memiliki kekuatan.
Poorstag yang memperhatikan keseluruhan situasi hanya bisa menghela nafas saja, dia tidak tahu harus berbuat apa. Dirinya sangat memahami jika menggunakan Sanctimony of The Nether akan menguras banyak energi, namun apa yang tidak dia sangka ialah Pino akan mendapatkan kerusakan yang tidak kecil hingga tak sadarkan diri selama satu hari penuh dan saat ini memasuk hari kedua.
Melihat kawannya yang lemah dan tak berdaya, Poorstag tidak berbuat apa-apa, dia hanya mengamatinya sembari melihat perkembangan Pino. Wajah yang mulai berenergi dan suhunya yang mulai menghangat, Poorstag tak lagi khawatir karena semuanya membaik, hanya perlu waktu yang singkat untuk Pino siuman.
"Tenanglah, dia sudah membaik. Kau perlu istirahat kawan, biar aku yang menjaganya. Apa yang akan Anakmu katakan jika melihat Ayahnya tak bersemangat dan berada dalam keadaan yang lemah? Kau harus menyambutnya dengan senyuman bukannya raut wajah ini, bukannya aku sudah bilang jika anakmu ini kuat? Apa kau tidak mempercayainya, Kawan?" tanya Poorstag, awalnya dia tidak ingin mengatakan semua ini namun melihat Balam yang terus menerus gelisah dan khawatir, dia terpaksa melakukannya.
Balam mendongak dan tatapan matanya berubah, dia tidak lagi menunjukkan wajah yang sedih melainkan wajah yang berwibawa seperti saat dia muda dulu. Balam tahu jika dirinya terlalu memikirkan masalah ini terlalu dalam padahal dia sendiri sudah melihat wajah Pino yang berubah sedikit memerah dari yang awalnya pucat pasi seperti halnya seorang mayat.
"Ya... aku harusnya tidak memasang wajah seperti ini, akan jadi apa jika dia melihat Ayahnya menyedihkan seperti saat ini. Aku harus kuat, dia akan baik-baik saja, bukan? Huft... kehilangan seseorang yang kau sayangi... itu terlalu berat, Kawan. Dadamu seperti teriris, perasaanmu hancur dan kau tidak bisa berteriak meski kau tahu kau harus berteriak. Perasaan itu terlalu mengerikan, Huft... aku tidak ingin merasakannya lagi," ucap Balam sembari mengecup kening Pino.
Balam tetap berada di samping Pino meski dia diminta untuk beristirahat. Dia tetap ingin menjaga Pino sampai siuman dan Poorstag pun meninggalkan mereka berdua kembali ke perpustakaannya untuk melanjutkan pekerjaannya.